Seleksi Jadi Imam di UEA, Begini Syarat dan Tes Seleksinya

Ada 200 imam asal Indonesia yang bertugas di UEA.

Republika/Wilda Fizriyani
Calon imam masjid di Uni Emirat Arab (UEA), warga Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, Al Rizhal Tisma Wahid Maulana.
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ada 200 imam asal Indonesia yang bakal bertugas di UEA. Hal tersebut merupakan permintaan langsung dari UEA kepada Presiden Joko Widodo.

Baca Juga

Pihak UEA, memilih berdasarkan kualitas masing-masing peserta yang mengikuti tes seleksi. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi para calon imam tersebut, diantaranya adalah mampu menghafal Al Quran 30 juz, memiliki kualitas bacaan tartil, dan tahsin atau suara yang merdu, fiqih shalat, bahasa Arab, dan memiliki paham moderat.

Proses seleksi tahap awal itu, dilakukan berdasarkan daftar riwayat hidup.Baca Al Fatihah.  Kurang lebih sebanyak 200 orang tersebut, kemudian disaring oleh Kementerian Agama menjadi sebanyak 150 orang.

Sebanyak 150 orang itu, menjalani tes yang mencakup hafalan Al Quran 30 juz, pemahaman agama fiqih ibadah, dan pemahaman kebahasaan, bahasa Arab.  

Menurut Al Rizhal Tisma Wahid Maulana salah seorang peserta asal Malang yang lolos seleksi, tahapan paling sulit yang harus dihadapi adalah pada saat melakukan tes tahap kedua, di hadapan empat orang penguji, yang merupakan para syeikh asal Uni Emirat Arab.

“Ada empat syeikh yang langsung melakukan tes secara tatap muka. Ini dilakukan satu per satu, sehingga menjadi tantangan tersendiri," kata Wahid.

Pada saat melakukan tes tersebut, pertama, Wahid diminta untuk membaca surat Al Fatihah. Kemudian, laki-laki yang merupakan alumni Pendidikan Bahasa Arab Universitas Negeri Malang tersebut membaca surat lain dalam Al Quran, sesuai keinginan para syeikh.

"Beliau membuka Al Quran, menunjuknya, dan kita langsung membaca (dari hafalan), itu acak," ujar Wahid.

Pada saat memasuki tes hafalan Al Quran, ada koreksi yang dilakukan para syekh tersebut. Makhraj, atau cara pelafalan huruf hijaiyah yang biasa dilafalkan oleh Wahid, ternyata tidak pas di telinga para syeikh tersebut.Pada saat itu, Wahid berusaha tetap tenang, dan mengikuti arahan para syeikh tersebut.

"Pada saat itu, beliau mengoreksi satu huruf saja, saya sempat down. Padahal, biasanya satu huruf itu, pada saat saya bersama guru saya, itu tidak ada masalah. Namun, di telinga beliau, itu ada perbedaannya," kata Wahid, yang memiliki puluhan pengalaman mengikuti lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) itu.

 
Berita Terpopuler