Inilah Awal Israel Mendiami Tanah Palestina

Pada abad ke-19, Yahudi Eropa mulai melihat Palestina sebagai kemungkinan tanah air.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Inilah Awal Israel Mendiami Tanah Palestina. KH Athian Ali melakukan orasi saat aksi solidaritas bela Palestina di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Sabtu (22/5). Aksi yang diikuti ribuan massa tersebut digelar sebagai bentuk solidaritas serta mengajak masyarakat Indonesia dan masyarakat muslim dunia untuk bahu membahu membantu dan mendukung Palestina. Foto: Republika/Abdan Syakura
Rep: Meiliza Laveda Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjajahan Israel atas Palestina belum menemukan titik terang sejak ratusan tahun yang lalu. Bagaimana awal mula Israel mendiami tanah Palestina?

Baca Juga

Pada 1799, Napoleon Bonaparte mengusulkan tanah air Yahudi di Palestina setelah Pengepungan Acre selama perangnya melawan Kekaisaran Ottoman. 

Komandan Prancis akhirnya dikalahkan, tapi upayanya membangun Benteng Eropa di Timur Tengah dihidupkan kembali oleh Inggris 41 tahun kemudian. Menteri Luar Negeri Lord Palmerston memerintahkan kepada duta besarnya di Istanbul agar mendesak sultan membuka wilayah Palestina bagi imigran Yahudi. 

Cara ini dianggap sebagai sarana melawan pengaruh yang cukup besar dari Gubernur Mesir Mohammed Ali. Perlu diketahui, sebelum Perang Dunia I, Palestina tidak secara resmi ada sebagai negara. 

Penaklukan Inggris menetapkan perbatasan yang menjadi Irak, Palestina, Yordania, Lebanon, dan Suriah. Selama ratusan tahun sebelum Inggris mengambil kendali, Palestina telah dibagi menjadi provinsi-provinsi Kekaisaran Ottoman dan memiliki sangat sedikit penduduk Yahudi.

Orang-orang Yahudi di Palestina pada 1800 bukanlah petani. Mereka tinggal di kota-kota dan bekerja sebagai pedagang atau guru agama. 

 

Ketika abad ke-19 berkembang, orang-orang Yahudi Eropa yang dipengaruhi oleh kebangkitan nasionalisme di Eropa mulai melihat Palestina sebagai tempat kemungkinan tanah air Yahudi. Gelombang orang Yahudi datang ke negara itu dalam Aliyah ('pendakian') mulai 1880-an dan membuat rumah mereka di atas tanah yang dibeli dari orang Palestina.

Dilansir The Independent, Kamis (20/5), saat itu, hanya ada sekitar 3.000 orang Yahudi yang tinggal di Palestina. Bisa dikatakan masih minoritas. 

Dermawan kaya seperti bangsawan Prancis Baron Edmond de Rothschild mulai membiayai orang lain dari Eropa untuk bergabung dengan mereka dan membangun permukiman. Yang paling terkenal adalah Rishon Le Zion yang didirikan pada 1882.

Kemudian pada 1885, penulis Austria, Nathan Birnbaum menciptakan istilah “Zionisme” ketika orang Yahudi terutama dari Eropa Timur terus berdatangan di Palestina. Istilah itu berkembang menjadi gerakan yang tokoh utamanya adalah Theodor Herzl. 

Dia menerbitkan bukunya berjudul The Jewish State satu dekade kemudian. Gerakan zionisme ini menuntut tanah untuk negara Yahudi. 

Zionis mendasarkan klaim nasional mereka atas Palestina pada permukiman Yahudi kuno di daerah itu sebelum orang Romawi mengusir orang Yahudi pada abad kedua Masehi usai dua pemberontakan besar Yahudi.

Peserta mengikuti aksi bela Palestina di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (21/5/2021). Melalui aksi tersebut mereka mengajak masyarakat dan pemerintah Indonesia untuk terus membantu Palestina dan mendoakan umat Islam Palestina setelah dimulainya gencatan senjata antara Hamas dan Israel pada Jumat (21/5/2021). - (Antara/Arnas Padda)

 

Zionisme dan permukiman Yahudi dipandang sebagai kembalinya ke Palestina Yahudi kuno. “Tanah tanpa rakyat untuk rakyat tanpa tanah” memuat slogan zionis. Namun, itu tidak akurat karena tanah tersebut ditempati sebagian besar komunitas Muslim.

Sebelumnya, ada banyak diskusi apakah tanah tersebut berada di Palestina atau tempat lain. Skema awal mengusulkan lokasi yang berbeda, seperti Kanada, sebagian Amerika Selatan, Uganda, dan Kenya. Dalam perdebatan tersebut, terbagi menjadi dua kubu. Pertama, mereka yang bersedia menerima negara Yahudi di mana pun dan kedua, bertekad mendirikan negara di Palestina.

Pada 1897, Birnbaum, Herzl, dan Maz Nordau menyelenggarakan Kongres Zionis Pertama di Basel, Swiss. Dalam kongres tersebut, mereka membahas impiannya tentang negara Yahudi merdeka dan berencana melobi kekuatan Eropa demi mewujudkan impiannya. Kongres ini kemudian dilakasanakan rutin tiap tahun dan tahun kedua.

Dikutip History Extra, pada 1905, Kongres Zionis Ketujuh di Basel, perselisihan diselesaikan demi sebuah negara Yahudi di Palestina dari beberapa bagian dunia yang tidak memiliki hubungan religius atau historis bagi orang-orang Yahudi. Banyak orang Palestina menolak keputusan tersebut. 

Mereka mengekspresikan identitas nasional mereka melalui saluran seperti Falastin, sebuah surat kabar yang didirikan di Jaffa pada 1911 dan dinamai sesuai dengan tanah air mereka. Berjalannya waktu, imigrasi dan permukiman Yahudi terjadi menuju perang. Ini sangat tidak adil karena para zionis dipersenjatai dengan ide-ide, organisasi, dan teknologi nasionalis Eropa modern.

Pada 1917, selama Perang Dunia I, pasukan pimpinan Inggris menaklukkan Palestina selatan dan merebut Yerusalem. Di tahun yang sama, Menteri Luar Negeri Inggris, AJ Balfour mengeluarkan Deklarasi Balfour. 

Pernyataan itu sengaja dibuat tentang niat Inggris terhadap Palestina, yakni Inggris mendukung rumah nasional Yahudi di Palestina. Siapa sangka, deklarasi ini menyebabkan konflik yang sampai sekarang belum terselesaikan.

Warga Palestina lari dari bom suara yang dilemparkan oleh polisi Israel di depan kuil Dome of the Rock di kompleks masjid al-Aqsa di Yerusalem, Jumat (21/5), ketika gencatan senjata mulai berlaku antara Hamas dan Israel setelah perang 11 hari. . - (AP / Mahmoud Illean)

 

https://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/israel-palestine-conflict-history-gaza-b1846357.html

https://www.historyextra.com/period/20th-century/israel-palestinians-history-milestones-conflict/

 
Berita Terpopuler