Jerman Gelar Pelatihan Imam

Jerman mulai menggelar program pelatihan imam.

The National News
Muslim Jerman
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jerman mulai menggelar program pelatihan imam. Program ini merupakan upaya mengurangi ketergantungan dengan imam dari luar negeri. 

Baca Juga

Sebanyak 40 calon imam mengikuti kelas pertama mereka di Osnabrueck, Senin (14/6). Nantinya, para imam ini akan mengikuti pelatihan selama dua tahun dengan bahan ajar sebanyak 12.000 buku yang didatangkan dari Mesir.

 

Mereka yang mengikuti pelatihan ini minimal mengantongi ijazah sarjana teologi Islam atau diploma setara. Mereka juga mempresentasikan metode membaca Alquran, dakwah, dan praktik ibadah.

 

Dengan jumlah populasi 5,3 hingga 5,6 juta Muslim di Jerman atau 6,4 hingga 6,7 persen populasi, peran komunitas Muslim di Jerman begitu menonjol.

 

Untuk program pelatihan ini, pembiayaannya didanai oleh pemerintah federal dan otorital lokal Lower Saxony. Kanselir Angela Merkel mendukung pelatihan tersebut.

"Pelatihan ini akan membuat kita lebih mandiri di masa depan,"katanya.

 

 

 

 

Buatan Jerman

Saat ini, sebagian besar imam di Jerman menjalani pendidikan di luar negeri, utamanya Turki. Pembiayaan pelatihan ditanggung oleh Turki melalui Organisasi Islam-Turki (DITTIB) yang membawahi 986 masjid di Jerman.  Sisanya datang terutama dari Afrika Utara, Albania, dan negara-negara bekas Yugoslavia.

Para imam ini hanya menetap di Jerman selama empat atau lima tahun dengan memanfaatkan visa turis. Sayangnya, para imam ini hanya mengetahui sedikit tentang budaya setempat.

“Para imam ini tidak berbicara bahasa anak muda, yang seringkali bahkan tidak mengerti bahasa Turki dengan baik,” kata Etin, yang lahir di Berlin dari imigran Turki. 

“Sangat penting bagi para imam berhubungan dengan realitas masyarakat multikultural di mana orang Kristen, Yahudi, ateis, dan Muslim hidup berdampingan,” tambahnya.

 

 

Agenda politik

Menariknya, pengaruh Ankara telah menjadi pertanyaan komunitas Muslim Jerman. Opini yang berkembang, Ankara memiliki agenda politik di Jerman. Apalagi ketika kudeta terhadap Presiden Turki, Reccep Tayyib Erdogan oleh kelompok oposisi berhasil digagalkan. 

Pada 2017, polisi Jerman menggerebek rumah empat imam, anggota DITIB, yang dicurigai memata-matai lawan atau kritikus pemerintah Turki. Namun, pelatihan imam dengan dukungan dari negara Jerman dikritik karena bertentangan dengan hak komunitas untuk melatih para imam. 

Untuk alasan ini, DITIB dan Milli Görüş, organisasi Islam terbesar kedua di Jerman, memilih untuk tidak berpartisipasi dalam pendirian Sekolah Tinggi Islam Jerman, dengan DITIB meluncurkan program pelatihannya sendiri di Jerman tahun lalu.

"Milli Görüş percaya bahwa pelatihan para imam harus bebas dari pengaruh eksternal, terutama pengaruh politik”, Kata Sekjen Bekir Alta.

 

 

 

 
Berita Terpopuler