Hamas akan Tetap Tolak Tunduk ke Israel, Ini Alasannya  

Hamas menegaskan perlawanan terhadap Israel tetap berjalan

EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Hamas menegaskan perlawanan terhadap Israel tetap berjalan. Pejuang brigade Izz ad-Din al-Qassam, sayap militer Hamas.
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Ekonomi Gaza telah lumpuh sejak blokade diberlakukan dan dihentikannya bantuan asing ke Gaza.

Baca Juga

Menurut Bank Dunia, pengangguran di Gaza mencapai 52 persen dan kemiskinan merajalela. Di tengah situasi yang sangat sulit ini, militer Israel yang jauh lebih superior melancarkan tiga serangan ke Gaza sejak 2008, menyusul kemenangan Hamas di Pemilu 2006 yang demokratis.

Perang terakhir pada 2014 lebih jauh menghancurkan infrastruktur Gaza yang rapuh, mendorong PBB memperingatkan bahwa Gaza tak dapat dihuni lagi pada 2020. 

Hamas dan Jihad Islami yang mendominasi Jalur Gaza memang tidak mau tunduk dan bergabung dengan Otoritas Palestina di bawah Presiden Mahmoud Abbas dari Fatah yang memerintah Tepi Barat walaupun berbagai negara Arab, terutama Mesir dan Arab Saudi, telah berulang kali mengusaha kan rekonsiliasi di antara mereka.

Hamas dan Jihad Islami bahkan tetap mempersenjatai diri. Tetapi sikap kedua faksi bisa dimaklumi mengingat tidak ada tanda-tanda Israel mau berdamai dengan Palestina berdasarkan Resolusi DK PBB 242 dan 338 serta Kesepakatan Oslo 1993.  

Sejak April 2014, proses perdamaian Israel Palestina macet total. Israel memang tidak ingin memerdekakan Palestina dengan wilayah Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina merdeka. Dan posisi Israel didukung  Amerika Serikat. 

Sementara Otoritas Palestina kini mandul. Abbas menolak pengakuan Washington atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel, tetapi tak dapat berbuat apa-apa.

Bahkan, Otoritas Palestina kian lemah setelah Amerika Serikat menutup kantor Organisasi Pembebasan Palestina di Washington, menghentikan bantuan kepada jutaan pengungsi Palestina, dan menghentikan bantuan sosial bagi Palestina.

Dalam situasi seperti ini, tidak masuk akal mengharapkan Hamas dan Jihad Islami tun duk pada sikap Otoritas Palestina dan Israel. 

Pembangkangan Hamas dan Jihad Islami atas Kesepakatan Oslo juga bisa dimengerti. Kesepakatan itu merupakan tipu muslihat Israel untuk menguburkan cita-cita Palestina memiliki negara merdeka.

Kesepakatan mengharuskan Otoritas Palestina menjaga keamanan di kantong-kantong Palestina di Tepi Barat yang dikontrolnya.

Kewajiban ini kalau diikuti dengan ketaatan Israel pada kesepakatan, masuk akal. Faktanya, Abbas harus merepresi warga Palestina yang menyuarakan aspirasi terkait penindasan Israel.

Kenyataan ini membuat Hamas dan Jihad Islami tetap memegang senjata untuk men cegah tentara Israel sesuka hati masuk ke permukiman Palestina untuk menangkap atau membunuh warga yang dicurigai melanggar norma yang ditetapkan Israel. Juga untuk memiliki posisi tawar vis a vis Israel. Disayangkan, Amerika Serikat tetap mendukung dan melindungi Israel lepas dari apa pun yang dilakukan terhadap Palestina.

Sikap Amerika Serikat inilah yang membuat masalah Palestina menggantung sampai sekarang walaupun telah berusia seabad. Hamas dan Jihad Islami yang bersenjatakan rudal rakitan yang lemah ditetapkan sebagai kelompok teroris karena melawan Israel.

Israel yang melakukan terorisme negara secara terang-terangan dan menerapkan politik Apartheid terhadap Palestina dianggap wajar karena dikatakan 'hanya membela diri' demi mempertahankan negara demokratis. Ini indoktrinasi Amerika Serikat dan Israel.

Dalam bukunya Pirates dan Emperors, Noam Chomsky mengecam AS dan Israel sebagai negara teroris utama di dunia. Dalam perang saat ini, pasti Israel akan membunuh lebih banyak orang Palestina dan meng hancurkan Gaza lebih jauh.

Namun, itu tidak akan membuat per lawanan Palestina berhenti. Gaza dan Tepi Barat hanya akan tenang kalau hak-hak fundamental Palestina ditegakkan. 

 

 

*Naskah opini Smith Alhadar Penasihat pada Indonesian Society for middle East Studies (ISMES), Harian Republika, 2019

 
Berita Terpopuler