Harap-Harap Cemas Kita tak Dihajar Badai Covid Seperti India

Indonesia saat ini berada dalam ancaman gelombang baru infeksi Covid-19.

ANTARA/M Risyal Hidayat
Sejumlah pasien positif Covid-19 berolahraga di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC), Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Berdasarkan data dari pengelola, jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di RSDC Wisma Atlet Kemayoran saat ini cenderung menurun menjadi 1.364 pasien atau 22,7 persen dari total kapasitas 5.994 tempat tidur yang tersedia.
Red: Andri Saubani

Oleh : Andri Saubani*

REPUBLIKA.CO.ID, Potongan video yang menampilkan berjubelnya Pasar Tanah Abang pada Sabtu (1/5) akhir pekan lalu viral di media sosial. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut angka 87 ribu orang tumpah di Tanah Abang pada hari itu. Pemprov DKI Jakarta kecolongan, meski Anies lebih memilih dalih bahwa pihaknya tidak memprediksi ‘serbuan’ massa yang kemudian diresponsnya dengan berbagai kebijakan pembatasan aktivitas di Tanah Abang untuk ke depannya.

Anies enggan mengira penyebab mengapa Pasar Tanah Abang bisa mendadak membeludak. Namun, sepertinya, Idul Fitri yang tinggal 10 hari lagi jadi momentum masyarakat untuk pergi ke Tanah Abang mencari keperluan Lebaran, khususnya sandang, seperti pakaian dan alat sholat. Apalagi, akhir pekan lalu adalah yang terakhir menjelang masa pelarangan mudik (6 Mei). Dengan demikian, bisa jadi, sebagian dari mereka yang berjubel di Tanah Abang adalah para calon pemudik yang mencari oleh-oleh sebelum pulang ke kampung halaman.

Lautan manusia berdesakan di pasar grosir terbesar di Asia Tenggara pada Sabtu lalu, meski sebagian besar dari mereka menggunakan masker, terlihat mengerikan dalam konteks pandemi Covid-19 yang hingga kini belum juga usai. Jangankan selesai, beberapa negara bahkan tengah menghadapi gelombang serangan infeksi yang kesekian. India sampai bahkan disebut sedang dihantam tsunami Covid-19 karena tengah berada di puncak kurva dengan angka infeksi dan kematian yang dari hari ke hari terus memecahkan rekor baru.

Bagaimana dengan Indonesia? Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, dibanding awal 2021, dengan kasus baru Covid-19 bisa tembus 14.500 orang per hari, data pada April 2021 menunjukkan kasus harian cukup konsisten di angka 5.000 orang per hari. Dalam waktu hampir empat bulan terakhir, Indonesia terbilang mampu menekan angka penularan Covid-19, tapi belum aman dan masih berada dalam ancaman.

Pada Ahad (2/5), Satgas merilis data, yang jika dicermati perlu untuk diwaspadai. Dengan kapasitas testing yang belakangan turun di bawah rata-rata 50 ribu-an orang dites per hari, kasus harian Covid-19 justru mengalami tren peningkatan satu bulan terakhir. 

Pada pekan pertama April, angka rata-rata penambahan kasus sebesar 4.677 kasus per hari. Beranjak ke pekan kedua, angkanya naik menjadi 5.336 kasus per hari. Pada pekan ketiga April, penambahan kasus kembali menjadi 5.406 kasus per hari. Terakhir, pada pekan keempat ini angka turun menjadi 5.154 kasus per hari.

Baca juga : Doni Monardo: Kita Jangan Anggap Enteng Covid-19

Aspek lain yang perlu diwaspadai dari data terbaru Satgas adalah angka kematian. Setelah turun cukup konsisten sejak akhir Januari sampai akhir Maret 2021, angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia cenderung naik dalam dua pekan terakhir.

Pada akhir Maret hingga awal april 2021, jumlah kematian harian di bawah 100 orang per hari sempat.....

