Amnesty: Polisi Israel Tindas Warga Palestina

Polisi Israel tidak melindungi warga Palestina dari penindasan ekstremis Yahudi.

AP Photo/Mahmoud Illean
Polisi Israel berjaga-jaga pada demonstrasi oleh aktivis Israel untuk mendukung warga Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem timur, di mana puluhan keluarga menghadapi penggusuran paksa dari rumah mereka oleh pemukim Israel, Jumat, 28 Mei 2021.
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) Amnesty International menyatakan bahwa polisi Israel melakukan rangkaian pelanggaran terhadap warga Palestina di seluruh Israel dan daerah yang diduduki di Yerusalem Timur. Di antaranya adalah melanggar hukum terhadap pengunjuk rasa damai, penangkapan massal, menyiksa tahanan dan perlakuan buruk lainnya.

Seperti dilansir dari Wafa News, Jumat (25/6) organisasi tersebut melaporkan bahwa polisi Israel tidak melindungi warga Palestina di Israel dari serangan terencana oleh kelompok supremasi Yahudi bersenjata. Bahkan ketika rencana tersebut dipublikasikan sebelumnya dan polisi mengetahui atau seharusnya mengetahuinya.

 “Bukti yang dikumpulkan oleh Amnesty International memberikan gambaran yang memberatkan tentang diskriminasi dan kekerasan berlebihan yang kejam oleh polisi Israel terhadap warga Palestina di Israel dan di Yerusalem Timur yang diduduki,” kata Wakil Direktur untuk Timur Tengah dan Afrika Utara di Amnesty International, Saleh Higazi.

Polisi, jelas Amnesty, memiliki kewajiban untuk melindungi semua orang di bawah kendali Israel, apakah mereka Yahudi atau Palestina.  Sebaliknya, sebagian besar yang ditangkap dalam penumpasan polisi menyusul pecahnya kekerasan antar-komunal adalah warga Palestina,

Baca Juga

Adapun warga Yahudi Israel yang ditangkap diperlakukan dengan lebih lunak. "Supremasi Yahudi juga terus mengorganisir demonstrasi sementara Palestina menghadapi penindasan," katanya menambahkan.

Peneliti Amnesty mendokumentasikan lebih dari 20 kasus yang dibuktikan melalui 45 video dan bentuk lain dari media digital. Kasus kekerasan polisi Israel terjadi antara 9 Mei hingga 12 Juni. Pengunjuk rasa protes terhadap pengusiran paksa warga Palestina dari lingkungan Yerusalem Timur Sheikh Jarrah.

 “Pengusiran diskriminatif ini diatur sebagai tindakan pembalasan dan intimidasi untuk menghancurkan demonstrasi pro-Palestina dan membungkam mereka yang berbicara untuk mengutuk diskriminasi yang dilembagakan Israel dan penindasan sistemik terhadap Palestina,” kata Saleh Higazi.

Ratusan warga Palestina telah terluka dalam tindakan keras polisi, termasuk seorang anak laki-laki berusia 17 tahun dan seorang pria berusia 25 tahun yang ditembak mati.  Sebagian besar demonstrasi damai telah terjadi di kota-kota Israel dan Yerusalem Timur selama beberapa minggu terakhir.

Lebih dari 2.100 orang atau 90 persen dari mereka warga Palestina telah ditangkap. Sebagian besar ditahan karena diduga menghina atau menyerang seorang petugas polisi atau mengambil bagian dalam pertemuan ilegal. Sementara pemukim Israel sebagian besar dapat berorganisasi secara bebas.

“Beberapa warga negara Yahudi Israel yang ditangkap diperlakukan dengan lebih lunak.  Supremasi Yahudi juga terus mengorganisir demonstrasi sementara Palestina menghadapi penindasan," kata Higazi.

Setidaknya pada dua kesempatan di Haifa dan Nazareth, Amnesty melaporkan ada bukti polisi menyerang kelompok pemrotes Palestina yang tidak bersenjata tanpa provokasi. Sebuah insiden di antaranya saat seorang petugas polisi Israel menembak seorang gadis berusia 15 tahun di luar rumahnya di Sheikh Jarrah.

Kelompok hak asasi juga mendokumentasikan penyiksaan terhadap tahanan yang diikat, dipukuli dan dilarang tidur di kantor polisi di Nazareth dan di pusat penahanan Kishon.

“Kegagalan berulang polisi Israel untuk melindungi warga Palestina dari serangan terorganisir oleh kelompok supremasi Yahudi bersenjata dan kurangnya pertanggungjawaban atas serangan semacam itu memalukan. Dan menunjukkan pengabaian pihak berwenang terhadap kehidupan Palestina,” kata Direktur Amnesty Israel, Molly Malekar.

 

 
Berita Terpopuler