Sinyal Bahaya dari Kenaikan 50 Persen Kasus Aktif DKI

Kenaikan kasus di DKI sudah diiringi dengan kenaikan testing hingga 8 kali lipat.

Antara/Muhammad Adimaja
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan kepada media usai mengikuti apel bersama Penegakan Pendisiplinan PPKM Berskala Micro TA 2021 di Jakarta, Ahad (13/6/2021). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, apel kesiapan tersebut dilakukan terkait dengan adanya penambahan kasus COVID-19 di Jakarta yang tinggi dalam satu pekan terakhir yaitu dari 11.500 kasus aktif pada 6 Juni lalu menjadi 17.400 kasus aktif per Ahad (13/6/2021).
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Seperti sudah diperkirakan sebelumnya, menjelang akhir Juni lonjakan kasus Covid-19 akibat mobilitas penduduk pada masa Lebaran akan memasuki puncaknya. Kemarin (13/6), penambahan kasus harian Covid-19 hampir mencapai 10 ribu kasus, tepatnya di angka 9.868 kasus.

Dari penambahan tersebut, DKI Jakarta kembali menduduki peringkat pertama penyumbang angka tertinggi dengan 2.769 kasus. Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, kondisi penularan Covid-19 di Ibu Kota masuk kategori sangat mengkhawatirkan. Sebab, dia menyebut, kasus aktif virus corona meningkat drastis dalam sepekan terakhir.

"Beberapa hari ini kondisi di Jakarta amat mengkhawatirkan. Kita menyaksikan pertambahan kasus Covid-19 dengan lonjakan yang sangat tinggi," kata Anies di Lapangan Blok S, Jakarta Selatan, Ahad (13/6) malam.

Berdasarkan data pada 6 Juni 2021, angka kasus aktif Covid-19 sebesar 11.500 kasus. Kemudian, dia menjelaskan, dalam sepekan bertambah sebanyak 50 persen.

"Data menunjukkan bahwa di dalam satu minggu terakhir, kasus aktif di Jakarta tanggal 6 Juni 11.500, dan hari ini menjadi 17.400. Dalam waktu satu minggu mengalami pertambahan 50 persen," ungkap dia.

Positivity rate di DKI Jakarta juga melonjak, dari pekan sebelumnya sebesar sembilan persen menjadi 17 persen. Padahal, menurut dia, kemampuan testing yang dilakukan di Ibu Kota sudah empat kali lipat.

"Pekan ini ditingkatkan delapan kali lipat, tapi tetap positivity rate-nya tinggi. Ini menunjukkan di luar sana ada peningkatan kasus yang amat signifikan," tutur dia.

Ia pun menyampaikan, tingkat keterisian tempat tidur isolasi atau bed occupancy rate (RS) di rumah sakit rujukan Covid-19 mengalami lonjakan. Dia menuturkan, pada 5 Juni, tingkat keterisian tempat tidur sebesar 45 persen. Kini, meningkat menjadi 75 persen.

Menurut Anies,  kondisi ini merupakan dampak dari libur Lebaran pada Mei 2021 lalu. "Kita menghadapi gelombang baru peningkatan kasus Covid setelah musim libur Lebaran bulan lalu. Lonjakannya mulai dirasakan hari-hari ini, bukan hanya di Jakarta, melainkan di berbagai wilayah di Indonesia," ucap Anies.

Untuk menekan laju penyebaran kasus Covid-19, Anies mengatakan, pemerintah akan menambah fasilitas isolasi mandiri, seperti Rumah Susun (Rusun) Nagrak Cilincing, Jakarta Utara. Penambahan dilakukan apabila terjadi lonjakan pasien Covid-19 di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat.

"Kami akan menambah fasilitas isoman bekerja sama dengan pemerintah pusat dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), seperti Rusun Nagrak Cilincing, Wisma TMII, dan Wisma Ragunan yang nantinya akan digunakan sebagai fasilitas tambahan bila Wisma Atlet/RSD alami lonjakan orang yang harus ditangani," kata Anies.

