Wisata Religi Bisa Dipadukan dengan Kegiatan Kedermawanan

Inovasi dan kolaborasi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan

Antara/Asep Fathulrahman
Suasana kosong di tempat wisata religi Kompleks Masjid Kesultanan Banten di Kasemen, Serang, Banten, Ahad (4/7/2021). Pemprov Banten menutup sementara sejumlah objek wisata selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat tanggal 3 - 20 Juli akibat tingginya angka penularan COVID-19 yang terjadi di hampir semua kabupaten/kota kecuali di Kabupaten Pandeglang.
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengkategorikan wisata religi dalam bagian pengembangan minat khusus. Kegiatan wisata ini tidak semata hanya melihat alam, namun erat kaitannya dengan aktifitas atau kunjungan ke lokasi yang memiliki aspek keagamaan.

Baca Juga

Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (Events) Kemenparekraf, Rizki Handayani Mustafa, menyebut wisata religi dan wisata halal merupakan dua hal yang berbeda. Wisata halal bukan berkaitan dengan kegiatannya, namun penyiapan fasilitas atau amenitas untuk memenuhi kebutuhan wisatawan Muslim.

"Saat ini, untuk wisata religi atau aktifitas wisata yang berkaitan dengan religi jumlahnya banyak. Lebaran menyumbang paling banyak pergerakan wisatawan," kata dia dalam webinar Indonesia Islamic Marketing Festival 2021 Episode 1, dengan topik 'Meningkatkan Kualitas Layanan Haji, Umrah, dan Wisata Islami', Senin (12/7).

Terkait wisata religi, Kemenparekraf disebut tengah menjalin kerja sama dengan Masjid Istiqlal. Masjid Istiqlal dinilai dapat menunjukkan jika Islam tidak hanya untuk Muslim namun ada hal lain yang bisa dikembangkan lagi.

Ke depan, ia menyebut wisata religi bisa saja bukan hanya berupa kegiatan wisata biasa, namun dikembangkan dengan melakukan kegiatan kedermawanan, seperti bersedekah atau berkaitan dengan kaidah agama dan membawa manfaat.

"Ibu-ibu pengajian bisa kita ajak untuk berwisata ke salah satu masjid dan mengadakan kegiatan yang berkaitan dengan memberikan sedekah ke masyarakat lokal. Atau bisa ke pesantren dan melakukan gotong royong memperbaiki kamar mandi atau tempat bilas agar sesuai standard," lanjutnya.

 

 

Ia pun mencontohkan masjid Jogokariyan di Yogyakarta yang memiliki program 'Satu Masjid Satu Kafe'. Kafe yang ada bisa dimanfaatkan untuk diskusi, sementara biji kopi yang digunakan diambil dari masyarakat lokal.

Rizki Handayani menyebut diperlukan ide dan orang-orang yang memiliki pemikiran kreatif agar dapat mengelola masjid sembari membangun wisata bagi wilayah sekitarnya.

Inovasi dan kolaborasi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam upaya mengembangkan wisata di Indonesia. Tanpa adanya kolaborasi akan kesulitan dalam mengembangkan ide-ide maupun inovasi yang ada.

"Kemampuan masyarakat yang masih ada bisa digali dan didukung untuk keberlanjutannya yang sifatnya dapat membawa manfaat," ujar dia.

Ia lantas mencontohkan rencana Pemerintah Sumatera Selatan yang ingin membangun hotel di lingkungan asrama haji miliknya. Di lingkungan tersebut juga telah tersedia tiruan Ka'bah dengan ukuran sebenarnya.

Hal ini disebut bisa dimanfaatkan sebagai wisata religi dan edukasi bagi masyarakat lokal, agar setidaknya memiliki gambaran bagaimana pelaksanan umrah dan haji di Arab Saudi.

 

Kemenparekraf juga disebut mendukung tur operatur yang ingin membuat kegiatan virtual wisata Indonesia. Namun, ia menekankan masih minim tur operator yang menyediakan wisata dengan narasi atau cerita. Sehingga, hal ini perlu dibernayak dan bisa dikerjasamakan dengan perguruan tinggi setempat. 

 
Berita Terpopuler