Kemegahan Masjid Agung Aljazair dan Ironi di Baliknya

Masjid Agung Aljazair menjadi masjid terbesar di Afrika

alarabiya.net
Masjid Agung Aljazair
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Tidak seperti industri pariwisata yang berkembang pesat di negara tetangga Maroko, infrastruktur pariwisata Aljazair sering dikritik karena terbelakang. Padahal negara terbesar di Afrika itu bagaimanapun adalah rumah bagi sejumlah besar permata tersembunyi dan menakjubkan yang menampilkan sejarahnya yang panjang dan kaya.

Baca Juga

Selain atraksi paling menonjol di gurun Sahara, Aljazair, dilansir dari Middle East Monitor, memiliki beberapa Situs Warisan Dunia UNESCO yang menakjubkan yang menelusuri warisan Kartago, Romawi, dan Islamnya yang luar biasa.

Pantai Middleterranean yang menakjubkan dan murni serta taman dan taman nasional yang memesona dilengkapi dengan kekayaan keajaiban arsitektur yang menggemakan pengaruh Berber, Arab, Ottoman, dan kolonial Spanyol dan Prancis yang menghubungkan masa lalu Aljazair yang kaya.

Ibu kotanya adalah rumah bagi Notre Dame d'Afrique, sebuah counter-piece dari basilika Notre-Dame de la Garde yang ikonik di Prancis. Di kaki kota Casbah yang terdaftar di UNESCO juga terletak Masjid Ketchaoua, yang dibangun pada abad ke-17 selama pemerintahan Ottoman.

Kemudian masjid itu diubah menjadi Katedral selama pemerintahan Prancis dan kemudian dihancurkan, lalu dibangun kembali sebagai gereja dan diubah kembali menjadi masjid.

 

Lebih dari itu, ada Masjid Agung Aljazair yang menjadi masjid terbesar di Afrika yang berusia kurang dari dua tahun dan membutuhkan waktu hampir tujuh tahun untuk menyelesaikannya. Sebelum selesai pada April 2019, gelar masjid terbesar di Afrika adalah milik Masjid Hassan II di Casablanca, Maroko.

Keputusan untuk membangun masjid terbesar di Afrika dikaitkan dengan persaingan yang mengakar antara Aljazair dan Maroko, yang dimulai setidaknya sejak Perang Pasir 1963 dan diperburuk selama bertahun-tahun dengan perbedaan politik dan kedua negara berdiri di sisi yang berlawanan, konflik yang sedang berlangsung di Sahara Barat.

Masjid Agung Aljazair, yang kini menjadi masjid terbesar ketiga setelah dua situs suci umat Islam yaitu Masjid Al Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah, diresmikan pada Rabu malam pada kesempatan tanggal lahir Nabi Muhammad SAW.

Masjid Agung Aljazair dikenal secara lokal sebagai Djamaa El Djazair. Masjid ini memiliki desain yang modernis, dengan interior Andalusia, dan menara tertinggi di dunia pada ketinggian 267 meter, menjulang di atas menara tertinggi sebelumnya di Casablanca, Maroko. Menara ini dilengkapi dengan lift dan platform pengamatan yang menghadap ke ibu kota dan Teluk Algiers.

 

 

Sejumlah kalangan melihat masjid itu sebagai proyek kesombongan, menghabiskan lebih dari 1 miliar dolar uang publik yang seharusnya dapat diinvestasikan dalam menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Masjid ini juga dipandang sebagai simbol pemerintahan lama Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika.

Namun orang di belakang proyek itu tidak ada untuk melihatnya membuahkan hasil. Bouteflika dipaksa turun dari kekuasaan pada bulan yang sama pembangunan masjid selesai, setelah protes massal meletus di seluruh negeri menentang pemerintahan otokratis yang telah berlangsung selama dua dekade.

Untuk negara yang tidak kekurangan masjid, baik bersejarah maupun baru, keputusan untuk memulai bangunan yang mahal dan ambisius tersebut patut dipertanyakan. Namun, orang hanya dapat berharap bahwa masjid akan menjadi pusat teologi, budaya dan penelitian sebagaimana mestinya dan akan menarik lebih banyak pengunjung yang ingin menjelajahi negara yang megah ini. 

Sosiolog Belakhdar Mezouar yang dikutip oleh AFP mengatakan masjid besar itu tidak dibangun untuk rakyat. "Dan Bouteflika telah membangunnya untuk bersaing dengan Maroko dan untuk meletakkan konstruksi di CV-nya sehingga dia bisa masuk surga pada hari Pengadilan," katanya.

Beberapa pihak juga mengkritisi total dana negara sebesar 1 miliar dolar yang dihabiskan untuk membangun masjid tersebut, sedangkan di sisi lain terjadi maraknya pengangguran di kalangan muda dan peningkatan yang sangat dibutuhkan di sektor kesehatan dan pendidikan yang dipandang sebagai prioritas bagi negara. 

 

"Ada masjid di hampir setiap lingkungan," kata Said Benmehdi, seorang warga Aljazair berusia tujuh puluhan, yang kedua anaknya menganggur. Dia mengatakan lebih suka negara membangun pabrik dan membiarkan anak-anak muda bekerja.

 
Berita Terpopuler