Selain lokasi-lokasi yang disebutkan, Anies juga mengatakan telah menyiapkan rencana cadangan (backup plan) untuk memastikan setiap pasien Covid-19 bisa tertangani dengan baik. "Backup plan-nya sudah disiapkan," ujar Anies.





Baca Juga

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti, menjelaskan, Rusun Nagrak digunakan sebagai fasilitasi isolasi penderita Covid-19. Rusun Nagrak memiliki 14 tower yang terbagi atas tiga klaster. Tiap-tiap tower memiliki 16 lantai dengan 225 unit tempat tinggal dengan dua kamar. Rumah susun itu bisa menampung hingga 2.550 orang.

"Rusun Nagrak memiliki 14 tower, untuk Tower 1 sampai 5 akan difokuskan untuk lokasi isolasi pasien Covid-19 terkendali, Tower 6 sampai 10 masih dalam proses penghunian, sedangkan Tower 11 sampai 14 sudah terhuni," kata Widyastuti menjelaskan.

Ia mengatakan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta akan menggelar pelatihan prosedur standar operasi (SOP) penanganan pasien Covid-19 di bangunan-bangunan yang menjadi tempat karantina pasien. "Terdapat 58 tenaga petugas penyedia jasa lainnya perseorangan atau PJLP dari masing-masing tower yang akan dilatih oleh Dinas Kesehatan terkait SOP penanganan pasien Covid-19. Pelatihan akan dilaksanakan mulai Selasa (15/6) mendatang di Tower 3," katanya.

Dinas Kesehatan DKI Jakarta, menurut dia, juga membantu alur penerimaan atau evakuasi pasien Covid-19 dengan sistem zonasi guna meminimalkan potensi kontak antarpasien.

Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, ada beberapa penyebab terjadinya peningkatan kasus aktif Covid-19 di Ibu Kota. Salah satunya, kata dia, akibat mobilitas masyarakat saat mudik Lebaran, baik di dalam maupun luar kota.

"Ada beberapa penyebab, di antaranya masih ada peningkatan mudik Lebaran kemarin dampak dari juga interaksi semakin tinggi, dalam dan luar kota, karena (penyekatan) sudah dibuka," kata Ariza di Jakarta, Jumat (11/6).

Selain itu, Ariza menambahkan, mobilitas masyarakat yang datang dari luar negeri juga terjadi peningkatan dalam beberapa pekan terakhir. Namun, menurut dia, perilaku warga yang mulai abai terhadap penerapan protokol kesehatan pencegahan penularan virus corona juga menjadi salah satu penyebab melonjaknya kasus di Ibu Kota.  

"Tidak kalah penting sebagian masyarakat mulai kurang kontrol dan abai, mulai tidak hati-hati lagi, mungkin karena capek sudah setahun lebih (pandemi Covid-19)," ujarnya.

Meski demikian, Ariza kembali menegaskan bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir. Dengan begitu, ia meminta kepada seluruh masyarakat agar tetap melaksanakan protokol kesehatan dan tidak abai terhadap bahaya penularan virus corona.

"Sekali lagi kami ingatkan, perjuangan kita melawan pandemi ini belum selesai. Jadi, jangan lengah, jangan abai, jangan santai, harus sungguh-sungguh kita pastikan di lini terdepan di ruang-ruang kecil rumah sekalipun, di RT, RW, komunitas di mana saja tetap laksanakan protokol kesehatan," kata dia menjelaskan.

Ariza juga menyebut, saat ini tingkat keterisian rumah sakit (RS) rujukan pasien Covid-19 di DKI Jakarta telah mencapai 65 persen. Dia menuturkan, hal ini merupakan imbas adanya peningkatan jumlah kasus penularan virus corona di Ibu Kota.

Ia menjelaskan, hingga Kamis (10/6), tingkat keterisian rumah sakit di Jakarta mencapai 4.276 tempat tidur. Lalu, tempat tidur di ruang ICU sebanyak 630 unit atau 58 persen sudah digunakan.

Ariza mengatakan, jumlah rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta sebanyak 106 lokasi, puskesmas kelurahan (290 lokasi), puskesmas kecamatan (44 lokasi), dan tenaga kesehatan (144.700 orang). "Jadi, mohon perhatian bagi seluruh warga Jakarta beberapa hari ini terjadi peningkatan yang cukup tinggi terkait TT, ICU, dan yang terpapar Covid-19," ucapnya.

