Ini Beberapa Persiapan Anak Bila Suatu Saat Kembali Sekolah

Orang tua diminta mendampingi dan membiasakan anak bangun pagi untuk kembali sekolah

ANTARA/Fransisco Carolio
Pelajar antre mencuci tangan sebelum mengikuti simulasi pembelajaran tatap muka (PTM).
Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Dampak pandemi Covid 19 ini memang luar biasa dan dialami oleh semua kalangan mulai dari anak-anak, orangtua, bahkan sampai lansia sekalipun. Tidak sedikit keluhan datang dari orangtua murid yang mengkhawatirkan anaknya terhadap perkembangan anaknya karena banyak beraktivitas dirumah. 

Psikolog klinis, Patria Rahmawaty,S.Psi,M.MPd,Psi membenarkan adanya perubahan psikologis anak dalam persiapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah nantinya.

"Mengingat anak-anak sudah lebih dari setahun melakukan pembelajaran jarak jauh secara daring, dengan mengandalkan sambungan internet," tutur Rahma, psikolog klinis dari Siloam Hospitals Balikpapan Kamis (01/07/2021) melalui edukasi webinar awam di Balikpapan. 

Menurut Rahma, sapaan akrabnya, pada tahap ini anak cenderung bersikap egosentris hingga ada kecenderungan untuk membandingkan dirinya dengan orang lain. Seperti saat ia melihat temannya melakukan sesuatu yang tidak bisa ia lakukan maka akan muncul perasaan rendah diri.

Oleh karena itu, menurut dia, anak diajak untuk peka pada keadaan sekitar salah satunya saat nanti mulai pemebelajaran tatap muka anak harus dapat bersikap beradaptasi dengan situasi yang ada saat ini seperti taat prokes, menjaga kesehatan dan tetap fokus untuk belajar. Anak diajak untuk dapat bersikap mandiri saat di sekolah.

Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan di JAMA Pediatrics Journal dan dilakukan di Hubei China serta melibatkan 2.330 anak sekolah yang membuktikan bahwa anak-anak usia sekolah yang mengalami karantina proses belajar akibat Covid-19 menunjukkan beberapa tanda-tanda tekanan emosional."Karena selama ini biasanya dilayani dirumah, jadi pada saat sekolah maunya dilayani juga, kemudian merasa dirinya lebih dibandingkan anak lain," papar Rahma.

Bahkan, penelitian lanjutan dari observasi tersebut menunjukkan 22,6 persen dari anak-anak yang di observasi mengalami gejala depresi dan 18,9 persen mengalami kecemasan. Hasil survei yang dilakukan oleh pemerintah Jepang juga menunjukkan hasil yang serupa, yaitu 72 persen anak-anak Jepang merasakan stress akibat Covid-19.

Di Indonesia, Implementasi kebijakan pembatasan kegiatan pembelajaran di sekolah ini tentunya berdampak signifikan pada kesehatan mental siswa meskipun dengan derajat yang bervariasi. Data yang diperoleh dari survei penilaian cepat yang dilakukan oleh Satgas Penanganan Covid-19 (BNPB,2020) menunjukkan bahwa 47 persen anak Indonesia merasa bosan dirumah, 35 persen merasa khawatir ketinggalan pelajaran, 15 persen anak merasa tidak aman, 20 persen anak merindukan teman-temannya dan 10 persen anak merasa khawatir tentang kondisi ekonomi keluarga.

Untuk itu Rahma menyarankan sebaiknya dua pekan sebelum kegiatan PTM dilaksanakan, maka biasakan anak mulai dengan bangun pagi setiap hari dan tidur malam tidak lewat dari jam sembilan. Selain itu mengerjakan tugas sendiri, mempersiapkan dan membereskan barang dan alat untuk belajar. 

Karena yang sering terjadi sekarang anak terbiasa dengan tidur hingga larut malam dan sering berinteraksi dengan gadget atau bermain games untuk mengusir kejenuhan mereka."Sampaikan kepada anak untuk bersikap peka dan peduli dengan orang disekitarnya, koordinasi dan komunikasikan yang baik bersama pihak sekolah, jangan percaya berita hoaks, sebaiknya cari informasi berita dari sumber yang dipercaya," pungkas Patria Rahmawaty,S.Psi,M.MPd,Psi.

Adapun untuk para orangtua, siapkan adaptasi anak menghadapi PTM dengan membantu anak  mengelola kondisi stress mereka, pantau kesehatan, terapkan prokes secara konsisten, jangan takuti anak dengan kondisi yang ada saat ini.

 

 Penting dalam keluarga untuk selalu menciptakan suasana yang mengalirkan energi positif  seperti menciptakan suasana bahagia dan tenang disituasi seperti ini karena hati yang gembira adalah obat, rasa bahagia yang ditimbulkan tersebut akan menjadi salah satu peningkat imun kita agar anak pun merasa bahagia dan termotivasi belajar meskipun disituasi pandemi.

 
Berita Terpopuler