Harga Pangan di Lebanon Naik Gila-gilaan

Banyak keluarga Muslim di Lebanon berjuang membeli makanan berbuka.

AP/Hassan Ammar
Harga Pangan di Lebanon Naik Gila-gilaan. Seorang pedagang memajang sayuran untuk persiapan Ramadhan di sebuah pasar di Beirut, Lebanon, Senin, 12 April 2021.
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti  Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Banyak keluarga Muslim di Lebanon berjuang untuk membeli makanan berbuka puasa setiap hari selama bulan suci Ramadhan. Hal ini karena harga makanan melonjak di tengah krisis ekonomi terburuk di negara itu dalam beberapa dekade.

Baca Juga

"Harganya gila-gilaan dan bahkan naik lebih selama Ramadhan, sepiring salad saja saat ini harganya enam kali lebih mahal. Apa yang kami lakukan? Apakah kami mengemis? Kami tidak terbiasa mengemis," kata warga Beirut Um Ahmed kepada Aljazirah, Sabtu (17/4).

Zeina Khodr dari Aljazirah mengatakan bagi jutaan orang di Lebanon, makanan menjadi barang mewah. Meski Ramadhan adalah acara penting bagi umat Islam,  namun warga Beirut merayakannya dengan cara yang berbeda. 

"Lampu, dekorasi, dan kios penjual minuman tradisional yang menjadi bahan pokok di meja buka puasa sudah habis. Ekonomi dan mata uang Lebanon telah terjun bebas, mengurangi daya beli masyarakat," ujar dia.

Pound Lebanon turun menjadi 10 ribu terhadap dolar AS pada awal Maret, dan kemudian di bulan itu, turun menjadi 15 ribu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mata uang tersebut telah kehilangan sekitar 90 persen nilainya sejak akhir 2019.

“Mereka yang dulu membeli satu kilogram sayuran sekarang membeli setengahnya, sementara yang lain membeli per potong. Beberapa pergi begitu saja setelah mengetahui harganya,” kata Ahmed, seorang penjual sayur.

 

Harga telah melonjak

Satu bulan makan buka puasa untuk sebuah keluarga beranggotakan lima orang sekarang diperkirakan menelan biaya 2,5 kali lipat dari upah minimum yang bernilai 60 dolar AS. Lebanon mengimpor sebagian besar makanannya dan terjadi kekurangan karena pemerintah kehabisan dolar.

"Gaji kami tidak berubah tapi harga melonjak,” kata warga Hana Sader.

Meski gandum disubsidi oleh pemerintah, harga roti juga mengalami kenaikan. Membeli satu bungkus roti sehari selama sebulan menghabiskan lebih dari 10 persen upah minimum.

Badan amal harus memperluas upaya mereka untuk membantu mereka yang membutuhkan karena pengangguran di negara berpenduduk lima juta orang itu meningkat. Maya Terro adalah salah satu pendiri Food Blessed, sebuah organisasi yang memberi makan sekitar 1.600 keluarga setiap bulan.

"Mereka mengatakan jika mereka tidak menerima kotak makanan bulan ini, itu mungkin berarti kami mungkin tidak berbuka puasa atau kami harus makan setengah dari jumlah itu," katanya.

Pandemi Covid-19 telah memperburuk ketimpangan sosial ekonomi, dengan lebih dari separuh keluarga Lebanon hidup dalam kemiskinan. Bulan lalu, protes melanda kota-kota Lebanon, dengan demonstran memasang penghalang jalan di jalan raya utama.

Selain itu, kebuntuan politik menambah kesengsaraan Lebanon karena Perdana Menteri yang ditunjuk Saad Hariri dan Presiden Michel Aoun terus berselisih mengenai pembentukan pemerintahan baru dan bagaimana kementerian akan dialokasikan.

https://www.aljazeera.com/news/2021/4/17/lebanon-faces-tough-ramadan-amid-soaring-food-prices

 
Berita Terpopuler