Apa Hukumnya Orang Tua Memvonis Anaknya Durhaka?

Durhaka kepada orang tua termasuk dosa amat besar.

ANTARA/saiful bahri
Apa Hukumnya Orang Tua Memvonis Anaknya Durhaka? Anak-anak bermain sepeda di Pantai Jumiang, Pamekasan, Jawa Timur, Senin (27/4/2020). Fungsi kontrol dan pengawasan orang tua sangat dibutuhkan untuk mencegah mereka bermain di luar di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbakti kepada kedua orang tua (birrul walidain) termasuk salah satu ajaran asasi Islam. Allah SWT dan Rasul-Nya amat menekankan birrul walidain ini dalam banyak ayat Alquran maupun hadits sahih.

Baca Juga

Di antara ayat yang terkait hal ini adalah firman Allah SWT (yang maknanya): Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbakti kepada kedua orangt uamu. Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut di sisimu, maka jangan sekali-kali kamu mengucapkan kata-kata yang tidak pantas, apalagi membentak mereka. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (santun) (al-Isra' ayat 23).

Sedang hadits yang terkait dengan birrul walidain antara lain adalah sabda Nabi SAW: "Ridha Allah itu ada dalam ridha kedua orangtua, begitu juga murka Allah itu ada dalam murka keduanya" (HR at-Turmudzi dari Abdullah bin 'Amr).

Tetapi, bakti dan kepatuhan anak kepada orang tuanya ini terbatas pada hal-hal yang tidak mengarah kepada pelanggaran terhadap  ajaran Islam. Jika sudah mengarah pada pelanggaran ajaran agama, maka yang ada bukan bakti dan patuh, melainkan hormat saja.

Demikian makna firman Allah SWT: "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku, sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia ini dengan baik..." (Luqman: 15).

 

Oleh karena itu, semua anak wajib ekstra hati-hati dalam menghadapi dan menyikapi orang tua mereka. Segala sikap dan ucapan anak harus mengacu pada pertimbangan perasaan dan kepatutan menghadapi orang tua.

Sekali pun andaikan orang tua jelas salah atau tidak patuh pada ajaran agama, maka masih tersisa kewajiban anak untuk menghormatinya. Durhaka kepada orang tua termasuk dosa amat besar, selagi orang tua juga tidak durhaka kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Bahkan akibat dosa durhaka kepada orang tua bisa fatal secara duniawi berupa kesengsaraan hidup (kuwalat, Jawa) dan tentu saja ukhrawi, manakala orang tua tidak berkenan memaafkannya. Karena murka orang tua akan mengakibatkan murka Allah SWT sebagaimana hadits di atas.

KH Ahmad Zahro dalam Fiqih Kontemporer 3 mengatakan, tetapi orang tua juga tidak dibenarkan arogan dan semena-mena memperlakukan anaknya. Jangan menjadi orang tua yang memancing kedurhakaan anak.

Orang tua harus mengarahkan anak untuk mematuhi mereka dengan memberi contoh kepatuhannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Semarah apa pun, jangan ada orang tua yang mengutuk anak sendiri karena pasti penyesalan akan terjadi di belakang hari.

 

Kalaulah anak "nakal", misalnya, orang tua harus cepat koreksi diri, siapa tahu orang tua yang salah mendidik, juga harus selalu mendoakan anaknya agar kembali ke jalan yang benar. Jadi, tidak dibenarkan orang tua mengutuk atau mengecap anaknya sebagai anak durhaka, apalagi mendoakan keburukan atau kesengsaraan bagi anak.

Perhatikan betapa Nabi Nuh tetap santun dan perhatian pada anaknya (Qan'an) yang durhaka: "Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung, maka Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil: Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang orang yang kafir" (Hûd: 42).

Dalam kaitan nikah dan waris, secara fikih formal, kedurhakaan anak kepada orang tua atau kutukan orang tua terhadap anaknya tidak berpengaruh apa-apa karena kedurhakaan atau kutukan itu tidak memutus hubungan nasab. Dengan demikian, antara anak dan orang tua tetap terdapat hak kewalian atau kewarisan.

Kecuali jika kedurhakaan itu berupa pembunuhan atau beda agama, maka putuslah hubungan kekerabatan dan hilanglah hak ke warisan. Hal ini didasarkan pada makna sabda Nabi SAW: "Tidak ada hak waris bagi pembunuh" (HR Malik, Ahmad, an-Nasa'i, Ibnu Majah dan al-Baihaqi), dan sabda Nabi SAW: "Orang Islam tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang Islam" (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Dalam perspektif fikih sosial, kedurhakaan macam apa pun akan menjadi rintangan hubungan anak-orang tua, sesuatu yang harus dihindari. Begitu juga tindakan orang tua yang menyebabkan berkurangnya penghormatan anak pada orang tua atau bahkan terjadinya kedurhakaan anak pada orang tuanya merupakan hal yang mesti ditiadakan.

Kunci semua itu adalah komunikasi antara orang tua-anak harus terjalin baik sejak mula. Orang tua harus membiasakan anak mau curhat kepadanya dan anak juga harus memberanikan diri dan mengutamakan orang tua sebagai tempat curhat pertama dan utama.

Buntu atau terganggunya komunikasi sering menjadi sebab munculnya penyimpangan hubungan orang tua-anak. Wallahu a'lam.

 
Berita Terpopuler