Status Perbudakan dalam Peradaban Islam

Istilah perbudakan muncul dalam budaya manusia di zaman kuno.

crethiplethi.com
Perbudakan zaman jahiliyah (ilustrasi).
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istilah perbudakan muncul dalam budaya manusia di zaman kuno. Sebagian besar sejarah manusia diisi tentang perbudakan. Komunitas perbudakaan pertama memiliki kaitan dengan munculnya entitas politik pertama. Artinya, perbudakan memiliki hubungan antara otoritas dan beberapa entitas lain.

Baca Juga

Dalam Marxisme, sistem kepemilikan budak dianggap sebagai formasi publik dan ekonomi pertama yang membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas tertentu. Ini juga yang menjadi awal munculnya relasi kuasa dalam hubungan masyarakat. Hubungan perbudakan ini diinterpretasikan melalui lensa 'kepemilikan' untuk waktu yang lama.

Agama Islam datang ketika struktur sosial menganut sistem kepemilikan budak. Perbudakan tersebar luas baik di Bazantium Ortodoks dan Iran Zoroastrian. Islam sendiri tidak menetapkan secara langsung ketentuan yang membatalkan perbudakan, namun hukum syariah menyatakan kebebasan adalah hal yang wajar atau hak bagi seorang manusia.

Dilansir di Realnoevremya, Sabtu (8/5), tidak ada satu pun ayat baik di Alquran dan Sunnah yang mengatur terkait konsep perbudakan. Teks-teks yang menganggap perbudakan merupakan fakta adalah cerminan kenyataan yang diciptakan oleh orang-orang Yahudi lokal, Kristen dan hanif (monoteis).

 

Satu-satunya kepemilikan perbudakan dalam Islam adalah perbudakan tawanan perang. Menurut Syariah, mereka tidak mungkin dijual sebagai budak hutang, serta orang yang bebas tidak dapat menjual dirinya sendiri.

Jenis perbudakan lain yang ada di Arab di masa pra-Islam telah dibatalkan. Perbudakan tawanan perang adalah keputusan sukarela dari penguasa dan bukan bentuk hubungan wajib dengan kelompok yang kalah.

Namun demikian, Nabi Muhammad SAW membatasi perbudakan ini dalam beberapa parameter. Nabi mengajarkan untuk tidak memanggil mereka dengan sebutan 'budak', namun menggunakan kata alternatif atau nama mereka. Nabi juga melarang tindakan pemukulan atau hal lain yang dapat mempermalukan mereka.

Pembebasan budak bisa dilakukan jika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh majikannya. Salah satunya jika mereka melewatkan puasa selama Ramadhan atau melanggar sumpah yang telah diucapkan. Hal-hal ini menjadi bukti jika Islam cenderung membatalkan budaya perbudakan dan menyiapkan banyak alasan untuk membebaskan mereka dari sistem ini.

 

 

Nabi Muhammad SAW memiliki banyak sekali sahabat yang merupakan mantan budak. Di antara mereka adalah Zayd ibn Harithah yang merupakan anak angkat Nabi, Bilal ibn Rabah selaku mu'azzin pertama, Sumayyah binti Khabbat selaku syuhada pertama, serta Safiyya binti Huyayy yaitu istri Nabi yang berasal dari suku Bani Nadhir.

Di sisi lain, Hukum Islam klasik menganggap konsep gundik merupakan bagian tak terpisahkan dari perbudakan. Meski demikian, ada perbedaan antara selir dalam peradaban Islam dan peradaban lain, yaitu mereka menghasilkan keturunan yang 'bebas' atau tidak berstatus budak.

 

Hal ini menjadi sangat penting selama pemerintahan Kekhalifahan Ottoman, ketika menolak menikahi wanita bangsawan untuk memperkuat keluarga bangsawan. Sebaliknya, mereka malah menikahi selir. 

 
Berita Terpopuler