Bersiap Menghadapi Klaster Lebaran

IDI memperkirakan klaster Lebaran muncul dua pekan setelah arus mudik selesai.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah warga berjalan di area parkiran bus yang kosong di Terminal Cicaheum, Kota Bandung, Jumat (7/5). Meski sudah memberlakukan larangan mudik, pemerintah tetap bersiap menghadapi kemungkinan lonjakan kasus Covid-19 pascalibur Lebaran.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Nawir Arsyad Akbar, Dessy Suciati Saputri, Antara

Pemerintah bersiap mengantisipasi lonjakan kasus positif Covid-19 pascalibur Lebaran. Rumah sakit pun telah diminta melakukan peningkatan kapasitas perawatan pasien Covid-19 sebagai antisipasi klaster Lebaran.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan antisipasi pemerintah menghadapi lonjakan usai Lebaran dilakukan dengan Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan. "Sebelumnya sudah ada SE Menkes tentang penambahan kapasitas tempat tidur. SE ini bisa dijadikan acuan," ujar Nadia, saat dihubungi Republika, Jumat (7/5).

Ia menambahkan, SE tersebut bernomor HK.02.01/Menkes/2/2021. SE mengatur penyelenggaraan pelayanan Covid-19 dibagi menjadi tiga kriteria zona wilayah terjangkit yaitu zona 1, zona 2, dan zona 3.

Kemenkes menginstruksikan ruang rawat inap bagi pasien Covid-19 ditingkatkan dengan melakukan alih fungsi. Ia menjelaskan, rumah sakit (RS) UPT Vertikal yang berada di zona 1 yaitu menambah kapasitas ruang rawat inap untuk Covid-19 dengan mengonversi minimal 40 persen dari total kapasitas tempat tidur yang dimiliki. Kemudian menambah kapasitas ICU sebanyak 25 persen dari kapasitas tempat tidur yang dikonversikan untuk ruang rawat Covid-19.

RS UPT Vertikal yang berada di zona 2 untuk menambah kapasitas ruang rawat inap untuk Covid-19 dengan mengonversi minimal 30 persen dari total tempat tidur yang dimiliki, kemudian menambah kapasitas ICU sebanyak 15 persen dari kapasitas tempat tidur yang dikonversikan untuk ruang rawat Covid-19.

Instruksi rumah sakit UPT vertikal yang berada di zona 3 yaitu menambah kapasitas ruang rawat inap untuk Covid-19 dengan mengonversi minimal 20 persen dari total kapasitas tempat tidur yang dimiliki. RS di zona 3 juga diminta untuk menambah kapasitas ICU sebanyak 10 persen dari kapasitas tempat tidur yang dikonversikan untuk ruang rawat Covid-19.

Nadia menambahkan, SE tersebut juga menulis kriteria zonasi yaitu zona 1 merupakan provinsi dengan keterisian tempat tidur (BOR) di atas 80 persen seperti di DKI Jakarta, Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian zona 2 yaitu merupakan provinsi dengan BOR 60-80 persen seperti di Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali.

Kemudian zona 3 merupakan provinsi dengan BOR kurang dari 60 persen seperti di Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Maluku, dan Sulawesi Utara. "Saat ini sudah mulai disiapkan saran obat, alat  yang dibutuhkan," katanya.

Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat, juga mulai menyiapkan beberapa langkah antisipasi lonjakan pasien usai Lebaran 1442 Hijriah. "Kami harus mempersiapkan diri terhadap segala kemungkinan yang terjadi. Kapasitas kami 5.994 tempat tidur dan tidak diturunkan meski saat ini angka hunian di bawah 30 persen," kata Koordinator RSDC Wisma Atlet Kemayoran Mayor Jenderal (Mayjen) Tugas Ratmono melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Salah satu antisipasi RSDC Wisma Atlet ialah mempertahankan jumlah tenaga kesehatan, meskipun saat ini angka pasien Covid-19 yang sedang dirawat juga sudah turun. Setidaknya, ada dua hal yang menjadi pertimbangan Mayjen Tugas Ratmono terkait antisipasi tersebut.

Pertama, mobilitas warga selama libur Lebaran. Kedua, munculnya mutasi virus corona dari India, Inggris, dan Afrika Selatan. Karena itu, langkah antisipasi peningkatan kasus Covid-19 merupakan suatu keharusan yang wajib dilakukan oleh RSDC Wisma Atlet.

