Cerita Mualaf Rayakan Idul Fitri Pertama dengan Penuh Syukur

Ada antara 50 ribu sampai 80 ribu mualaf di Inggris.

onislam.net
mualaf (ilustrasi)
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  LONDON -- Umat Islam di seluruh dunia telah merayakan Idul Fitri pada 13-14 Mei. Untuk keluarga Saman Javed, ini berarti menghadiri Sholat Idul Fitri di masjid setempat sebelum menghabiskan hari dengan menyantap semua hidangan favorit Pakistan setelah sebulan berpuasa.

Baca Juga

Terlahir dari keluarga Muslim, Javed terbiasa menghabiskan setiap Ramadhan dengan penuh warna. Namun, ini berbeda dengan apa yang dialami komunitas Muslim baru atau mualaf.

Ketika sensus Inggris tidak mencatat berapa banyak orang yang memeluk Islam setiap tahun, sebuah laporan oleh University of Cambridge, yang diterbitkan pada 2016, memperkirakan ada antara 50 ribu sampai 80 ribu mualaf dalam populasi orang dewasa Inggris. Mereka hanya mencapai empat persen dari total populasi Muslim, dan ini menjadikan mereka "kelompok minoritas dalam kelompok minoritas".

Dalam sebuah artikel yang dimuat di laman Independent, Javed memuat kisah Samantha Ward yang memeluk Islam pada Desember 2020. Ward, ingin "all out" untuk perayaan Idul Fitri pertamanya. Ia baru saja menikah dengan seorang Muslim Pakistan, dan ingin merayakan Hari Raya Idul Fitri di tengah pembatasan Covid-19.

 

 

Sebelum pandemi, keluarga suami Ward dan keluarga besarnya akan berkumpul di satu rumah untuk pesta besar. Ini tidak terlalu berbeda dengan bagaimana dia merayakan Natal saat tumbuh dewasa. Tahun ini mereka menskalakannya kembali.

"Saya sangat menantikan untuk berdandan, makan makanan enak, dan menghabiskan waktu bersama keluarga saya. Hidangan yang paling saya nantikan untuk dimakan adalah kari domba yang dibuat oleh ibu mertua saya, itu luar biasa. Aku juga tidak sabar untuk memasak dengannya juga," katanya. 

Sebelum menjadi Muslim, Ward pernah berusaha berpuasa selama Ramadhan 2020, tetapi berjuang sendirian. "Tahun ini semuanya berbeda karena saya melakukannya dengan orang lain, ini membuatnya lebih mudah. Meskipun saya berjuang pada pekan pertama, selalu lapar, kesal, dan sakit kepala, sejak itu saya merasa jauh lebih baik," katanya.

Selama masa remajanya, Ward menderita depresi dan alkoholisme. "Saya benar-benar tersesat. Saya memiliki kecenderungan untuk bunuh diri dan berencana untuk mengakhiri hidup saya," katanya.

 

 

Sejak menemukan Islam, dia sekarang merasa memiliki kekuatan untuk mengatasi masalah kesehatan mentalnya dengan lebih baik. "Mempelajari Islam mengajarkan saya bahwa ada orang di luar sana yang lebih menderita daripada saya, dan saya merasa sangat diberkahi karena memiliki semuanya."

Mualaf lain, Rakiim Huang, menikmati Hari Raya Idul Fitri justru tidak bersama keluarganya, tetapi sahabat. Betapa tidak, keputusannya memeluk agama Islam ditentang oleh orang tuanya. Dia baru mengucapkan syahadat pada 8 Maret 2021 ini. 

"Ketika saya lahir, saya adalah seorang Muslim, tetapi saya lahir dalam keluarga non-Muslim dan dibesarkan seperti itu, dan sekarang saya kembali ke Islam," ujarnya menjelaskan.

Setelah menandai Ramadhan pertamanya sebagai seorang Muslim, Huang hampir tidak bisa menahan kegembiraannya untuk Idul Fitri. Huang terpaksa tidak merayakan Idul Fitri bersama keluarganya, tetapi bersama teman-teman dekatnya yang juga menganut agama Islam.

Dia berencana pergi ke salah satu rumah keluarga mereka untuk berpesta dan bermain sepak bola.

"Saya tidak bisa menjelaskan betapa senangnya saya. Saya sudah punya dua baju baru, satu untuk dipakai saat Sholat Idul Fitri dan satu lagi untuk dipakai ke rumah teman saya," katanya.

 

 

Huang telah membagikan perjalanannya dengan komunitasnya yang terdiri dari 257 ribu pengikut di TikTok. “Teman-teman dan orang-orang di TikTok sangat mendukung saya. Saya merasa sangat diberkati. Saya memiliki jaringan dukungan yang bagus di sekitar saya, "katanya.

Hal yang sama juga dialami Weerasinghe, yang lahir dari orang tua Sri Lanka. Keluarganya pertama kali berimigrasi ke Inggris sekitar 12 tahun lalu dari Italia. Untuk mengatasi kesepiannya selama lockdown, dia lebih sering berdoa sebelum akhirnya membuat keputusan untuk pindah agama.

Seperti Huang, Weerasinghe mengatakan keluarganya tidak sepenuhnya menyetujui pilihannya.

"Kami memiliki perjanjian ini di mana kami tidak membicarakannya dan memiliki keyakinan kami sendiri. Jika saya kembali ke rumah (ibunya), saya tidak akan menunjukkan kepadanya bahwa saya sedang sholat, dan dia tidak akan memaksakan keyakinannya kepada saya."

 

Terlepas dari ketegangan yang selama ini Weerasinghe nantikan untuk merayakan Idul Fitri, setelah menghabiskan sebagian besar bulan Ramadhan dengan cukup terisolasi, dia berbuka puasa sendirian di kamar tidurnya dan bertemu dengan seorang teman sepekan sekali untuk berbuka puasa.

"(Untuk Idul Fitri) saya berencana untuk piknik dengan teman non-Muslim saya, tapi ramalan cuaca kurang baik. Saya cukup gugup karena saya tidak ingin duduk di rumah sendirian pada Idul Fitri pertama saya," katanya.

 

 

 
Berita Terpopuler