Studi: Industri Gim Capai 300 Miliar Dolar AS Saat Pandemi

Gamer menghabiskan rata-rata 16 jam sepekan untuk bermain.

Flickr
Ilustrasi gamer. Sebuah laporan penelitian mengatakan nilai industri gim telah mencapai 300 miliar dolar Amerika Serikat (AS) setelah lonjakan yang dipicu pandemi, dengan sekitar 2,7 miliar pemain di seluruh dunia.
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani  Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah laporan penelitian mengatakan nilai industri gim telah mencapai 300 miliar dolar Amerika Serikat (AS) setelah lonjakan yang dipicu pandemi, dengan sekitar 2,7 miliar pemain di seluruh dunia. Laporan Accenture mengatakan sektor gim bernilai lebih dari pasar gabungan untuk film dan musik, didorong oleh keuntungan dalam gim seluler dan penekanan pada pembuatan koneksi selama masa pandemi jarak sosial.

Baca Juga

“Munculnya platform gim baru dan perubahan demografi mendorong bisnis gim dari berpusat pada prosuk menjadi platform yang berorientasi pada pengalaman,” kata Seth, Schuler, direktur pelaksana di grup industri perangkat lunak dan platform Accenture, dilansir dari Japan Today, Ahad (2/5)

Studi tersebut menemukan industri gim telah meningkat setengah miliar pemain dalam tiga tahun terakhir dan memprediksi lebih dari 400 juta pemain baru dihadapkan pada akhir 2023. Untuk gamer terbaru, 60 persen adalah wanita, 30 persen berusia di bawah 25 tahun dan sepertiga mengidentifikasi sebagai nonkulit putih.

Itu kontras dengan pemain lama yang terdiri dari 61 persen laki-laki dan lebih dari tiga perempat berkulit putih dan di atas 25 tahun. Menurut survei, gamer menghabiskan rata-rata 16 jam sepekan bermain, delapan jam sepekan menonton atau berpartisipasi dalam game streams dan enam jam sepekan berinteraksi di forum dan komunitas gim.

Robin Murdoch dari Accenture mengatakan sektor ini berkembang. “Kami melihat kemunculan gim sebagai ekosistem platform super tempat pemain dapat bertemu, berkomunikasi, menonton konser yang disiarkan langsung, berbelanja atau mendengarkan musik,” katanya.

Penelitian ini didasarkan pada data yang dikumpulkan melalui survei online dengan 4.000 konsumen di China, Jepang, AS dan Inggris, dan termasuk wawancara dengan eksekutif industri.

 
Berita Terpopuler