Mengapa Varian Baru Tingkat Penularannya Lebih Tinggi?

Viral load varian virus penyebab Covid-19 tidak lebih tinggi di saluran napas atas.

EPA-EFE/ANDY RAIN
Pasien Covid-19 dibawa menuju RS Royal London, Inggris, Senin (14/6). Peneliti di Inggris mencermati gejala Covid-19 kini berubah menyusul dominannya varian Delta.
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Sebuah penelitian dari Johns Hopkins School of Medicine, Amerika Serikat, menemukan dua varian baru SARS-CoV-2 tidak menunjukkan bukti menimbulkan viral load yang lebih tinggi di saluran pernapasan bagian atas penderitanya dibandingkan dengan kelompok kontrol. Meskipun begitu, dua varian tersebut mengkhawatirkan karena memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi.

Untuk mengidentifikasi lebih lanjut, para peneliti menyelidiki varian yang pertama kali teridentifikasi di Inggris (B.1.1.7) dan varian yang pertama kali teridentifikasi di Afrika Selatan (B.1.351). Mereka mengevaluasi apakah pasien menunjukkan viral load yang lebih tinggi dan dampaknya terhadap masa penularan dan penularan virusnya.

Baca Juga

Dalam penelitian itu, para peneliti memanfaatkan varian yang diidentifikasi menggunakan pengurutan seluruh genom (whole genom sequensing).
"Alasan mengapa varian ini menunjukkan transmisibilitas yang lebih tinggi belum jelas," kata Adannaya Amadi, penulis utama studi tersebut, dikutip dari Times now News, Rabu (23/6).

 

 

 

Namun demikian, peneliti menemukan fakta bahwa pasien yang terinfeksi varian ini cenderung tidak menunjukkan gejala dibandingkan dengan kelompok kontrol. Mereka yang terinfeksi varian tersebut juga tidak berisiko lebih tinggi untuk kematian atau perawatan intensif, melainkan hanya kemungkinan untuk dirawat di rumah sakit.

Gejala Covid-19 terkait varian Delta. - (Republika)



Peneliti sampai pada kesimpulan tersebut setelah menggunakan kelompok besar sampel untuk menunjukkan bahwa varian Inggris merupakan 75 persen dari virus yang beredar pada April 2021. Lebih lanjut, para peneliti membandingkan 134 sampel varian dengan 126 sampel kontrol dan akses ke informasi klinis pasien sehingga dapat mengorelasikan data genomik dengan penyakit klinis dan hasil.

Semua sampel kemudian menjalani tes tambahan untuk menentukan viral load mereka. Informasi tersebut dikaitkan dengan stadium penyakit dengan melihat hari-hari setelah dimulainya gejala yang menambah kejelasan dalam membandingkan pelepasan virus antarkelompok.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium penelitian Dr Heba Mostafa di Johns Hopkins School of Medicine, yang telah melakukan pengurutan genom lengkap SARS-CoV-2 skala besar untuk Negara Bagian Maryland dan menyumbangkan data ke angka pengawasan nasional yang bisa diakses masyarakat.

 
Berita Terpopuler