Arab Saudi Kemungkinan akan Normalisasi Hubungan dengan Iran

MBS mengaku ingin rakyat Iran sejahtera.

Saudi Press Agency via AP
Putra Mahkota Saudi, Mohammad bin Salman di forum Investasi Arab Saudi
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Iran kemungkinan akan terjadi dalam jangka pendek. Pekan lalu, Putra Mahkota Saudi Muhammad bin Salman (MBS) mengatakan, Saudi berkeinginan untuk memiliki hubungan yang baik dan terhormat dengan Iran.

"Kami ingin Iran yang sejahtera dan memiliki kepentingan bersama satu sama lain, namun kami memiliki masalah negatif dengan Iran seperti program nuklirnya atau dukungan untuk milisi yang dilarang di beberapa negara di kawasan dan program rudal balistik," ujar MBS, dilansir Anadolu Agency, Selasa (4/5).

"Kami sedang bekerja dengan mitra kami untuk mengatasi masalah ini, dan kami berharap dapat mengatasinya dan memiliki hubungan yang baik dan positif dengan semua orang," tambah MBS.

MBS tidak merinci pembicaraannya dengan Iran. Tetapi Financial Times baru-baru ini mengatakan bahwa, delegasi Saudi bertemu dengan delegasi Iran pada 9 April di ibukota Irak, Baghdad.

Menurut sumber, pembicaraan rahasia Saudi-Iran berfokus pada meredakan ketegangan antara kedua negara, serangan Houthi ke kerajaan dan menyetujui untuk mengadakan putaran pembicaraan baru. Wakil Kepala Universitas Turki-Kazakh Internasional Ahmet Yesevi, Cengiz Tomar mengatakan, putra mahkota Saudi mengungkapkan perubahan kebijakan yang signifikan.

Menurut Tomar, kebijakan Presiden AS Joe Biden telah memengaruhi Timur Tengah secara signifikan. Tomar menekankan bahwa konvergensi Mesir dan Turki adalah contoh terbaiknya.

Tomar mengatakan putra mahkota Saudi tidak hanya berbicara tentang meningkatkan hubungan dengan Iran, tetapi juga fokus untuk menghilangkan ekstremisme di kerajaan. Berdasarkan pernyataan putra mahkota, ada 90 persen konsensus antara AS dan Saudi. Dengam demikian, perang melawan Iran akan dilanjutkan melalui metode berbeda di bawah kepemimpinan Washington.

"Pernyataan ini berarti bahwa Arab Saudi tidak akan lagi memerangi Iran dengan mendukung gerakan ekstrem Sunni. Ini adalah perkembangan yang sangat penting bagi seluruh dunia dan Timur Tengah, dan jika itu terjadi, itu akan membantu memadamkan api yang ada di kawasan itu," ujar Tomar.

Baca Juga

Namun, karena MBS menyebut program nuklir Iran sebagai "masalah negatif", Tomar mengindikasikan bahwa tampaknya sulit untuk melihat perkembangan apa pun dalam jangka pendek.

Sementara seorang akademisi di Institut Studi Timur Tengah Universitas Marmara, Serhan Afacan mengatakan, bagian yang paling luar biasa dari pidato pangeran adalah saat dia berkata bahwa, mereka bekerja dengan mitra global dan regional untuk menemukan solusi bagi masalah ini.  

"Memperhatikan bahwa ketegangan antara Syiah Iran dan Sunni Arab Saudi tidak hanya karena perbedaan ideologis, maka dapat dipahami bahwa tujuan utama pernyataan Mohammed bin Salman adalah untuk AS," ujar Afacan.

Afacan mengatakan, MBS ingin menyampaikan pesan kepada Washington bahwa mereka tidak dapat menakut-nakuti Iran. MBS mengaku dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Iran. "Untuk Arab Saudi, proksi Iran dan rudal balistik setidaknya menjadi masalah yang sama banyaknya dengan program nuklirnya, dan mungkin bahkan lebih. Dengan kata lain, penting bahwa cara ini berubah menjadi tindakan yang berarti," kata Afacan.

Pakar kebijakan luar negeri di Iranian Studies Center (IRAM) di Ankara, Rahim Farzam menunjukkan bahwa  kemungkinan normalisasi antara Iran dan Arab Saudi, muncul setelah AS mengisyaratkan perubahan pendekatannya terhadap Iran setelah kepergian mantan Presiden Donald Trump.

Dia mencatat bahwa Presiden AS saat ini Joe Biden mengikuti kebijakan yang sangat lunak terhadap Iran, tidak seperti Trump. Iran dan Saudi tidak memiliki hubungan diplomatik sejak 2016,  "Washington, yang bahkan tidak bereaksi terhadap penargetan sekutu terpentingnya Israel di Timur Tengah oleh milisi yang didukung Iran, akan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir. Sikap Washington yang memprioritaskan diplomasi dengan Iran harus dibaca sebagai pesan yang kuat kepada AS," ujar Farzam.

"Diplomasi muncul sebagai pilihan bijak untuk Riyadh. Sedangkan bagi Iran, diplomasi bertujuan untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara Teluk, khususnya Arab Saudi," tambahnya.

Namun Farzam menunjukkan bahwa banyak perbedaan mendasar yang harus diatasi agar kedua negara dapat meningkatkan hubungan. Oleh karena itu, kecil kemungkinan bahwa negosiasi ini akan menghasilkan hasil yang sukses yang akan menutup kesenjangan antara kedua negara.

 
Berita Terpopuler