Apa Saja Makanan Sehat Selama Pandemi?

Ahli sebut makanan sehat bukan hanya satu jenis tetapi berupa padu padan makanan.

Pixabay
Ahli sebut makanan sehat bukan hanya satu jenis tetapi berupa padu padan makanan.
Rep: Farah Noersativa Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi membuat kita harus memberikan upaya perlindungan diri dari sisi kesehatan. Sumber makan yang sehat menjadi asupan yang penting untuk menjaga imunitas tubuh.

Menurut pakar gizi dari Royal Sport Performance Center Senayan City, Rita Ramayulis, makanan sehat merupakan padu padan makanan yang kita konsumsi bisa memenuhi gizi secara seimbang. Maka makanan sehat tak bisa hanya satu jenis saja untuk menghasilkan sejumlah gizi.

"Kita tidak bisa mengklaim satu jenis makanan itu makanan sehat atau tidak sehat karena tergantung kepada padu padannya yang kemudian menghasilkan sejumlah gizi yang bisa memenuhi gizi harian kita," jelas Rita kepada republika.co.id, Senin (21/6).

Di situasi pandemi, ada makanan sehat yang diutamakan untuk menghasilkan energi. Yaitu kombinasi makanan yang pada akhirnya akan menghasilkan protein yang lebih tinggi dan mikronutrien yang lebih tinggi.

Mikronutrien yang harus ditingkatkan adalah jenis bahan pangan yang memiliki peran sebagai antioksidan. Antioksidan, kata dia, ditemukan pada vitamin C dan beta karoten yang ada pada sayur yang berwarna dan berwarna putih. "Sayur yang berwarna lebih tinggi beta karotennya, sementara yang tidak berwarna mengandung vitamin C," kata dia.

Rita menekankan, jumlah sayur yang kita makan harus kita tambahkan porsinya. Jika sebelum pandemi kita dianjurkan untuk makan sayur dua hingga tiga porsi per hari, maka di masa pandemi bisa kita perbanyak sampai tiga hingga lima porsi per hari.

Antioksidan bisa kita dapatkan pula pada buah-buahan. Namun, tak semua buah bisa kita konsumsi karena kebanyakan mengandung karbohidrat glukosa atau gula, sehingga tak terlalu dianjurkan untuk ditambah porsi.

"Kalau kita banyak makan buah, konsekuensinya harus menurunkan asupan kalori dari sumber makanan pokok lainnya, supaya tidak terjadi kelebihan asupan energi," kata dia.

Sementara pada makronutrien terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, dan air. Dari keempatnya, yang berperan langsung membangun sistem sel-sel imunitas tubuh kita adalah protein. Jadi ketika kita membutuhkan daya tahan yang lebih tinggi maka kita harus memasukan protein yang lebih tinggi.

Baca Juga

"Makronutrien yang lain cukup, tapi protein harus tinggi," kata Rita

Protein itu sendiri terdiri atas dua kelompok, yaitu protein hewani dan protein nabati. Protein hewani (prohe) terdiri atas prohe yang tinggi lemak, sedang lemak, dan rendah lemak, serta ada prohe yang berasal dari susu dan hasil olahannya.

"Susu dan hasil olahan juga dibagi tiga bagian, susu dan hasil olahannya tanpa lemak, lemak cukup, dan lemak tinggi. Sementara protein nabati tidak ada pembagiannya," ujar dia.

Rita mengatakan, dari semua jenis protein, ada yang harus kita tingkatkan demi menaikkan imunitas tubuh tanpa memberikan efek samping. Adalah protein yang rendah lemak, sedang lemak, atau protein nabati.

Dia tak merekomendasikan konsumsi makanan yang berprotein hewani tinggi lemak dan protein susu yang tinggi lemak. Sebab, lemak yang berlebih justru bekerja sebaliknya dalam sistem pertahanan tubuh yang cenderung melemahkan imunitas.

Contoh makanan berprotein hewani lebih tinggi lemak adalah ayam dengan kulitnya, bebek, kornet, sosis, belut, daging babi, daging olahan seperti hotdog dan daging lembaran burger pun lebih baik tak dikonsumsi terlalu sering.

Sementara susu yang tak direkomendasi untuk diminum karena mengandung prohe tinggi lemak adalah susu full cream. Susu tinggi lemak, kata dia, boleh diminum sesekali asal dikombinasikan dengan yang lain.

Susu juga mengandung karbohidrat laktosa, namun jumlahnya sangat sedikit. Jumlah laktosa pada susu biasanya hanya 14 gram, merupakan jumlah yang sangat sedikit dari kebutuhan harian dari gula yaitu 450 gram.

Sebaliknya, jenis-jenis makanan yang disarankan adalah jenis dengan protein rendah lemak dan sedang lemak. Misalnya susu rendah lemak, ikan, ayam tanpa kulit, telur, dan protein nabati seperti tempe.

"Sementara tahu tak termasuk di dalamnya karena tahu melalui proses pengolahan yang panjang, jadi mungkin tahu terdapat tambahan kimia. Prohe pun tak sepadat yang ada pada tempe," kata Rita.

Sama dengan daging sapi steak yang sebenarnya mengandung prohe sedang lemak seperti daging sirloin dan tenderloin. Namun, daging ini mengalami pengolahannya dengan minyak yang cukup tinggi yang membuat tinggi lemak.

Seperti daging iga sapi, yang sebenarnya mengandung lemak sedang. Oleh karena pengolahannya dengan minyak yang banyak, maka daging iga sapi menjadi tinggi lemak.

 
Berita Terpopuler