Waspada Kenaikan BOR di Rumah Sakit Khusus Covid-19 - (Republika)







Kasus Covid-19 di Jakarta dan daerah sekitar ibu kota meningkat. Oleh karena itu, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 dan pemerintah daerah (pemda) melakukan beberapa upaya, termasuk membuka Tower 8 Wisma Pademangan, Jakarta Utara, untuk pasien tanpa gejala (OTG) hingga menambah fasilitas tempat isolasi pasien.

"Untuk mengatasi peningkatan kasus, khususnya di DKI Jakarta dan daerah penyangga, pemerintah akan membuka Tower 8 di Pademangan untuk perawatan pasien OTG," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Ganip Warsito saat berbicara pada konferensi virtual BNPB bertema Kesiapan Antisipasi Lonjakan Kasus Pasca-Libur Lebaran, Ahad (13/6).

Ia menambahkan, saat ini tower tersebut ditempati tenaga kesehatan dan sesuai kebutuhan, maka nakes tersebut akan dipindahkan ke hotel terdekat. Apabila langkah ini telah dilakukan, dia melanjutkan, menambah 1.572 tempat tidur.

Kemudian, pada saat yang sama, dia melanjutkan, akan ada penambahan kapasitas per kamar di rumah sakit darurat Covid-19 Kemayoran, Jakarta Pusat, menjadi tiga tempat tidur dari sebelumnya hanya dua tempat tidur. Dengan demikian, penambahan kapasitas tempat tidur ini bisa menambah 2.000 tempat tidur di rumah sakit darurat Covid-19 (RSDC).

"Dengan demikian, kapasitas RSDC Kemayoran dapat meningkat dari kondisi sekarang sebanyak 5.994 tempat tidur menjadi 9.566 tempat tidur," katanya.

Tak hanya itu, dia melanjutkan, pihaknya bersama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mulai mengoperasikan fasilitas isolasi terkendali bagi pasien tanpa gejala di rusun Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara. Ia menyebutkan, fasilitas isolasi terkendali di Nagrak terdiri dari lima tower yang masing-masing  gedung terdiri atas 16 lantai sehingga nantinya bertambah 2.550 tempat tidur. Ia menambahkan, Satgas akan membantu mengisi kebutuhan velbed di rusun Nagrak secara bertahap.

"Saat ini sudah dikirimkan 900 velbed dan nanti akan kembali dilengkapi, sesuai dengan kapasitas tempat tidur yang ada di sana. Dengan demikian, RSDC akan memiliki kapasitas 12.116 tempat tidur," ujarnya

Ia menyebutkan, penambahan kasur ini sebanyak 6.120 tempat tidur atau sebesar 102 persen. Tak hanya Satgas, ia menyebutkan Pemprov DKI Jakarta juga menyiapkan tempat isolasi OTG milik Pemda DKI Jakarta ini, termasuk di Nagrak.

Kemudian, dia melanjutkan, tempat isolasi di daerah penyangga, seperti Bekasi, Depok, Bogor, dan Tangerang Selatan akan diaktifkan lagi. Ini dilakukan karena tambahan ruang isolasi untuk pasien OTG dibutuhkan. Kini, dia melanjutkan, pemda di daerah penyangga Jakarta masih terus berkoordinasi dengan Satgas.

Ahli epidemiolog FKM Universitas Indonesia, Pandu Riono, meminta pemerintah segera mengisolasi wilayah-wilayah yang disinyalir terdapat penularan Covid-19 parah. Ibarat kebakaran, kata Pandu, daerah seperti Kudus, Bangkalan, Bandung, dan wilayah lain yang terdapat penularan parah sudah terlanjur terbakar hebat. Tugas pemerintah adalah mencegah api merembet cepat ke daerah lain. Meski langkah pemerintah terbilang terlambat, kata dia, mencegah infeksi meluas tetap harus dilakukan.

