Mualaf Delfano, Dulu Pembenci Adzan Kini Rindu Makkah

Delfano merasakan kenikmatan saat sholat di Masjidil Haram.

Dok Istimewa
Delfano merasakan kenikmatan saat sholat di Masjidil Haram.
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Delfano menceritakan kisah mualafnya di channel Youtube milik sahabatnya @cahhijrah. Fano mulai dikenal sebagai youtuber asal Semarang berduet dengan sahabatnya Iyok. 

Sebelum menjadi Youtuber, Fano, begitu akrab disapa, menjalankan bisnis travel umroh bersama kakaknya. Namun, bisnisnya terhenti karena bermasalah terkait visa.  

Namun, melalui bisnis inilah Fano mendapatkan hidayah. Sejak 2015, setelah mengelola satu cabang travel di Semarang, Fano memiliki ketertarikan untuk mempelajari Islam. 

Dia melihat jamaah umroh dengan penasaran. Karena bagi dia, mereka aneh dengan uang banyak rela mengantre dan berkali-kali berangkat hanya untuk sholat di Tanah Suci dan ritual yang mirip.  

Fano bertanya-tanya mengapa mereka tidak memilih ke tempat lain yang bisa jadi tempatnya lebih indah dan lebih menarik. Meski demikian, dia selalu bersyukur dan berharap perjalanan umroh  jamaah yang didampinginya lancar sejak berangkat hingga kembali ke Tanah Air. 

Setelah memperhatikan jamaah kemudian sering ikut manasik, ketertarikan tersebut belum sampai membuatnya yakin untuk bersyahadat. Selama empat tahun, Fano masih mempelajari Islam. 

Pernah satu ketika saat berkumpul bersama teman-temannya yang Muslim, adzan telah berkumandang. Namun, mereka tak beranjak sholat, hanya satu temannya yang memang sangat taat yang langsung mengambil air wudhu. 

"Saya ingatkan teman yang lain untuk sholat. Namun, mereka pura-pura tak mendengar, kemudian saya ingatkan kembali kalau sudah diingatkan pura-pura tidak mendengar, maka dosanya besar. Mereka kemudian khawatir dan langsung beranjak sholat," kata pria kelahiran Jawa Tengah, 6 Agustus 1994 ini.  

Fano kemudian diajak berwudhu, meskipun dia belum bersyahadat. Teman-temannya pun berharap dia memeluk Islam.  

Setelah kejadian itu, waktu pun berlalu sampai satu malam pada Oktober 2019 hatinya mulai resah. Ada rasa kerinduan akan sosok Tuhan dalam hidupnya yang terasa kosong.  

Sebelum mualaf, Fano mengaku tidak meyakini agama apa pun juga tidak menjalankan ibadah. Begitu juga selama dia mempelajari Islam sejak 2015 tersebut.

 

 

 

 

  

Setelah tiba pada malam itu, Fano gelisah dan merasa depresi kemudian menghubungi teman-temannya. Tetapi, tidak ada yang datang ke rumah.  

Fano memutuskan untuk menyetir seorang diri berkeliling dan tebersit bahwa yang dia butuhkan saat itu adalah Allah SWT. Dia kembali ke rumah dan menghubungi sahabat yang diakuinya adalah orang yang taat beribadah.  

Temannya kemudian datang dan keduanya berdiskusi. Setelah yakin Fano kemudian bersyahadat di hadapan temannya di rumah. Mereka terus melanjutkan diskusi tentang Islam hingga subuh tiba. Teman Fano yang bernama Benny ini kemudian mengajaknya untuk sholat Subuh di masjid 

Saat itu adalah sholat pertamanya setelah menjadi mualaf. Meski dia sebelumnya bukan Muslim, Fano telah hafal surat al Fatihah.  

Setelah bersyahadat, Fano kemudian bersyahadat kembali secara resmi di Masjid at-Taufiq Semarang bersama Komunitas Cah Hijrah. Setelah memeluk Islam, Fano rutin mengikuti kajian di masjid tersebut.  

Bersyukur, setelah mualaf, Fano juga mendapatkan panggilan Allah untuk umroh tepat lima hari sebelum Arab Saudi menetapkan //lockdown// karena pandemi Covid-19. 

