Peneliti Terangkan Cara Kerja Ivermectin Melawan Covid-19

BPOM meminta masyarakat tidak membeli Ivermectin secara bebas.

EPA
Obat Ivermectin untuk manusia tampak didistribusikan di Kota Quezon, Manila, Filipina. Ivermectin sedang diuji klinik di Indonesia oleh BPOM sebelum bisa dipastikan manfaatnya sebagai terapi Covid-19.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Puti Almas, Febrianto Adi Saputro

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) Ivermectin. Kini BPOM akan terus memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil uji klinik, serta melakukan pembaruan informasi terkait penggunaan Ivermectin untuk pengobatan infeksi virus corona jenis baru.

Ketua Tim Peneliti Uji Klinis Ivermectin di Indonesia, Budhi Antariksa, menjelaskan, Ivermectin ditemukan pada 1975 silam. Kemudian digunakan dalam praktik kedokteran di 1981 dan disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat (FDA) sebagai antiparasit cacing untuk manusia.

Obat ini amat mudah karena hanya diminum, tidak disuntikkan. "Nah, studi in vitro memperlihatkan kemampuan Ivermectin dalam menghambat replikasi berbagai virus. Kemudian penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Caly dkk (2020) menunjukkan Ivermectin dapat menghambat replikasi SARS-CoV2," ujarnya, saat mengisi konferensi virtual bertema Kisah Sukses Ivermectin di Berbagai Negara Sebagai Obat Pencegahan dan Terapi Melawan Covid 19, Senin (28/6).

Ketika dihambat replikasinya, dia melanjutkan, maka virus tersebut tidak akan bisa melakukan pembelahan diri sehingga jumlahnya tidak akan bertambah. Ia juga menyebutkan jurnal dari Xavier anti viral research yang melakukan percobaan pada kultur sel dan membuktikan bahwa Ivermectin dapat menghambat dapat menghambat replikasi SARS-CoV2.

Ia menambahkan, Ivermectin mengurangi viral load dan melindungi dari terjadinya kerusakan SARS-CoV2 pada studi di hewan. "Ivermectin mencegah terjadinya transmisi dan berkembangnya Covid-19 pada pasien yang terinfeksi. Jadi, Ivermectin mencegah transmisi atau replikasi dihambat," ujarnya.

Tak hanya itu, ia menyebutkan Ivermectin berperan sebagai anti inflamasi atau kemampuan anti peradangan dan juga mencegah produksi dari sitokin yaitu zat-zat peradangan yang juga menjadi masalah dia masuk dalam tubuh dan beredar dalam darah. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Ivermectin mempercepat penyembuhan.

Sebab, dia melanjutkan, saat memakai Ivermectin, jumlah virusnya akan menurun sehingga penyembuhan juga menjadi lebih cepat serta mencegah perburukan pasien Covid-19, khususnya gejala ringan dan sedang. Ia menambahkan, Ivermectin juga mencegah pasien masuk ruang ICU serta mencegah terjadinya kematian pasien Covid-19 yang dirawat serta Ivermectin mencegah terjadinya kematian pada pasien Covid-19 yang kritis.

Kemudian pasien yang bergejala berat bisa dicegah masuk ICU dan pasien Covid-19 kondisi kritis bisa dicegah kematiannya.  "Oleh karena itu, obat ivermectin bisa menyembuhkan Covid-19," katanya.

Ia menyebutkan jurnal international infectious disease dari el xavier yang menyatakan pasien Covid-19 yang diobati dengan Ivermectin selama lima hari akan mengurangi durasi penyakitnya.

Upaya BPOM melakukan uji klinik Ivermectin ditanggapi positif anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo. Ia menyambut baik langkah tersebut.

"Saya kira kita sambut baik ya dengan adanya BPOM telah mengeluarkan persetujuan pelaksanaan uji klinik ya bagi Ivermectin bagi obat terapi untuk Covid-19 saya kira menjadi menambah semangat kita untuk perang melawan Covid-19," kata Rahmad kepada Republika, Selasa (29/6).

Menurutnya bukan tanpa dasar BPOM mengeluarkan PPUK untuk Ivermectin. Ia menilai langkah tersebut dilakukan BPOM usai melakukan telaah terhadap kajian yang dilakukan di luar negeri terkait Ivermectin.

"Saya juga mendengar di beberapa negara penggunaan obat ini sudah sangat banyak dan juga terbukti khasiatnya dalam rangka untuk mengendalikan Covid-19 terutama bagi pasien-pasien kita yang terjangkit covid. Saya kira ini menjadi berita yang baik," ujarnya.

Ia meminta publik bersabar menunggu hasil uji klinik Ivermectin yang dilakukan BPOM. Politikus PDIP itu meyakini BPOM akan melihat data-data pelaksanaan uji kliniknya secara saintifik.

"Kalau pada akhirnya Ivermectin ini memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pasien dengan proses kesembuhan yang sangat baik, saya kira itu kita sangat sambut baik dan menjadi berita baik dan menjadi kabar baik buat kita bersama," ungkapnya.

Kendati demikian ia mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan. Menurutnya langkah tersebut masih ampuh untuk mencegah penularan Covid-19.

"Jangan sampailah kita terkena Covid 19 dengan cara apa ya protokol kesehatan," tuturnya.

