Penampakan Inti Roket China yang Jatuh dari Orbit

Roket Long March 5B diperkirakan menghantam atmosfer Bumi pada Sabtu (8/5) besok.

Gianluca Masi/The Virtual Telescope Project
Pengamat dari Italia melihat inti roket China yang besar jatuh tak terkendali dari orbit.
Rep: Puti Almas Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat dari Italia melihat inti roket China yang besar jatuh tak terkendali dari orbit. Tahap inti dari roket Long March 5B diperkirakan menghantam atmosfer Bumi pada Sabtu (8/5) besok, meski belum dapat ditentukan terkait waktu maupun lokasi pasti.

Prediksi semacam itu umumnya hanya dapat dibuat beberapa jam sebelum tabrakan terjadi. Sebab, gaya hambat atmosfer berubah secara signifkan saat aktivitas Matahari bergeser. Kemungkinan besar puing-puing antariksa seberat 23 ton (21 metrik ton) akan pecah tinga di atmosfer dań sebagian besar terbakar.

Ahli astrofisika Italia, Gianluca Masi yang menjalankan Proyek Teleskop Virtual Online memperoleh paparan 0,5 detik dari roket yang jatuh dari Italia, menggunakan teleskop robotik Paramount berukuran 17 inci (43 sentimeter).

“Pada saat pencitraan, tahap roket berada sekitar 700 kilometer (435 mil) dari teleskop kami, sedangkan matahari hanya beberapa derajat di bawah cakrawala, jadi langit sangat cerah,” ujar Masi, dilansir Space, Jumat (6/5).

Masi mengatakan kondisi itu membuat pencitraan menjadi cukup ekstrem. Meski demikian, teleskop robotik berhasil menangkap puing-puing besar tersebut.

Long March 5B ini digunakan untuk meluncurkan modul inti stasiun luar angkasa baru berbentuk T Cina ke orbit pada 28 April. Negara itu bertujuan untuk merakit stasiun tersebut pada 2022, sebuah upaya yang akan membutuhkan 10 peluncuran lagi.

Baca Juga

Perlu diketahui bahwa China bukan bagian dari konsorsium Stasiun Luar Angkasa Internasional, sebagian karena masalah keamanan internasional.

Komando Luar Angkasa Amerika Serikat (AS) telah memberikan pembaruan tentang inti roket yang jatuh sejak Selasa (4/5) dari data pelacakannya. Gedung Putih mengatakan telah berkomitmen untuk mengatasi risiko kemacetan yang meningkat karena puing-puing ruang angkasa dan meningkatnya aktivitas di luar angkasa.

"Kami ingin bekerja dengan komunitas internasional untuk mempromosikan kepemimpinan dan perilaku ruang angkasa yang bertanggung jawab,”  jelas sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki.

Hukum antariksa meliputi jaringan kompleks perjanjian dan perjanjian yang sebagian besar mengatakan negara-negara peluncur bertanggung jawab atas puing-puing yang dihasilkan misi, apakah itu misi pemerintah atau komersial.

Jika terjadi kerusakan puing, konvensi pertanggungjawaban Perjanjian Luar Angkasa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyarankan negara peluncuran harus sepenuhnya bertanggung jawab untuk membayar kompensasi atas kerusakan yang disebabkan oleh benda antariksa di permukaan Bumi atau pesawat. Ini termasuk bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan dalam ruang.

Satu-satunya waktu konvensi ini diberlakukan adalah pada 1978, ketika satelit Soviet bertenaga nuklir bernama Kosmos 954 menyebarkan puing-puing radiasi di seluruh Arktik Kanada, memaksa pembersihan yang mendesak dan mahal. Negara-negara tersebut menyelesaikan masalah ini dengan biaya hingga tiga juta dolar Kanada pada 1981 atua kira-kira 7,5 juta dolar AS saat ini.

Psaki mengatakan, jika kerusakan terjadi dari puing-puing Long March 5B, Gedung Putih akan berkonsultasi dengan Komando Luar Angkasa AS dan Departemen Pertahanan untuk meminta nasihat. Namun, ia tidak merinci langkah apa yang akan terjadi selanjutnya.

 

Bukan yang pertama

Jatuhnya roket yang akan datang tidak akan menandai pertama kalinya sepotong besar puing-puing Cina jatuh kembali ke Bumi tanpa terkendali. Sebagai contoh, inti roket Long March 5B lainnya jatuh pada Mei 2020.

Potongan-potongan pendorong itu sebagian besar jatuh ke Samudra Atlantik, tetapi beberapa puing menghantam Afrika Barat, termasuk desa-desa berpenghuni di Pantai Gading. Tidak ada korban yang dilaporkan saat itu.

Pada April 2018, lab ruang angkasa prototipe Tiangong 1 jatuh ke Bumi di luar kendali, terbakar di atas Samudra Pasifik. Meski ada kekhawatiran internasional tentang puing-puing luar angkasa Cina yang tidak terkendali, AS juga pernah mengalami insidennya sendiri di masa lalu.

NASA mengalami entri ulang yang tidak terkendali dengan stasiun luar angkasa Skylab pada 1979, ketika bongkahan kompleks deorbiting secara tidak sengaja menghantam beberapa bagian Australia, beruntung tidak menimbulkan korban. Sebelumnya dan sejak itu, telah terjadi beberapa satelit dan pesawat ruang angkasa lain yang jatuh tak terkendali dari Amerika dan negara lain.


 
Berita Terpopuler