"Masih banyak rumah-rumah lain yang belum 'kebakar'. Mencegah perluasan 'kebakaran', pertama, pada wilayah-wilayah yang beban kasus tinggi, kayak Kudus, Madura langsung isolasi. Langsung isolasi seminggu. Bukan karantina, isolasi saja," kata Pandu kepada Republika.co.id, Ahad (13/6).

Isolasi yang dimaksud Pandu adalah menutup pintu masuk ke daerah-daerah dengan kasus tinggi. Dengan demikian, tidak ada mobilitas warga yang keluar atau masuk dan berisiko membawa virus mutan Covid-19. Daerah yang jadi sasaran isolasi, kata dia, adalah daerah dengan tingkat keterisian rumah sakit 50 persen ke atas.

"Kalau virus mutannya keluar dari wilayah yang di situ makin banyak, ya luber lah ke seluruh Jawa Tengah, Jawa Timur. Makin sulit terkendali. Mumpung masih di satu wilayah, kerjakan di situ. Testing, lacak, isolasi, vaksinasi di situ selama seminggu kerja keras," kata Pandu.

Pandu sendiri menyesali kebijakan pemerintah yang terkesan tidak memahami konsep penanganan pandemi. Misalnya, kata dia, warga Kudus yang terkonfirmasi positif Covid-19 justru dirawat di fasilitas isolasi di Solo atau Semarang.

"Yang sakit malah dikirim ke luar, dirawat di Solo di Semarang. Ya sudah, virusnya ke mana-mana. Mereka ini tidak paham apa yang perlu dilakukan bahwa kita harus meng-containment, kita kurung supaya tidak lari keluar dari wilayah tertentu," ujar Pandu.

Pandu sendiri menyadari bahwa pemerintah selalu mempertimbangkan aspek ekonomi. Hanya saja, untuk saat ini lebih penting menyetop penularan agar pandemi terselesaikan secara tuntas secepat-cepatnya. Semakin cepat pandemi rampung, kata dia, maka semakin cepat pula ekonomi bisa kembali dipulihkan.

"Semakin cepat beres, semakin bisa dibereskan ekonominya. Bukan berarti ekonomi tidak dibereskan lho ya, tapi ditunda dulu supaya nanti, supaya jangan digerogoti lagi," kata Pandu.

Pandu melihat ada tiga faktor yang berkontribusi pada lonjakan kasus Covid-19 pasca-Lebaran. Pertama, adalah perilaku masyarakat yang memang sudah longgar dalam menjalankan protokol kesehatan. Terutama, tingginya pergerakan warga saat libur Lebaran.

"Tapi, tidak bisa kan hanya menyalahkan masyarakatnya. Karena, kebijakannya ada di pemerintah. Dan, kebijakannya tumpang-tindih. Tidak boleh ini, tapi boleh yang lain. Masyarakat jadi bingung. Kalau mau melarang, ya sekalian larang semua," ujar Pandu.

Faktor kedua, kata Pandu, adalah pemerintah yang sejak awal lambat dalam mengendalikan Covid-19. Dalam melihat lonjakan kasus di sebuah daerah misalnya. Menurut Pandu, sudah saatnya pemerintah menarik kesimpulan bahwa sebaran mutasi virus Covid-19 sudah luas tanpa perlu harus menunggu uji melalui whole genome sequencing.

"Ini seharusnya cepat dilihat, kok tiba-tiba di satu kota tinggi sekali angkanya. Banyak petugas nakes yang sudah divaksinasi kok banyak yang kena walau belum ada datanya, sudah harus berani ke arah sana. Jangan hanya bisa menunggu hasilnya," kata Pandu.

Sementara, faktor ketiga yang menyumbang lonjakan kasus Covid-19 adalah cakupan vaksinasi terhadap kelompok berisiko yang tingkatnya masih rendah. Kelompok berisiko yang dimaksud Pandu adalah tenaga kesehatan dan warga lansia. Pemerintah, ia menambahkan, justru terlampau fokus melakukan vaksinasi untuk kelompok yang tidak terlalu berisiko bila tertular Covid-19.

"Tapi, kan masih rendah banget. Yang divaksinasi itu kelompok-kelompok yang sebenarnya tidak butuh cepat. Masih bisa ditunda," ujarnya.


 
Berita Terpopuler