"Kita bareng-bareng berdoa kita sama-sama berdoa agar uji klinik terhadap obat ini bisa berjalan bisa sukses bisa efektif dalam rangka mengendalikan covid," imbuhnya.

Anggota Komisi IX DPR, Anas Tahir, mengomentari pula soal uji klinik Ivermectin. Dia memahami langkah BPOM tersebut sebagai ikhtiar agar bangsa Indonesia bisa sesegera mungkin menemukan obat terapi Covid-19.

"Saya kira langkah BPOM bisa dipahami. Sepanjang itu dilakukan dengan jujur, terbuka dan penuh kahati-hatian, dan yang terpenting harus bebas dari tekanan dan pengaruh eksternal baik politik, bisnis maupun kekerabatan," kata Anas kepada Republika, Selasa (29/6).

Ia mengatakan banyak negara lain yang sudah menggunakan Ivermectin sebagai obat Covid-19 seperti India, Peru, Ceko dan lain-lain. Penggunaan Ivermectin di negara-negara tersebut terbukti mampu menekan peningkatan covid secara signifikan.

"Bisa jadi BPOM melihat pengalaman negara-negara ini sebagai sebuah inspirasi untuk melakukan pengkajian lebih dalam melalui proses uji klinis yang bertangungjawab," ujarnya.






Baca Juga

BPOM namun meminta kepada seluruh masyarakat Indonesia agar tidak membeli Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter. BPOM menekankan pula agar masyarakat juga tidak melakukan pembelian obat ini melalui platform daring seperti e-commerce dan sejenisnya.

“Untuk kehati-hatian, BPOM meminta kepada masyarakat agar tidak membeli Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter, termasuk membeli melalui platform online,” ujar BPOM dalam sebuah pernyataan melalui jejaring sosial Twitter, dikutip Selasa (29/6)

BPOM juga menyampaikan sejumlah informasi terbaru terkait penggunaan Ivermectin. Pertama, di Indonesia, Ivermectin adalah obat yang terdaftar untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis).

Ivermectin tergolong sebagai obat keras yang tersedia dalam bentuk sediaan 12 mg. Obat ini biasanya diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg berat badan, dengan pemakaian satu tahun sekali.

Dalam beberapa publikasi global, Ivermectin telah digunakan untuk penanggulangan Covid-19. Meski demikian, ini hanya dapat dipergunakan dalam kerangka uji klinik, sebagaimana rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Guideline for Covid-19 Treatment yang dipublikasikan pada 31 Maret lalu.

Lebih lanjut, BPOM mengatakan bahwa pendapat yang sama juga diberikan oleh Otoritas Obat yang memiliki sistem regulatori yang baik, seperti United States Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicines Agency (EMA) karena data uji klinik yang ada saat ini belum konklusif menunjang penggunaan Ivermectin untuk Covid-19.

BPOM memahami bahwa Ivermectin telah digunakan di beberapa fasilitas pelayanan kesehatan untuk penanggulangan Covid-19. Karenanya, BPOM berupaya agar penggunaannya sejalan dengan rekomendasi WHO, yaitu mendukung pelaksanaan uji klinik Ivermectin untuk penanggulangan infeksi virus corona jenis baru.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan, uji klinik obat ini akan dilakukan pada pasien Covid-19 yang memiliki gejala ringan hingga sedang. Tim Ahli Balitbangkes Kemenkes, Pratiwi Sudarmono, mengatakan, uji klinik akan terbagi dalam fase 1, fase 2, dan fase 3.

"Penelitian mengambil sampel pasien Covid-19 bergejala ringan dan sedang," katanya. Uji klinik dilaksanakan di delapan rumah sakit di Indonesia.

Sebenarnya, penelitian mengenai obat ini telah diulas beberapa kali. Penelitian ini pun telah ditulis dengan sangat baik dan memperhatikan semua aspek uji klinik. Bahkan, puluhan publikasi mengenai Ivermectin juga diperiksa atau dipilih.

Lebih lanjut, Pratiwi mengaku mendapatkan data bahwa penelitian pre kliniknya ini sudah dilakukan di laboratorium dan terbukti bahwa pada dosis tertentu Ivermectin bisa membunuh virus Covid-19.

"Kami mengharapkan bahwa uji klinik akan memberikan data kepada kami mengenai baik atau buruknya Ivermectin ini terkait pengobatan Covid-19 untuk masyarakat Indonesia yang sedang terpapar virus ini," ujarnya.

Pelaksanaan uji klinik membutuhkan waktu selama tiga bulan dan ditambah dengan pengamatan selama sebulan. Pengamatan akan dilakukan selama 28 hari setelah Ivermectin diberikan selama lima hari untuk tahu bagaimana keamanan dan khasiatnya. Jadi, setelah Ivermectin diberikan kepada subjek uji klinik selama lima hari, kemudian diamati selama 28 hari dan setelah itu uji klinik pertama berlangsung selama tiga bulan.

Artinya, sebelum uji klinik dilakukan maka terlebih dahulu ada pengamatan selama sebulan. Kemudian, data akan didapatkan dalam beberapa pekan atau mid term interim report. 

Infografis Fakta Seputar Ivermectin - (republika.co.id)

 
Berita Terpopuler