Vaksin Merah Putih Unair yang Masuki Tahap Praklinis

Uji praklinis vaksin Merah Putih Unair pada hewan disebut berjalan lancar.

ANTARA/Maulana Surya
Petugas medis menyuntikkan vaksin Covid-19 ke masyarakat. Upaya menghasilkan vaksin dalam negeri dengan nama Vaksin Merah Putih terus berjalan. Saat ini Unair dan Eijkman disebut paling unggul dalam proses pengembangan Vaksin Merah Putih.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dadang Kurnia, Rr Laeny Sulistyawati

Di tengah embargo vaksin dari India yang membuat Indonesia berpotensi tertunda mendapatkan puluhan juta dosis vaksin Covid-19, upaya mandiri dalam urusan vaksin menjadi makin penting. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berharap akhir 2021 ada vaksin Merah Putih yang bisa dihasilkan bangsa Indonesia untuk masuk tahap produksi massal.

"Harapan kita memang pada akhir 2021 sudah bisa ada vaksin Merah Putih yang bisa dihasilkan oleh bangsa ini," kata Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito dalam Lokakarya Pengawalan Vaksin Merah Putih, Selasa (13/4). Dari enam institusi yang mengembangkan vaksin Merah Putih, ada dua institusi yang memiliki progres paling cepat, yakni Universitas Airlangga dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

BPOM menuturkan, vaksin Merah Putih yang dikembangkan Universitas Airlangga (Unair) saat ini sudah masuk tahap praklinis atau uji pada hewan. Unair mengembangkan vaksin Merah Putih dengan platform virus yang dimatikan atau inactivated virus.

"Dari Universitas Airlangga dengan platform inactivated virus itu sudah memulai uji praklinis, uji pada hewannya sudah mulai per tanggal 9 kemarin (9 April 2021). Alhamdullillah, sudah mulai praklinis," ujar Penny.

Diharapkan uji praklinis sampai uji klinis vaksin yang dikembangkan Unair itu akan selesai sekitar Oktober 2021 sehingga bisa diproduksi pada akhir 2021. Unair akan bermitra dengan perusahaan farmasi PT Biotis.

Saat ini, PT Biotis sedang berupaya untuk mendapatkan sertifikat Good Manufacturing Practice (GMP) atau Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Penny menuturkan, dalam waktu dekat PT Biotis akan mendapatkan sertifikat CPOB tersebut, yang kemungkinan sekitar Mei 2021 jika semua berjalan lancar.

Rektor Unair, Prof Mohammad Nasih, optimistis vaksin Merah Putih yang tengah dikembangkan di dalam negeri dapat diproduksi massal pada akhir 2021. Apalagi, kata dia, telah ada instruksi dari Kepala BPOM yang meminta dua bulan setelah pelaksanaan uji klinis vaksin bisa dikeluarkan.

"Kita berharap itu benar ditepati sehingga pada Oktober atau November bisa dimanfaatkan," kata Nasih di Surabaya, Selasa (13/4).

Nasih mengungkapkan, saat ini pengembangan vaksin Merah Putih berada pada tahap uji coba pada hewan transgenik. Menurut laporan yang dia terima, uji coba pertama yang dilakukan kepada hewan tersebut berjalan sukses.

"Secara teknis tidak ada masalah. Kalau produksi itu urusan pemerintah dan industri, tapi secara teknis pada laporan terakhir hewan yang disuntik vaksin sehat-sehat saja, tidak ada yang berdampak signifikan," ujarnya.

Nasih mengaku sempat mengalami kendala dalam upaya mendatangkan hewan transgenik dari Amerika Serikat sebagai media uji coba vaksin. Di mana waktu yang dibutuhkan sangat panjang. Bahkan, setelah sampai di Jakarta pun masih harus dikarantina.

"Sehingga, bayangan kami tanggal 15 Maret bisa mulai, ternyata harus mundur 1 April. Pada April pun hewannya masih dikarantina sehingga belum bisa dipakai," ujarnya.

Nasih mengatakan, penyuntikan vaksin kepada hewan transgenik pun baru bisa dilakukan pada 9 April 2021. Nasih menjelaskan, hewan transgenik harus didatangkan dari Amerika Serikat karena di Indonesia belum ada hewan khusus untuk uji coba.

"Di Amerika Serikat semuanya telah siap. Kami ingin vaksin ini standarnya internasional biar bisa diakui WHO. Kami juga ingin ini berjalan lancar dan berharap agak diam-diam dulu, mudah-mudahan dua bulan untuk uji coba hewan lancar. Sehingga, bulan Juli atau Agustus bisa mulai uji klinis," kata dia.





