Bank Muamalat Indonesia dan Prospek Bank Digital

Bank Muamalat Indonesia mempunyai peluang di era bank diigital

Republika/Prayogi
Bank Muamalat Indonesia mempunyai peluang di era bank diigital. Gedung Bank Muamalat
Red: Nashih Nashrullah

Oleh : Muhammad Iman Sastra Mihajat, mantan Head of Sharia Oman Arab Bank

REPUBLIKA.CO.ID,- Perkembangan teknologi yang maju kian pesat ditambah dengan wabah covid-19 yang menghantam ekonomi dunia telah memaksa industry keuangan khususnya perbankan untuk melakukan inovasi sesuai dengan tuntutan zamannya.

Baca Juga

Saat ini, industri perbankan konvensional harus dipaksa bersaing dengan pendatang baru yang lebih memudahkan nasabahnya untuk bertransaksi meskipun tanpa harus hadir di Bank (konsep ini sudah dikenalkan Bank Muamalat Indonesia pada tahun 2004 bekerjasama dengan PT Pos Indonesia).

Maka dari itu, industri fintech dan Digital Payment system without bank (dompet elektronik) sangat laju sekali perkembangannya. Hingga saat ini per 18 Juni 2021, sudah ada 125 perusahaan fintech resmi yang beroperasi yang memiliki izin dari OJK turun dari 147 Fintech pada 15 April 2021 (meskipun ada ribuan fintech illegal yang beroperasi di Indonesia tidak memiliki izin dari OJK). Sedangkan industry dompet elektronik Indonesia saat ini masih memiliki puluhan digital payment system yang masih dipimpin GoPay. 

Maka dari itu, banyak sekali perbankan nasional yang sedang berlomba-lomba membuka bank digital pada anak usahanya untuk menyiasati agar anak usaha mereka mampu bertahan di tengah pandemi dan lebih efisien karena jumlah pegawai yang lebih sedikit.

Sehingga bank tidak memerlukan dana besar untuk biaya operasional, infrastruktur dan cabang-cabang mereka. Saat ini sudah ada lima bank digital yang sudah beroperasi yaitu Jenius dari Bank BPTN, Wokee Bank dari KB Bukopin, Digibank dari DBS, TMRW Bank dari UOB dan Jago dari Bank Jago. Bahkan ada 7 bank nasional lagi sedang dalam proses untuk mendirikan bank digital mereka. 

Bank-bank digital diatas akan menjadi percontohan bank digital tanah air apakah bisnis model bank digital ini akan berhasil mendominasi transaksi perbankan nasional ataukah tidak. Karena pada Studi Bank Dunia (2020) yang berjudul “Digital Banks: Lessons from Korea” menyimpulkan bahwasanya dua bank digital di Korea (Kakao Bank dan K Bank) hanya menguasai 3,7 persen pangsa pasar kredit retail pada akhir 2019.

Artinya, dari Korea kita bisa mengambil kesimpulan bahwa bank digital belum mampu menggeser kedigdayaan bank konvensional sebagaimana industry fintech dan dompet digital yang hanya mampu menjadi pemain tambahan di industry keuangan dengan menggarap potensi nasabah yang tidak bankable

 

BMI dan Bank Digital

Sebelumnya ramainya pembahasan bank digital, kita sudah sering juga mendengar kata branchless banking atau financial inclusion. Tujuan dari itu semua sebenarnya berujung pada bagaimana seluruh lapisan masyarakat ini bisa menikmati layanan perbankan tanpa harus ribet dengan urusan antri di cabang dan harus datang ke kantor cabang yang notabene melelahkan dan buang-buang waktu.

Hal ini sejalan dengan ramalan Bill Gate pada 1994 yang mengatakan “Banking is necessary, but banks are not.” Artinya semua masyarakat sangat membutuhkan transaksi layanan perbankan, akan tetapi masyarakat tidak memerlukan banknya secara fisik. Maka dari itu, bank digital adalah jawaban dari kebutuhan sebagian masyarakat saat ini yang tidak ingin repot harus datang ke bank. 

Menurut Forbes, Bank Digital adalah bank yang memberikan layanan secara daring atau online. Maka dari itu, ada tiga ciri bank digital yaitu memiliki aplikasi layanan digital, memberikan seluruh layanan keuangan dan perbankan melalui aplikasi digital, dan tidak memiliki kantor cabang. Hal ini sejalan dengan POJK Nomor 12/POJK.03/2018 tentang layanan bank digital yaitu layanan perbankan elektronik agar mampu melayani nasabah secara cepat, mudah dan sesuai dengan kebutuhan nasabah dengan memperhatikan aspek keamanan data nasabah. 

Akan tetapi, konsep bank digital ini atau bank tanpa cabang sebenarnya sudah diinisiasi oleh Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 2004 dengan bekerjasama dengan PT Pos Indonesia. Sesuatu yang tidak lazim di dunia perbankan ketika nasabah hanya perlu datang ke kantor Pos untuk memiliki rekening bank. artinya kala itu, BMI telah mampu berfikir outside the box dalam menyiasati keterbatasannya layanan cabangnya yg hanya berada di kota-kota tertentu.

