Erdogan Janji Bantu Penyelesaian Konflik Ukraina-Rusia

Erdogan berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy

Turkish Presidency via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Rep: Dwina Agustin Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyerukan perkembangan yang mengkhawatirkan di timur Ukraina dan mengaku siap membantu. Pernyataan itu muncul usai melakukan pembicaraan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy lebih dari tiga jam.

Baca Juga

"Kami siap memberikan dukungan apa pun yang diperlukan untuk ini," kata Erdogan.

Erdogan berharap konflik akan diselesaikan secara damai, melalui dialog berdasarkan kebiasaan diplomatik, sejalan dengan hukum internasional, dan integritas teritorial Ukraina. "Kami berharap eskalasi mengkhawatirkan yang diamati di lapangan baru-baru ini berakhir secepat mungkin, gencatan senjata terus berlanjut dan konflik diselesaikan melalui dialog berdasarkan kesepakatan Minsk," kata Erdogan.

Anggota NATO Turki telah menjalin kerja sama erat dengan Rusia atas konflik di Suriah, Libya dan Nagorno-Karabakh, serta di bidang pertahanan dan energi. Namun, mereka mengkritik aneksasi Krimea dan mendukung integritas teritorial Ukraina. Terlebih lagi, Ankara  juga telah menjual drone ke Kyiv pada 2019.

Erdogan mengatakan, Turki dan Ukraina meluncurkan platform dengan menteri luar negeri dan pertahanan mereka untuk membahas kerja sama industri pertahanan. Namun, dia menolak langkah ini bukan tindakan melawan negara-negara ketiga.

Zelenskiy mengatakan, posisi Kyiv dan Ankara bertepatan dengan ancaman di Laut Hitam dan tanggapan terhadap ancaman tersebut. Dia memberi pengarahan kepada Erdogan secara rinci tentang perkembangan di Donbass.

"Kami membahas secara rinci masalah keamanan dan penanggulangan bersama terhadap tantangan di kawasan Laut Hitam dan perlu dicatat bahwa visi Kyiv dan Ankara bertepatan baik mengenai ancaman itu sendiri dan cara menanggapi ancaman ini," kata Zelenskiy.

Kyiv telah meningkatkan kewaspadaan atas penumpukan pasukan Moskow di dekat perbatasan antara Ukraina dan Rusia. Terjadi pula peningkatan kekerasan di sepanjang garis kontak yang memisahkan pasukan Ukraina dan milisi yang didukung Rusia di Donbass.

Gerakan militer Rusia telah memicu kekhawatiran bahwa negara itu sedang bersiap untuk mengirim pasukan ke Ukraina. Kremlin menyangkal pasukannya adalah ancaman, tetapi mengatakan mereka akan tetap bertahan selama itu dirasa diperlukan.

 

Amerika Serikat (AS) mengatakan, Rusia telah mengumpulkan lebih banyak pasukan di perbatasan timur Ukraina sejak 2014, ketika mencaplok Krimea dari Ukraina dan mendukung milisi di Donbass. Pada Jumat (9/4), Turki mengatakan, AS akan mengirim dua kapal perang ke Laut Hitam minggu depan.

Pertempuran besar di Donbass berakhir dengan gencatan senjata yang disepakati di ibu kota Belarusia, Minsk, pada 2015 Implementasinya telah dibantu oleh Prancis dan Jerman sebagai pengawas. Pertempuran sporadis terus berlanjut meskipun upaya berulang untuk menerapkan gencatan senjata.

Ukraina dan Rusia saling menyalahkan atas peningkatan kekerasan dalam konflik, yang menurut Kyiv telah menewaskan 14.000 orang sejak 2014. Presiden Rusia Vladimir Putin, dalam panggilan telepon dengan Erdogan pada Jumat, menuduh Ukraina melakukan tindakan provokatif berbahaya di Donbass. Sedangkan Kyiv mengatakan pada Sabtu, bahwa Ukraina dapat diprovokasi oleh kejengkelan Rusia atas situasi di Donbass. 

 
Berita Terpopuler