Baca Juga

Sementara itu, Penny menambahkan bibit vaksin yang sedang dikembangkan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman akan menuju ke tahap praklinis. Eijkman mengembangkan vaksin Merah Putih dengan platform subunit protein rekombinan.

Diharapkan vaksin tersebut dapat memasuki tahap produksi massal pada kuartal ketiga 2022. Menurut Penny, platform subunit protein rekombinan merupakan teknologi pengembangan vaksin yang lebih baru.

Eijkman akan bermitra dengan PT Bio Farma dalam memproduksi massal vaksin itu. "Untuk Bio Farma ini juga sesuatu yang baru tentunya untuk fasilitas produksinya," tutur Penny.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro menyebutkan, ada enam instansi yang mengembangkan vaksin Covid-19 buatan dalam negeri Merah Putih. Selain Unair dan Eijkman, instansi lainnya adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan protein rekombinan, kemudian Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan protein rekombinan adeno virus, hingga Universitas Indonesia (UI) dengan DNA/RNA.

Ia menambahkan, Indonesia harus menguasai berbagai platform yang ada, terutama yang dianggap sebagai suatu kemajuan teknologi vaksin. Misalnya, teknologi DNA/RNA.

"Dari enam yang bekerja ini, ada dua yang perkembangannya paling cepat, yaitu dari LBM Eijkman dengan protein rekombinan, khususnya ekspresi ragi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Penghasil Vaksin PT Bio Farma sudah siap menjadi pihak manufacturing-nya," ujarnya, Selasa (13/4).

Sementara untuk ekspresi mamalia, dia melanjutkan, sebenarnya bibit vaksinnya sudah siap, namun Bio Farma belum siap menangani menggunakan media ini. Dengan demikian, pihaknya kini fokus pada ekspresi ragi.
Bambang berharap bibit vaksinnya bisa diberikan ke Bio Farma sekitar Mei atau bulan depan. Kemudian, ia menyebutkan instansi lainnya yang berproses cukup cepat, yaitu dari Unair yang menggunakan inactivated virus. Dia melanjutlan, Unair telah mendapatkan mitra industri dan ia mendapatkan informasi bahwa Unair masih mengurus prosesnya dengan BPOM.

Lebih lanjut ia menambahkan, kemandirian vaksin membutuhkan peran serta pihak industri. "Karena itu, dalam proses ini,  kami bentuk konsorsium vaksin yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan di luar Bio Farma. Kemudian, beberapa perusahaan secara informal sudah menyampaikan keinginan untuk terjun dalam vaksin manusia, misalnya Tempo Scan Pasific sebagai perusahaan farmasi yang cukup besar, kemudian PT Kalbe Farma," ujarnya.

Oleh karena itu, pihaknya mengapresiasi BPOM sejak awal dalam bidang perizinan vaksin Merah Putih sudah menawarkan dukungan bantuannya. Bantuan itu di antaranya tidak hanya pendampingan bagi instansi pengembang Vaksin Merah Putih yang diperkirakan cukup siap untuk segera beralih dari tahap good laboratory practice (GLP) menjadi  good manufacturing practice (GMP).

"Karena dari yang saya coba pelajari bahwa (pengembangan vaksin) dari laboratorium ke manufacturing bukan hal yang mudah, artinya tidak bisa dianggap sebagai proses yang biasa saja. Apalagi, Bio Farma belum berpengalaman menerima vaksin dari laboratorium," ujarnya.

Bio Farma biasa menerima bibit vaksin yang sudah dalam bentuk bahan baku (bulk) yang kemudian diolah dalam proses akhir. Bambang berharap tahap pengembangan Vaksin Merah Putih menuju uji klinis bisa dipercepat di masing-masing perusahaan, seperti Bio Farma. Kemudian, dia melanjutkan, BPOM diharapkan bisa membantu proses percepatan uji klinis tersebut.

"Namun, tentunya kita harus mengikuti semua prosedur yang ditetapkan. Karena, ini berbicara mengenai vaksin yang terkait manusia sehingga kalau ada kesalahan bisa mengancam jiwa manusia," katanya.

Oleh karena itu, dia melanjutkan, semua proses perizinan vaksin harus diikuti. Namun, dengan intensitas komunikasi yang tinggi serta saling percaya antara satu pihak dan yang lain, dia berharap tahapan uji klinis bisa dipercepat.

Kemenristek/BRIN berharap vaksin Merah Putih bisa ikut berkontribusi dalam proses vaksinasi Covid-19 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang kemungkinan berlangsung 12-15 bulan.  

Vaksinasi bagi ibu menyusui. - (Republika)





 
Berita Terpopuler