Bahkan BMI pada saat itu telah memiliki nasabah di pelosok timur Indonesia dimana hanya BMI bank Syariah yang memiliki nasabah hingga ke pelosok-pelosok negri. Hal ini dinilai wajar, karena hanya BMI waktu itu memiliki layanan gratis di 8.888 ATM seluruh Indonesia di 50 bank besar tanah air dan diterima lebih dari 18 ribu merchant. Dengan ide ini, BMI saat itu telah mampu merekrut lebih dari 800 ribu nasabah baru tumbuh lebih pesat dibandingkan bank Syariah lainnya. 

Dengan ide cemerlang BMI saat itu, BMI dengan kata lain memiliki cabang lebih banyak dibandingkan bank Syariah lainnya. Karena PT Pos Indonesia kala itu memiliki 190 kantor cabang, 2932 online service dan 2932 service outlet yang tersebar diseluruh penjuru Indonesia.

Artinya BMI telah mampu melakukan efisiensi dalam memasarkan produknya ditambah lagi dengan konsep Dai Muamalat kala itu yang memasarkan produknya hingga ke masjid-masjid dan majlis taklim seluruh Indonesia. Maka dari itu, jika BMI dipegang oleh manajemen professional berpengalaman yang memiliki cara berfikir yang tidak lazim, maka tahun lalu kita masih akan melihat BMI bersaing ketat dengan Bank Syariah Mandiri tidak tertinggal jauh seperti saat sekarang ini. 

Bahkan tidak hanya itu, kita akan melihat BMI tidak hanya ada di kantor Pos seluruh Indonesia, tapi ia juga akan ada di industri E-commerce yang ada saat ini seperti Bukalapak, Tokopedia, Lazada, Blibli, Shopee bahkan di Alfamart dan Indomaret yang kantor cabangnya ada diseluruh pelosok Indonesia.

Jadi wajar pada masa itu, BMI banyak sekali mendapatkan penghargaan nasional maupun global bahkan CEO nya menjadi Best CEO 2008 yang ini selaras dengan laporan keuangan BMI dikala itu menunjukkan peningkatan keuntungan, asset, ROE dan NPF yang rendah bukan hanya gaya-gayaan dapat award akan tetapi tidak sesuai dengan fakta di laporan keuangan bank.   

 Usulan Konsep Bank Digital BMI

Dengan hadirnya lima bank digital dalam negri dan tujuh bank digital yang masih sedang dalam proses perizinan di OJK. Bukan berarti BMI harus ikut arus dengan ikut-ikutan ber-bank digital. Akan tetapi BMI harus mampu memaksimalkan potensi perbankan yang ada dengan memaksimalkan layanan perbankan agar lebih mudah diakses oleh siapa saja dan dimana saja.

Artinya BMI bisa mengadopsi efisiensi yang ada di bank digital dengan mengurangi direktorat dan divisi-divisi yang tidak terlalu penting dan tidak memiliki imbas besar bagi keberlangsungan perusahaan. Bahkan saat ini, BMI terlalu banyak memiliki divisi hampir 31 divisi lebih yang tidak perlu yang menyebabkan bank menjadi tidak efisien dan over-cost.

Karena dengan biaya yang sangat besar yang dikeluarkan perusahaan tanpa adanya dampak posisif bagi perusahaan tersebut bisa berimbas pada penutupan, reputasi bank Syariah yang sudah lama dibangun akan hancur, dan kepercayaan masyarakat akan menurun. 

Maka dari itu, konsep bank digital BMI haruslah menganut pada konsep bank Syariah yang ada saat ini, sehingga customer based BMI bisa dipertahankan. Akan tetapi terus melakukan inovasi digital yang menjadikan nasabahnya bisa transaksi dimana saja, kapan saja tanpa perlu ribet dengan urusan administrasi.

Kemampuan BMI sebelumnya yang telah mampu memberikan nasabahnya layanan akses perbankan di hampir seluruh ATM, Bank dan Merchant tanah air haruslah ditingkatkan menjadi lebih luas lagi. Misalnya, penarikan dan penyetoran uang tunai tidak harus datang ke cabang atau ke ATM, tapi cukup datang ke Alfamat dan Indomaret terdekat sehingga mampu memudahkan nasabah yang ingin bertransaksi. 

Dengan ini, kita berharap BMI kembali menjadi pemain utama bank Syariah Tanah Air dan mampu menelorkan bisnis model yang inovatif sehingga menjadi contoh bagi bank Syariah nasional dan luar negri dan kembali menggapai kembali puncak kejayaannya seperti sebelumnya. Dengan inilah, BMI bisa memberikan nilai tambah kepada para pemegang saham sehingga bank kembali dilirik oleh investor baru dari dalam dan luar negri yang ingin berinvestasi di sector perbankan syariah.   

 
Berita Terpopuler