Menangkap Sinyal dari Kedekatan Megawati-Prabowo

Pengamat nilai duet Prabowo-Puan Maharani paling mudah diwujudkan.

Republika/Prayogi
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memberikan salam kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Nawir Arsyad Akbar, Fauziah Mursid, Antara

Hari ini, Presiden RI kelima, Megawati Soekarnoputri, mendapat gelar profesor kehormatan atau guru besar tidak tetap dari Universitas Pertahanan (Unhan). Dalam kesempatan tersebut, Mega secara khusus menyebut nama Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

"'Saya mengucapkan terima kasih kepada Mendikbud Ristek Bapak Nadiem Anwar Makarim dan juga kepada Menhan RI Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Prabowo Subianto Djojohadikusumo atas kepercayaan yang diberikan kepada saya," kata Megawati saat menerima gelar profesor, Jumat (11/6).

Mega mengatakan, pemberian gelar diterima dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Dia mengatakan, hal itu akan digunakan untuk pengabdian kepada bangsa dan negara terutama di dalam memperkuat tradisi intelektual di dalam seluruh aspek kehidupan. Dia mengatakan, kepemimpinan strategik tidak diukur dari keberhasilan di masa lalu.

Menurutnya, hal itu harus berkorelasi dengan masa kini sekaligus melekat tanggung jawab untuk masa depan. "Di sinilah keberhasilan kepemimpinan strategik harus mampu menghadirkan keberhasilan yang linear di masa lalu, masa kini, dan keberhasilan di masa yang akan datang," katanya.

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menjelaskan, dalam perspektif kekinian, kepemimpinan strategik setidaknya dihadapkan pada tiga perubahan besar yang mendisrupsi kehidupan manusia. Pertama, perubahan pada tataran kosmik sebagai bauran kemajuan luar biasa ilmu fisika, biologi, matematika dan kimia.

Kedua, revolusi di bidang genetika yang bisa mengubah keseluruhan landscape tentang kehidupan ke arah yang tidak bisa dibayangkan dampaknya. Ketiga, kemajuan di bidang teknologi realitas virtual.

Menurutnya, ketiga perubahan di atas hadir dalam realitas dunia yang masih diwarnai berbagai bentuk ketidakadilan akibat praktik "penjajahan gaya baru”, namun tetap pada esensi yang sama. Yakni perang hegemoni, perebutan sumber daya alam dan perebutan pasar diikuti daya rusak lingkungan yang semakin besar.

"Hubungan antarnegara dalam perspektif geopolitik, juga menunjukkan pertarungan kepentingan yang sama, bahkan kini semakin meluas. Atas nama perang hegemoni lingkungan dikorbankan. Perubahan teknologi dalam ketiga aspek tersebut justru memperparah eksploitasi terhadap alam," katanya.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yang namanya disebut Megawati memang turut hadir ke sidang senat terbuka. Sebelumnya Prabowo juga mendampingi Megawati saat peresmian patung Bung Karno di halaman Kementerian Pertahanan RI, Ahad (6/6). Keduanya menekan tombol sirene tanda peresmian patung Bung Karno tersebut.

Dalam sambutannya, Megawati yang pernah berpasangan dengan Prabowo di pencalonan pemilu presiden 2009 lalu itu, juga mengucapkan terima kasih atas dibuatnya patung Bung Karno. Ia secara khusus juga menyampaikan rasa penghormatan kepada Prabowo yang ia sebut sebagai sahabat.

"Atas nama pribadi dan keluarga besar Bung Karno saya mengucapkan terimakasih dan penghormatan secara khusus kepada bapak Prabowo Menteri Pertahanan RI dan sekaligus sahabat saya atas peresmian patung Bung Karno ini," kata Megawati.

Peresmian Patung Bung Karno ini bersamaan dengan momentum hari kelahiran Sang Proklamator ke-120 tahun. Megawati dalam sambutannya menyampaikan, atas nama keluarga besar Bung Karno mengucapkan terimakasih atas penghormatan yang diberikan kepada ayahnya tersebut.

"Kebetulan, peresmian Patung Bung Karno bertepatan pada peringatan
hari kelahiran beliau yang ke 120 tahun. Jadi sungguh menurut kami keluarga, sangat istimewa," kata Megawati.

Pada Pemilu 2009, Megawati dan Prabowo pernah maju bersama sebagai pasangan capres cawapres. Namun ada Pemilu 2014 dan 2019, Megawati dan Prabowo berada di kubu yang berlawanan karena Megawati mendukung Joko Widodo, sedang Prabowo maju sebagai calon presiden.

Kedekatan Megawati dan Prabowo memantik pertanyaan apakah keduanya akan kembali berkoalisi di Pilpres 2024. Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengaku tak mempermasalahkan adanya pendapat yang ingin memasangkan Megawati-Prabowo. Namun ia menjelaskan, hal-hal terkait koalisi untuk Pilpres 2024 belumlah diputuskan.

