Migran Turki Bukan Lagi Mayoritas Muslim di Jerman

Para migran dari Timur Tengah menjadi bagian besar pada populasi muslim di Jerman.

The National News
Muslim Jerman
Rep: Meiliza Laveda Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, BERLIN – Sebuah laporan terbaru menemukan orang-orang Turki tidak lagi menjadi mayoritas Muslim di Jerman. Survei kehidupan Islam yang terakhir dilakukan pada tahun 2016 menunjukkan para migran dari Timur Tengah menjadi bagian besar pada populasi muslim Jerman. Sekarang satu dari enam Muslim di Jerman berasal dari Suriah, Irak, atau Libanon dan antara 5,3 dan 5,6 juta Muslim di Jerman dari populasi 83,1 juta.

Studi tersebut mengecilkan ketakutan terhadap “masyarakat parallel” yang diangkat oleh politisi skeptis migran. Hampir setengah dari Muslim adalah warga negara Jerman dan sebagian besar memiliki teman dekat tanpa latar belakang migran. Studi tersebut menemukan lebih dari 80 persen Muslim di Jerman mengatakan mereka religius. Namun, tingkat integrasi mereka hampir tidak berbeda dari kelompok migran lain.

“Analisis kami menunjukkan pengaruh agama pada integrasi sering kali dilebih-lebihkan,” kata salah seorang penulis laporan, Dr Kerstin Tanis.

Migrasi membuat populasi Muslim Jerman lebih beragam. Pada tahun 2008, orang yang berasal dari Turki mencapai lebih dari dua pertiga populasi Muslim Jerman. Banyak orang Turki bermigrasi ke tempat yang dulunya Jerman Barat di bawah skema pekerja tamu selama tahun 1960-an dan 1970-an. Sekarang rekan serta kerabat mereka berjumlah sekitar 2,5 juta.

Akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir komunitas Turki tumbuh sedikit. Ini berarti posisi dominan diganti oleh migran yang berasal dari negara lain, misalnya Suriah. Sekitar 45 persen Muslim Jerman diyakini berasal dari Turki, turun dari 68 persen pada 2008.

Suriah adalah kelompok terbesar kedua yang membentuk sekitar 13 persen dari populasi Muslim Jerman. Selain Suriah, ada pula Kosovo, Afghanistan, dan Maroko yang termasuk di antara negara asal teratas dan diikuti oleh Libanon, Makedonia Utara, Serbia, Pakistan, dan Irak.

Diperkirakan ada sekitar 16 ribu Muslim yang tinggal di Jerman yang berasal dari Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi atau Yaman. Sosiolog dan rekan penulis laporan, Dr Anja Stichs mengatakan angka tersebut menunjukkan populasi Muslim Jerman menjadi lebih beragam. Salah satu faktornya adalah pengalaman hidup di Jerman berbeda.

“Banyak dari mereka bermigrasi ke Jerman bertahun-tahun yang lalu atau lahir di Jerman. Hampir setengah dari mereka berkewarganegaraan Jerman. Ini berbeda dengan mereka yang datang dalam beberapa tahun terakhir. Mereka masih dalam proses membangun kehidupan di Jerman,” ujar dia.




Keputusan Kanselir Jerman, Angela Merkel untuk membuka pintu Jerman selama krisis pengungsi 2015 mengubah Islam dan integrasi menjadi titik nyala politik utama. Partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman masuk ke Parlemen pertama kalinya pada tahun 2017 setelah menyatakan Islam bukan milik Jerman dan menimbulkan ketakutan terhadap pemisahan oleh masyarakat Islam paralel.

Kekhawatiran juga muncul mengenai apakah pesan pemerintah tentang bahaya Covid-19 sampai ke kelompok migran. Namun, laporan tersebut menolak gagasan isolasi sosial di antara komunitas Muslim.

Survei tersebut mengatakan 65 persen Muslim sering melakukan kontak dengan teman-teman tanpa latar belakang migran. Sementara 21 persen lainnya mengatakan mereka terkadang melakukan kontak dan 14 persen yang mengatakan mereka tidak pernah melakukannya.

Selain itu, banyak dari mereka yang tidak memiliki hubungan dengan orang yang berlatar migran. Ini menunjukkan keinginan kuat untuk lebih sering berhubungan dengan orang-orang yang tidak memiliki latar belakang migrasi.

Sekitar 82 persen Muslim mengatakan mereka religius. Namun, para peneliti mengatakan faktor ini dinilai kurang penting untuk integrasi dibandingkan faktor-faktor lain seperti lamanya seseorang tinggal di Jerman. Selain itu, praktik keagamaan para migran juga beragam.

Sekitar 40 persen Muslim Jerman mengatakan mereka berdoa setiap hari tapi 25 persen mengatakan mereka tidak melakukannya sama sekali. Laporan itu juga menemukan sekitar 70 persen Muslimah di Jerman tidak mengenakan penutup kepala. Muslim

Dilansir the National News, Rabu (5/5), mayoritas Muslim di Jerman sebanyak 79 persen mengatakan kemampuan bahasa Jerman mereka baik atau sangat baik. Di antara mereka yang lahir di Jerman, 93 persen mengatakan mereka berbicara bahasa Jerman dengan sangat baik. Meski begitu, banyak Muslim yang memiliki kualifikasi pendidikan lebih rendah. Sebagian dari mereka pendidikannya sering terputus karena meninggalkan negara asal.

Sekitar 16 persen Muslim dewasa tidak memiliki ijazah sekolah dibandingkan dengan tiga persen dari mereka yang tidak memiliki riwayat migrasi. Dalam komunitas migran, tingkat pendidikan lebih tinggi ada di generasi muda yang lahir di Jerman.

Sekitar 58 persen Muslim yang lahir di Jerman telah menyelesaikan semacam program gelar atau kualifikasi pekerjaan. Sedangkan para migran generasi pertama kerap kali menghadapi kekurangan dalam pencapaian pendidikan.

 
Berita Terpopuler