Grant John Randall Sempat Pusing Pertama Kali Puasa

Usai memeluk Islam, Randall alami kesulitan jalani puasa.

Republika/Rakhmawaty La'lang
Pertandingan Taekwondo. (Ilustrasi)
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Selama bulan suci Ramadhan, dojang (tempat latihan) WTTU Moo Duk Taekwondo dipadati banyak aktivitas. Beberapa peserta pelatihan bertubuh kecil, berusia hanya tiga atau empat tahun. Sementara yang lain adalah calon peraih medali Olimpiade. Beberapa anggota, termasuk yang non-Muslim, ikut berpuasa sembari melakukan latihan intensif.

Baca Juga

Master Grant John Randall, presiden World Taekwondo Taedoo Union (WTTU) di UEA, mengawasi kegiatan di Moo Duk. Dia menjelaskan awal pertemuannya dengan Islam yang dimulai setelah ia tiba di UEA. "Orang tuaku membebaskan kami untuk memilih jalan masing-masing," katanya, dilansir dari Khaleej Times, Jumat (16/4).

Pada 2004, sekitar setahun setelah berada di UEA, Randall terpesona pada Islam. Dia biasa mengunjungi toko buku Islam tempat membeli buku-buku yang menjelaskan sains dan matematika dalam Alquran. Setelah membaca beberapa buku, dia tahu bahwa Islam memiliki banyak jawaban atas pertanyaan yang dia miliki. Seusai memeluk Islam, ia pun mulai berpuasa.

Setelah menghabiskan hampir satu dekade tinggal dan bekerja di beberapa tempat, termasuk Afghanistan, Pakistan, India, Randall memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan mengambil taekwondo secara penuh waktu, dengan mendirikan sebuah tempat latihan di Dubai.

 

 

"Tetapi dulu aku tidak punya tempat untuk mengajar. Jadi, selama hampir satu tahun, saya akan memberikan pelajaran taekwondo gratis di Zabeel Park kepada siapa pun yang ingin belajar," tuturnya.

Pada 2017, saat mendirikan WTTU Moo Duk Taekwondo, Randall tidak sendirian dalam berpuasa. Dia bergabung dengan rekannya, Master Karel Josh De Vera. "Ketika aku pertama kali mulai berpuasa, itu hanya sebagai tanda penghormatan kepada Randall dan beberapa siswa kami," kata De Vera.

"Hari pertama aku berpuasa, durasinya 16 jam dan aku ingat sakit kepala parah. Kukira tidak bisa melakukannya lagi. Namun, aku terus melakukannya dan mulai memperhatikan banyak manfaat kesehatan di tubuhku karena puasa. Saat itulah aku memutuskan untuk melakukannya secara teratur," tambah De Vera.

Begitu pun Randall, yang juga mengalami kesulitan di hari-hari awal. Di hari-hari pertama, dia selalu selalu pusing. "Kamu bisa mengalahkanku dengan batu bata atau menusuk, dan aku bisa menerimanya. Tetapi aku tidak bisa menahan sakit kepala," ucapnya.

Namun, setelah dua atau tiga hari, tubuh Randall mulai terbiasa. Bahkan banyak siswanya yang ikut berpuasa termasuk salah satu penerima medali Olimpiade. Awalnya cukup sulit melatih siswa non-Muslim yang juga ikut berpuasa. Kemudian dia mengubah jadwal dan melatih di malam hari setelah berbuka puasa.

"Jika dia harus kehilangan sebagian lemak tubuh, saya akan melatihnya saat dia berpuasa, menjaganya dalam kisaran 70 persen dari MHR (detak jantung maksimum) untuk menghasilkan pembakaran lemak," jelas Randall.

 

 

Master Grant menjelaskan lebih jauh tentang bagaimana mereka merancang sesi latihan dengan cermat bagi banyak atlet profesional. "Biasanya, kami melatih mereka untuk membangun ketahanan dan setiap hari kami berkonsentrasi pada bagian otot yang berbeda," katanya.

"Namun, selama Ramadhan fokus kami adalah pada full body conditioning. Jadi, kami melakukan satu hari latihan horizontal dan hari berikutnya kami melakukan latihan lateral sepenuhnya. Ini memastikan bahwa kami tidak melelahkan satu otot tertentu dan sebaliknya, bekerja pada tubuh sepenuhnya," paparnya.

Selama Ramadan, para pelatih bekerja sekitar 6,5 jam, yang tergolong cukup ketat dan intensif. Dari jumlah ini, hampir tiga jam dihabiskan untuk melatih diri sementara sisanya dihabiskan untuk melatih atlet lain dan kelas lari.

"Kami memiliki dua kelas untuk anak-anak. Salah satunya untuk atlet kecil dan satu lagi untuk anak yang lebih besar. Dua kelas itu benar-benar satu-satunya waktu istirahat yang kita miliki sepanjang hari. Jika tidak, kami terus bergerak," terangnya.

 

 

Ketika ditanya apakah kelaparan pada malam hari, Randall menjawab, "Tidak juga." Sebab biasanya dia makan sedikit kurma, kudapan kecil dan sedikit air, kemudian kembali ke pelatihan.

"Kami tidak makan apa pun yang berat karena akan sulit untuk melanjutkan pelatihan. Makan pertama kami adalah makan malam yang kami makan setelah menghabiskan hari sekitar jam 10 malam."

Randall menambahkan, bagian terberat dalam Ramadhan kali ini adalah sulit tidur. Setelah makan malam, dia biasanya tidak bisa tidur dengan mudah sehinggga ia tetap terjaga sepanjang malam dan tidur hanya setelah sahur. Waktu tidurnya hanya selama 4-5 jam. Setelah bangun, ia pun berlatih lagi.

"Ini satu-satunya kesulitan terbesar. Namun, yang paling saya nikmati di bulan ini adalah kedamaian dan ketenangan. Semuanya melambat, memberi jalan untuk peremajaan psikologis. Secara spiritual, ini sangat menggembirakan, dan Ramadhan adalah waktu favorit saya tahun ini," katanya.

 

 

 

 

 
Berita Terpopuler