Pada akhir Maret hingga awal april 2021, jumlah kematian harian di bawah 100 orang per hari sempat cukup sering terjadi. Namun, saat ini, angka kematian kembali di atas 100 kematian per hari di mana pada pada Ahad (2/5), dilaporkan angka kematian sebanyak 144 orang.

Juru Bicara Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, pekan lalu sempat menyinggung mulai abainya masyarakat dalam hal disiplin protokol kesehatan (prokes). Euforia vaksinasi juga dituding sebagai biang keladi menanjaknya angka penularan Covid-19 belakangan ini. Kembali merebaknya klaster kantor di DKI Jakarta menjadi contoh.

Menurut keterangan Pemprov DKI Jakarta, klaster perkantoran di Jakarta justru muncul dari kantor-kantor yang pegawainya sudah mendapatkan vaksinasi. Padahal, pemerintah lewat satgas kerap mengingatkan bahwa vaksin Covid-19 hanya memperkecil kemungkinan terjadinya gejala yang berat dan komplikasi akibat Covid-19, bukan 100 persen mencegah seseorang terinfeksi.

Program vaksinasi Covid-19 di Indonesia pun bukannya tanpa masalah. Sebagai negara yang terbilang beruntung mendapatkan pasokan vaksin lebih awal, capaian vaksinasi di Tanah Air terbilang lambat. Sudah lambat, target vasinasi juga dinilai sebagian kalangan semakin salah sasaran.

Kalangan lansia yang masuk ke dalam kelompok prioritas misalnya, dengan jumlah terbanyak (21 juta orang) justru orang yang sudah divaksin paling sedikit (baru 12 persen) dibandingkan dengan petugas publik apalagi dengan tenaga kesehatan. Perlu terobosan segera dari pemerintah guna mempercapat laju vaksinasi bagi lansia sebagai kelompok yang paling rentan pada masa pandemi.

Celakanya, saat kita berada pada kurva Covid-19 yang melandai namun dalam ancaman, tiga varian baru Covid-19 yakni B1617 dari India, B117 asal Inggris, dan B1351 dari Afrika Selatan terkonfirmasi telah masuk ke Indonesia. Tiga varian baru Corona ini dikenal lebih gampang menular.

Ancaman lonjakan kasus Covid-19 yang mengadang, terutama menjelang Lebaran, memang membuat pemerintah mengambil kebijakan tak populer, yakni melarang mudik. Tak hanya itu, dalam kurun waktu H-14 hingga H+7 peniadaan mudik, syarat perjalanan juga diperketat.

Namun, meski mudik telah resmi dilarang, pemerintah memprediksi 18,9 juta warga tetap nekat mudik. Prediksi itupun tercermin dari padatnya terminal, stasiun, dan bandara jelang tenggat masa larangan mudik.

Berkaca pada pengalaman sepanjang 2020 lalu, momen libur panjang memang selalu berujung pada lonjakan kasus. Hal ini disebabkan kenaikan mobilitas warga saat libur panjang tersebut. Mobilitas saat momen Idulfitri dikelompokkan bersama dengan mobilitas pada Idul Adha dan Maulid Nabi dengan kenaikan kasus di antara 10-19 persen.

Perlu disebutkan juga di sini salah satu kebijakan kontradiktif pemerintah yang berpotensi menggagalkan upaya menekan laju penularan Covid-19. Saat mudik dilarang, tapi pemerintah mengizinkan tempat-tempat wisata dibuka pada masa libur Lebaran. Semoga masih ada waktu bagi pemerintah merevisi kebijakan yang membingungkan itu.

Bak berlari marathon, kita semua mungkin sudah kelelahan menjalani pandemi yang telah berlangsung setahun lebih ini. Namun, kita tidak boleh menyerah, untuk tetap mendisiplinkan diri dan mengingatkan sesama soal pentingnya menegakkan protokol kesehatan sambil terus berdoa agar pandemi ini segera berlalu. Semoga gelombang infeksi dari varian baru Corona sekadar ancaman yang tidak akan kita rasakan. Aamiin.

*penulis adalah jurnalis Republika

 
Berita Terpopuler