Apalagi, dikhawatirkan bila rumah sakit tidak siap, maka akan berisiko dan berbahaya. Salah satu prinsip memutus rantai Covid-19 adalah dengan merawat sesegera mungkin orang yang terinfeksi virus tersebut, ujar Mayjen Tugas Ratmono yang juga Kepala Pusat Kesehatan TNI.

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, pascalibur bersama natal dan tahun baru, jumlah pasien Covid-19 melonjak drastis. Sebagai contoh pada 27 September 2020 dan 24 Januari 2021 jumlah pasien di RSDC Wisma Atlet Kemayoran melesat hingga di atas 5.000 pasien.

"Kami tidak ingin kejadian tersebut terulang kembali setelah libur Lebaran," ujar dokter militer kelahiran Kebumen, Jawa Tengah tersebut.

Baca Juga

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) juga sudah menyusun rencana antisipasi kenaikan kasus virus corona. Yaitu dengan membuka kembali ruang Covid-19 di RS yang menangani Covid-19.

"Tempat tidur tidak bertambah, tapi dipersiapkan kembali seperti dulu. Ada indikatornya, kalau (pasien Covid-19 yang dirawat) tampak naik maka akan dibuka kembali ruang Covid-19 yang tadinya dipakai non-Covid-19," kata Sekretaris Jenderal Persi Lia G Partakusuma.

Ia menambahkan, keterisian tempat tidur (BOR) Covid-19 di atas 80 persen maka konversi rawat inap ICU sebanyak 25 persen untuk Covid-19. Sementara BOR Covid-19 dengan BOR 60-80 persen maka konversi minimal 30 persen tempat tidur rawat inap untuk Covid-19 dan 15 persen ICU  untuk pasien Covid-19. Sementara BOR kurang dari 60 persen maka konversi minimal 20 persen untuk rawat inap Covid-19.

Hingga 2 Mei, dia melanjutkan, keterpakaian tempat tidur isolasi dan ICU Covid-19 rata-rata secara nasional sebanyak 35,48 persen. "Namun, ada 10 provinsi tertinggi hunian (tempat tidur isolasi dan ICU Covid-19), bahkan tertinggi sebanyak 64 persen yaitu Kepulauan Riau (Kepri), Sumatra Utara (Sumut), Riau, Sumatra Selatan (Sumsel), Lampung, Yogya, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Selatan (Kalsel), Jambi, dan Sumatra Barat (Sumbar)," ujarnya.

Ia menambahkan, data pasien rawat Covid-19 hari ini sebanyak 98.277. Pasien yang paling banyak dirawat yaitu di Jawa Barat sebanyak 29.555 orang.






Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memperkirakan klaster Idul Fitri mulai terlihat setelah arus balik selesai. PB IDI meminta pemerintah perkuat pelacakan dan tes untuk mengungkap kasus Covid-19 selama kurun waktu hingga sebulan setelah Lebaran.

"Klaster Lebaran ini mulai terlihat dua pekan setelah arus mudik dan balik selesai. Sebab, meski ada larangan mudik 6 hingga 17 Mei, ada yang bocor-bocor karena mungkin masih ada masyarakat yang memaksakan diri (pulang kampung)," kata Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih saat dihubungi Republika.

Adanya pergerakan internal seperti saat mudik aglomerasi, pembukaan tempat wisata membuat Daeng meminta pemerintah perlu memperkuat testing dan tracing. Ia menambahkan, pemerintah sudah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro maka bisa digencarkan untuk melakukan pelacakan dan tes spesimen setelah libur Lebaran.

"Bisa selama dua pekan bahkan sebulan setelah libur Lebaran (memperkuat testing dan tracing)," ujarnya.

Untuk mengurangi penularan virus, Daeng meminta masyarakat jangan pergi mudik dulu atau melancong ke tempat wisata dan menerima orang asing. Daeng mengakui ini memang berat karena mudik jadi budaya bagi masyarakat. Namun, mau tak mau masyarakat diminta harus sadar.

"Tapi masyarakat pelan-pelan mulai sadar kan, tidak menimbulkan gejolak yang hebat. Saya yakin masyarakat sudah memahami dan menyadari meskipun ada yang memaksakan diri," katanya.

Oleh karena itu, Daeng meminta pemerintah perlu terus komitmen dan tegas mengingatkan supaya proses pembelajaran di masyarakat terus terjadi. Ia berharap pemerintah tetap tegas. Sebab, seringkali ia melihat masyarakat menekan kemudian pemerintah terkadang berusaha untuk mengatasi ketegangan dengan melonggarkan aturan.