 

Fano menceritakan pengalamannya ketika umroh. Ada rasa yang berbeda meski sebelumnya dia sering berkunjung. Tapi, kali ini dia pergi ke Tanah Suci untuk beribadah bagi dirinya sendiri bukan sebagai pendamping.  

"Ada kenikmatan saat sholat yang rasanya berpuluh kali lipat ketika hanya sholat di rumah, pengalaman ini saya rasakan saat sholat di Masjidil Haram," kata dia menjelaskan.  

Rasa haru dan hati bergetar selalu Fano rasakan ketika sholat di Masjidil Haram, terutama saat Sholat Subuh. Ada kerinduan menanti suara adzan, berbeda ketika Fano belum menjadi Muslim. 

"Aku sempat menghina adzan dan menganggap adzan itu sangat mengganggu. Adzan terlalu berisik bagi aku dahulu, tetapi kini suara adzan adalah suara yang aku rindukan," ujar dia. 

Begitu juga ketika puasa Ramadhan pertama kali. Sebelum menjadi Muslim, Fano juga pernah menjalankan puasa Ramadhan walaupun tidak penuh selama satu bulan.  

Saat itu hanya untuk kebutuhan konten dan ingin bertoleransi merasakan apa yang dirasakan umat Islan saat puasa. Tetapi, setelah menjadi Muslim berbeda.  

Ada rasa tanggung jawab dan kewajiban untuk menjalankan sesuai ajaran Islam. Bahkan, Fano lebih menunggu-nunggu waktu dimulainya berpuasa dibandingkan berbuka puasa itu sendiri.  

"Aku sudah tidak berpuasa sejak usia satu tahun, saat itu pertama kali berpuasa tentu sesuatu yang ditunggu, jika tidak ada kewajiban batal, mungkin aku bisa melanjutkan berpuasa," ujar dia. 

Ketika sahur dan berbuka, Fano harus menyiapkan makanan seorang diri. Karena mamanya sedang menemani kakak perempuannya yang sedang hamil, Fano memutuskan memasak. 

Hidup yang sulit pada masa kecil, tapi kini memiliki segalanya, Fano tetap hidup sederhana. Nasi kecap dan telur goreng masih menjadi makanan favorinya hingga kini.  

Pengalaman menyenangkan juga dirasakannya saat pertama kali Idul Fitri. Bersyukur keluarga yang yang berbeda agama bisa menerima pilihan hidupnya sehingga saat Idul Fitri, Fano bisa berkumpul dengan keluarga.   

Saat pertama kali membahas agama dengan mama, ada keraguan dan kekhawatiran. Karena, dia khawatir mamanya tidak akan menerima keputusan dan menyakitinya 

Namun, Fano mengakui mamanya berpikiran terbuka. Terbukti dengan kakaknya Junio Charies yang lebih dahulu memeluk Islam. 

"Mama sedih dan kecewa saat tahu aku menjadi Muslim, dia kaget, tapi saya serahkan kepada Allah, bersyukur, keesokan harinya mama mau menerima aku menjadi Muslim dan mama tetap sayang denganku," ujar dia. 

Pada 2020, merupakan tahun pertama Fano menjalankan segala hal kewajibannya sebagai Muslim. Meski terkendala pandemi dan harus Sholat Tarawih di rumah, Fano terus belajar untuk mendalami Islam. Fano juga untuk pertama kalinya menjalankan menyembelih kurban dan merayakan Idul Adha.  

Bagi Fano, menjalankan kewajiban sebagai muslim itu bukan menunggu hidayah. Tetapi, Allah sebenarnya telah menunjukkan hidayah melalui cara yang berbeda-beda, hanya saja banyak orang yang tidak memedulikannya. 

Beberapa waktu lalu, ada teman yang memberikan seminar tentang hijrah, tetapi karena Fano menolak kebenaran itu sehingga hidayah belum sampai padanya. 

 

Manusia adalah ciptaan Allah yang berakal dan berpikir sehingga tugas manusia adalah untuk mencari kebenaran. Terkait agama tidak harus menjelekkan agama lain, tetapi individu tersebut yang harus mencari kebenaran dan Islam bagi Fano adalah kebenaran tersebut. 

 
Berita Terpopuler