Isu Islamofobia, Spanyol Kehilangan Citra Ramah Muslim

Spanyol adalah negara kedua yang paling banyak dikunjungi di dunia setelah Prancis

Republika TV/Kamila
Alhambra merupakan sebuah kompleks istana dan benteng peninggalan bersejarah sekaligus bukti jejak peradaban Islam di Eropa.
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  MADRID--Pemerintah Spanyol menyebut berencana menarik dua kali lipat jumlah pengunjung dari Arab Saudi yang menghabiskan banyak uang sebagai bagian dari rencana pascapandemi. Namun, upaya tersebut terhalang adanya peningkatan Islamofobia baru-baru ini dapat mencoreng citra ramah Muslimnya.

Baca Juga

Dilansir dari Salaam Gateway, Jumat (9/4), sekira 90 ribu turis Saudi mengunjungi Spanyol pada 2019 atau 21 persen lebih banyak dari 2018. Rencananya, Spanyol ingin menggandakan jumlah ini setelah penerbangan internasional telah dibolehkan mulai 17 Mei, seperti yang baru-baru ini diumumkan oleh otoritas Saudi.

 “Jika semuanya berjalan sesuai rencana itu, kami akan berusaha melakukannya dalam periode 12 bulan,” kata Wakil Presiden Timur Tengah dan Urusan Publik Global di AviaReps, Glenn Johnston.

Perusahaan pemasaran pariwisata global ditunjuk oleh otoritas pariwisata Spanyol pada Februari tahun ini sebagai perwakilan resminya di Arab Saudi.  Keputusan untuk bermitra dengan AviaReps di Kerajaan mencerminkan pentingnya perjalanan turis Arab Saudi untuk negara Eropa.

Sebelum pandemi, Saudi melakukan rata-rata 9,6 juta perjalanan liburan ke luar negeri setiap tahun, menghabiskan 80 persen dari anggaran hiburan mereka saat mereka pergi, atau lebih dari Rp 73 triliun per tahun, menurut perkiraan Kementerian Investasi Arab Saudi.

 

Sebagian besar fokus AviaReps adalah mendidik profesional pariwisata keluar Arab Saudi tentang Spanyol sehingga mereka dapat mengembangkan rencana perjalanan liburan untuk klien mereka.  Perusahaan juga akan mempromosikan Spanyol kepada konsumen dan menjangkau aliansi dan grup melalui pemasaran dan kemitraan digital.

Tapi, bisakah peningkatan Islamofobia baru-baru ini di Spanyol berpotensi menggagalkan upaya pemasaran?

Spanyol adalah negara kedua yang paling banyak dikunjungi di dunia setelah Prancis sebelum wabah virus corona, menyambut 83,7 juta turis pada 2019, dan memecahkan rekor jumlah turis selama tujuh tahun berturut-turut. Namun, pandemi melumpuhkan pariwisata menjadi 19 juta pada 2020 atau hampir 77 persen penurunan, menurut Institut Statistik Nasional.

"Dalam beberapa bulan terakhir, kami telah melihat gelombang baru dalam wacana Islamofobia dan xenofobia dari aktivis dan politisi sayap kanan, terutama di Prancis, tetapi juga di Spanyol," ujar Direktur Hubungan Internasional di Instituto yang berbasis di Córdoba, Dr Barbara Ruiz-Bejarano.

Kondisi di Spanyol, sebuah partai politik sayap kanan disebut memang semakin vokal dalam sentimen anti-Islamnya. Studi terbaru Kementerian Dalam Negeri tentang kejahatan rasial tidak menyebut nama Islam, tetapi melaporkan 66 kasus berdasarkan keyakinan atau praktik agama pada 2019 dan 596 kasus berdasarkan rasialisme dan xenofobia. Plataforma Ciudadana contra la Islamofobia melaporkan 546 kasus terhadap Muslim pada 2017, yang merupakan tahun terjadinya dua serangan teroris di Barcelona.

 

Tetapi, turis tidak berhenti berbondong-bondong ke Spanyol pasca 2017. Faktanya, Spanyol pada 2019 adalah tujuan wisata di Eropa yang paling populer bagi wisatawan internasional. 

“Saya percaya bahwa beberapa segmen pelancong Saudi akan melakukan perjalanan ke Spanyol terlepas dari apakah itu ramah Muslim atau tidak. Tetapi, jika otoritas Spanyol bertujuan untuk melipatgandakan jumlahnya, mereka perlu meningkatkan upaya mereka dalam menyediakan layanan ramah Muslim dan fasilitas,” kata Spesialis perjalanan dan Mitra di DinarStandard, Reem El Shafaki.

“Selain menyediakan beberapa layanan dasar ramah Muslim, mengomunikasikan lingkungan ramah yang tulus dari pengunjung Muslim, terutama sehubungan dengan larangan hijab di Prancis, akan sangat membantu,”ujarnya. Alkhaledi Kurnialam

 
Berita Terpopuler