PB IDI berharap pemerintah tetap pada komitmen dan tegas dengan peraturan untuk mengurangi kerumunan. Karena ini bermanfaat untuk mengurangi ledakan infeksi virus yang kemungkinan bisa terjadi. "Kalau kita komitmen, tegas dan masyarakat terus dapat pembelajaran maka ada penyadarannya agar semakin bertambah," katanya.

Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani, meminta pemerintah menyiapkan kebijakan penanganan untuk menanggulangi skenario terburuk pandemi Covid-19. Mengingat dalam waktu dekat, akan ada pergerakan massa yang cukup besar jelang dan saat Lebaran.

"Saya minta pemerintah menyiapkan skenario terburuk yang sangat mungkin kita hadapi pasca hari raya Idul Fitri ini," ujar Netty saat menginterupsi rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/5).

Pemerintah diminta berkaca dari lonjakan kasus Covid-19 di India yang terjadi usai adanya pergerakan massa yang besar dan abai protokol kesehatan. Untuk itu, ia meminta agar kebijakan larangan mudik dapat diimplementasikan dengan baik.

"Tentu saja karena hari ini kita sudah melihat kebijakan atau regulasi pemerintah untuk tidak mudik. Tentu ada beberapa pernyataan ada beberapa sikap pejabat publik yang membuat kebijakan ini diakali dan disiasati," ujar Netty.

Di samping itu, tiga varian virus baru, yakni B.1.1.7 asal Inggris, varian mutasi ganda B.1.617 asal India, dan B.1.351 yang berasal dari Afrika Selatan diketahui sudah masuk ke Indonesia. Pemerintah dan masyarakat diimbau tak meremehkan ketiga virus tersebut.

"Tentu hal ini tidak dapat dipandang remeh dan sebelah mata, karena kita melihat bagaimana situasi yang terjadi sebagaimana kita sebut tsunami pandemi di India," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Langkah antisipasi penting karena tren penambahan kasus Covid-19 sebenarnya belum menurun. Satgas Penanganan Covid-19 melaporkan, penambahan kasus positif Covid-19 pada Jumat (7/5) mengalami kenaikan tertinggi sejak sepekan terakhir. Satgas mencatat, dari 75.990 pemeriksaan spesimen terhadap 46.635 orang, ditemukan 6.327 kasus baru pada hari ini.

Penambahan kasus baru inipun menjadikan total kasus positif di Tanah Air telah mencapai 1.703.632. Sebelumnya pada Kamis (6/5) kasus positif baru tercatat sebesar 5.647 orang, pada Rabu (5/5) ditemukan 5.285 kasus, dan pada Selasa (4/5) dilaporkan 4.369 kasus baru.

Sedangkan, angka positivity rate pada hari ini tercatat sebesar 13,57 persen dan jumlah kasus aktif bertambah hingga 269 orang. Hingga hari ini, total terdapat 98.546 kasus aktif yang masih dalam perawatan dan pemantauan. Sementara itu, jumlah kasus sembuh pada hari ini tercatat sebesar 5.891 orang dan menjadikan total kasus sembuh mencapai 1.558.423.

Satgas juga mencatat penambahan kasus kematian harian yang mencapai 167 orang. Total kumulatif kasus kematian pun telah menyentuh angka 46.663. Selain itu, juga masih terdapat sebanyak 84.430 suspek.

Dari penambahan kasus baru pada hari ini, Provinsi Jawa Barat menjadi penyumbang tertinggi kasus positif yang sebesar 1.953 orang. Disusul oleh DKI Jakarta yang mencatat penambahan kasus sebanyak 783. Di Riau kenaikan kasus tercatat mencapai 628, kemudian di Jawa Tengah sebesar 524, dan disusul di Sumatera Barat dengan 283 kasus baru.

Sebanyak tujuh provinsi juga melaporkan penambahan kasus baru di bawah 10 dan dua provinsi melaporkan tak ada penambahan kasus baru yakni Gorontalo dan Maluku. Terkait update vaksinasi, Satgas mencatat sebanyak 13.136.686 orang telah mendapatkan vaksin dosis pertama dan 8.456.259 orang telah mendapatkan vaksin dosis kedua.

Larangan mudik Lebaran. - (Republika)



 
Berita Terpopuler