Fatwa di Uzbekistan: Kematian karena Mengebut Itu Bunuh Diri

Ulama Uzbekistan mengeluarkan fatwa terkait aksi kebut-kebutan di jalan raya.

Uttiek M Panji Astuti
Salah satu sudut kota di Uzbekistan.
Rep: Rizky Suryandika Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, TASHKENT -- Dewan Muslim Uzbekistan (MBU) mengeluarkan fatwa terkait aksi kebut-kebutan di jalan raya. MBU menyatakan, kematian yang disebabkan aksi kebut-kebutan sama dengan bunuh diri.

Baca Juga

Dilansir dari Eurasianet, Jumat (4/6), MBU dalam pernyataan resminya menjelaskan peraturan lalu lintas juga bersinggungan dengan hukum Islam. Karena, hal ini dianggap sebagai aturan untuk hidup dalam masyarakat.  

MBU menyebut mematuhi aturan berkendara selaras dengan tujuan hukum syariah, yakni menyelamatkan nyawa dan melindungi harta benda. Karena itu, hal ini merupakan wilayah peraturan yang sejalan dengan otoritas agama.

Organisasi Ulama Uzbekistan tersebut mengatakan kegagalan pengemudi untuk mempelajari peraturan dan pengalaman yang diperlukan dapat membahayakan hidup mereka dan orang lain. Dengan begitu, mereka yang melakukan hal tersebut bisa mendapat dosa.

 

Fatwa itu muncul di tengah isu yang ramai tentang keselamatan berkendara setelah beberapa tragedi di jalan baru-baru ini di Uzbekistan. Tabrakan antara dua mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi di wilayah Qashkadaryo pada 7 Mei langsung menyebabkan kematian tujuh orang, termasuk dua anak. 

Kejadian-kejadian mengerikan seperti itu berulang secara teratur. Seperti kejadian enam orang tewas dalam kecelakaan di wilayah Ferghana pada 10 Mei. 

Sehari kemudian, sebuah kecelakaan di Karakalpakstan, sebuah wilayah semi-otonom di Barat, merenggut enam nyawa lagi. Di Angren, dekat Tashkent, tujuh orang lagi tewas pada 24 Mei dalam kecelakaan yang dikatakan disebabkan oleh kelalaian pengemudi.

Kementerian Dalam Negeri mengatakan bahwa 1.962 orang meninggal dalam kecelakaan di jalan pada 2020. Jumlah ini turun dari 2.094 pada 2019, meskipun tahun lalu melihat lalu lintas jauh lebih sedikit di jalan sebagai akibat dari pembatasan Covid-19. 

 

Sebagian besar kematian di jalan disebabkan oleh kecepatan berlebih. Kode lalu lintas secara teoretis menetapkan batas kecepatan di daerah berpenduduk hingga 70 kilometer per jam dan 100 kilometer per jam di jalan terbuka, tetapi batas itu sebagian besar dilanggar.

Sebuah petisi telah di-posting online pada April yang mengusulkan untuk menurunkan batas kecepatan di daerah pemukiman hingga 30 kilometer per jam di dekat tempat-tempat seperti sekolah.

Namun, upaya pengumpulan tanda tangan hanya mencapai sepersepuluh dari 10 ribu targetnya. Ini menjelaskan bahwa pengemudi Uzbekistan menyukai kecepatan.

Di Tashkent, kerabat muda kaya dari elite dikatakan sering terlibat dalam balapan berkecepatan tinggi. Bukan hal yang aneh melihat kendaraan-kendaraan bertenaga besar menerobos tengah-tengah ibu kota dengan kecepatan luar biasa, bahkan pada tengah hari. Tidak terlihat jelas bahwa polisi berada dalam posisi untuk mengambil tindakan.

 

Di jalan raya negara itu, polisi lalu lintas telah menjadi barang langka dalam beberapa tahun terakhir dan banyak pengendara dengan bebas melanggar peraturan ketika mereka tahu mereka bisa lolos begitu saja. 

 

Kode solidaritas di antara pengemudi adalah kebiasaan bagi pengendara untuk memperingatkan satu sama lain dengan menyalakan lampu depan mereka ketika perangkap kecepatan dadakan dipasang di sepanjang jalan. Alkhaledi Kurnialam

 
Berita Terpopuler