"Kalau di Gerindra sendiri soal koalisi belum diputuskan dan kebiasaan kami ada forum yang khusus untuk itu dan biasanya juga tidak diawal-awal," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (11/6).

Sedangkan mantan Sekjen PDIP, Tjahjo Kumolo, mengatakan, hanya waktu yang bisa menjawab apakah duet Megawati dengan Prabowo bisa kembali terjadi. "Tak bisa berandai-andai, tunggu tanggal mainnya saja," ucap Tjahjo yang juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) usai rapat kerja dengan Komisi II DPR, Selasa (8/6).




Baca Juga

Meski kemungkinan berkoalisi Megawati dan Prabowo sedang santer disebut, namun duet Prabowo dengan Puan Maharani dinilai lebih mungkin diwujudkan. Hal itu disampaikan oleh Direktur Lembaga Survei dan Polling Indonesia (SPIN), Igor Dirgantara.

"Prabowo-Puan. Pasangan ini paling mungkin diwujudkan dan dinilai cocok karena faktor usia (tua-muda), jenis kelamin (pria-wanita), serta latar belakang militer-sipil," kata Igor, Kamis (10/6).

Namun, menurut dia, dari duet tersebut belum bisa diprediksi mengenai siapa yang menjadi capres ataupun cawapres. Itu karena masing-masing punya kelebihan tersendiri untuk ditempatkan sebagai capres.

"Salah satu kendala dari pasangan ini adalah pandangan bahwa PDIP sebagai parpol pemenang pemilu dengan 128 kursi di parlemen apa mau memosisikan kandidatnya di posisi RI-2? Jawabannya tentu bisa, mengingat elektabilitas Prabowo yang jauh lebih tinggi, begitu juga dengan pengalamannya," ujar dia.

Dia melanjutkan, bisa saja nanti dilakukan redefinisi ulang Perjanjian Batu Tulis. Dia menjelaskan, jika Batu Tulis 2009 (jilid I) ada klausul bahwa Prabowo sebagai cawapres Megawati akan didukung oleh PDIP maju sebagai capres 2014. Namun, hal itu akhirnya batal karena akhirnya PDIP mencalonkan Joko Widodo (Jokowi).

"Maka kebalikannya, Batu Tulis 2024 (jilid II) juga bisa dibuat klausul bahwa jika Puan Maharani menjadi cawapres Prabowo pada 2024, maka Gerindra gantian mendukung pencalonan Puan Maharani sebagai capres pada 2029 berikutnya," tuturnya.

Keyakinan ini juga disampaikan kalangan milenial. Sekretaris Jenderal Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI), Arip Nurahman, mengatakan, jika nantinya Prabowo jadi capres, Puan adalah pasangan duet yang ideal karena memiliki berbagai pengalaman di tingkat nasional.

“Jika Pak Prabowo disiapkan jadi capres, Mbak Puan adalah pasangan yang pas  mendampingi sebagai cawapresnya, usia Mbak Puan relatif muda, namun sarat dengan pengalaman,“ ujarnya.

Prabowo saat ini dinilai sebagai pemimpin partai dengan elektabilitas paling tinggi. Survei Arus Survei Indonesia (ASI) terkait elektabilitas petinggi partai politik yang menjadi kandidat calon presiden atau calon wakil presiden menempatkan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, masih menjadi petinggi partai teratas dengan elektabilitas 14 persen.

"Agus Harimurti Yudhoyono 13,2 persen, A Muhaimin Iskandar 10,2 persen merupakan figur dari klaster pimpinan partai yang paling layak jadi capres-cawapres 2024," ujar Direktur Eksekutif ASI, Ali Raf'an, dalam rilis daringnya, Selasa (8/6).

Di bawah Muhaimin Iskandar, ada nama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (9,2 persen), Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Puan Maharani (8,0 persen), dan Ketua Partai Nasdem Surya Paloh (7,7 persen). Kemudian, ada nama Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu (6,7 persen).

"Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sama, yaitu 3,5 persen," ujar Ali.

Sementara, peserta survei yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab sebanyak 24,0 persen. Ali mengatakan, belum ada sosok pimpinan partai yang memiliki elektabilitas yang dominan di atas 15 persen.

"Temuan survei nasional ini menyimpulkan bahwa terkait kontestasi Pilpres 2024 belum ada figur dengan elektabilitas dominan dan eksponensial," ujar Ali.

Dalam survei tersebut, ASI menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah responden sebanyak 1.000 orang. Dengan margin of error kurang lebih sebesar 3,10 persen pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.

Pengambilan data survei dilakukan pada 1 hingga 7 Mei 2021 dengan cara mewawancarai para responden melalui telepon. Nomor telepon responden dalam survei ini didapat dari database ASI dalam rentang tiga tahun terakhir.

 
Berita Terpopuler