Vaksin AstraZeneca yang Mulai Dibatasi di Eropa

169 kasus pembekuan darah ditemukan dari 34 juta vaksinasi AstraZeneca di Eropa.

ANTARA/Prasetia Fauzani
Petugas kesehatan memperlihatkan botol vaksin Covid-19 AstraZeneca saat vaksinasi bagi pedagang di pasar tradisional Gringging, Kediri, Jawa Timur, Kamis (1/4/2021). Pedagang pasar di Kediri mulai mendapatkan suntikan vaksin dosis pertama guna menangkal penyebaran Covid-19 di pasar tradisional yang sering terjadi kerumunan saat bertransaksi.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Puti Almas, Rr Laeny Sulistyawati, Fauziah Mursid, Antara

Kontroversi seputar penggunaan vaksin AstraZeneca dan efek sampingnya belum juga selesai. AstraZeneca pada Rabu (7/4) mengatakan sedang bekerja dengan regulator Eropa dan Inggris untuk mengubah informasi produk pada vaksin Covid-19 produksinya.

Perubahan informasi dilakukan setelah pihak berwenang mengatakan menduga kemungkinan pembekuan darah otak sebagai efek samping yang jarang terjadi dari penggunaan vaksin tersebut. "Kedua tinjauan ini menegaskan kembali bahwa vaksin tersebut menawarkan perlindungan tingkat tinggi terhadap semua tingkat keparahan Covid-19 dan bahwa manfaat ini terus jauh lebih besar daripada risikonya," kata AstraZeneca dalam sebuah pernyataan.

"Namun, mereka sampai pada pendapat bahwa peristiwa ini memiliki kemungkinan hubungan dengan vaksin dan meminta agar itu didaftar sebagai potensi efek samping yang sangat langka," ujar pernyataan tersebut, dilansir dari Reuters.

Beberapa negara di Eropa telah mengumumkan pembatasan penggunaan vaksin AstraZeneca pada orang yang lebih muda. Langkah pembatasan diambil setelah ditemukan hubungan antara vaksin itu dan pembekuan darah yang sangat langka, yang kebanyakan terjadi pada wanita di bawah usia 60 tahun dalam waktu dua minggu setelah vaksinasi.

Negara-negara Eropa kini harus membuat keputusan sendiri tentang cara menangani risiko pembekuan darah langka dari vaksin Covid-19 AstraZeneca berdasarkan tingkat infeksi yang terjadi dan ketersediaan vaksin alternatif, menurut regulator obat Uni Eropa pada Rabu (7/4).

Italia adalah negara terbaru yang mengubah kebijakannya pada Rabu. Italia mulai sekarang akan merekomendasikan penggunaan AstraZeneca hanya untuk mereka yang berusia di atas 60 tahun.

Baca Juga

Baca juga : Dua Hal yang tak Lagi Perlu Dilakukan untuk Cegah Covid-19

Namun, Badan Obat Eropa (European Medicines Agency atau EMA) masih menahan diri untuk mengeluarkan pedoman. EMA mengatakan, negara-negara harus membuat penilaian keseimbangan risiko sendiri berdasarkan kondisi lokal yang sangat bervariasi di seluruh blok.

"Kami mencoba memberikan informasi sebanyak mungkin tentang manfaat dan risiko yang telah kami identifikasi, dan berdasarkan itu dan situasi pandemi di negara anggota tingkat infeksi, ketersediaan vaksin yang berbeda. Setiap negara dapat mengambil keputusan yang berbeda tentang siapa yang akan divaksin," kata Direktur Eksekutif EMA Emer Cooke dalam sebuah pengarahan.

Cooke mengatakan, risiko kematian akibat Covid-19 jauh lebih besar daripada risiko kematian akibat efek samping yang jarang terjadi. "Sangat penting bagi kami untuk menggunakan vaksin yang kami miliki untuk mencoba dan mengalahkan pandemi ini," ujarnya.

Sabine Straus, ketua komite keamanan EMA, mengatakan, risiko efek samping bukan tidak terduga karena vaksin diluncurkan dalam skala besar. EMA telah menerima laporan dari 169 kasus pembekuan darah otak langka yang dikenal sebagai trombosis sinus vena serebral (CVST), pada 4 April, kata Straus. Jumlah itu terjadi dari 34 juta dosis suntikan yang diberikan di Wilayah Ekonomi Eropa.

Ada juga tiga kasus pembekuan darah dengan trombosit rendah setelah penggunaan suntikan Johnson & Johnson, kata Peter Arlett, kepala satuan tugas metode dan analisis data. Para ahli mengatakan kepada Reuters bahwa masih terlalu dini untuk mengatakan apakah peristiwa ini terkait dengan vaksin tersebut.

Bukan hanya Eropa yang melakukan peninjauan penggunaan AstraZeneca. Otoritas Australia juga akan meninjau temuan dari Inggris dan Uni Eropa terkait kekhawatiran mengenai vaksin AstraZeneca. Meski demikian, pihak berwenang negara itu menekankan bahwa manfaat dari produk ini diyakini tetap lebih besar dibandingkan risikonya.

Baca juga : Polri Tolak Usulan TP3 Soal Pengusutan Penembakan Laskar FPI

Peninjauan dilakukan menyusul keputusan Inggris untuk menawarkan orang dewasa sehat berusia di bawah 30 tahun melakukan vaksinasi Covid-19 alternatif selain dari AstraZeneca. Hal itu dilakukan terkait dengan kasus pembekuan darah sebagai efek samping, meski jarang terjadi.

Selain itu, EMA juga mengumumkan bahwa kasus gumpalan darah secara resmi termasuk dalam daftar efek samping yang sangat langka dari vaksin AstraZeneca. Meski demikian, pihak berwenang Uni Eropa tersebut tidak mengumumkan pembatasan penggunaan.

Pemerintah Australia meminta Australian Technical Advisory Group on Immunisation (Atagi) dan Therapeutic Goods Administration (TGA) untuk segera mempertimbangkan tentang temuan penyelidikan vaksin AstraZeneca di luar Uni Eropa dan Inggris. Termasuk juga dalam memberikan saran terkait masalah efek samping ini.

Seorang juru bicara menteri kesehatan mengatakan regulator Australia telah bekerja sama dengan mitra internasional untuk mempertimbangkan bukti efek samping tersebut. Setiap saran terbaru akan diberikan dan diteruskan kepada Komite Utama Perlindungan Kesehatan, yang mencakup seluruh petugas kesehatan kepala negara bagian dan teritori.

“Pemerintah Australia menempatkan keselamatan di atas segalanya, seperti yang telah dilakukan selama pandemi, dan akan terus mengikuti nasihat medis dalam melindungi warga Australia," ujar juru bicara tersebut, dilansir The Guardian, Kamis (8/4).

Kepala petugas medis Australia, Paul Kelly, mengatakan, masalah dengan vaksin AstraZeneca akan dipertimbangkan oleh TGA dan Atagi. Ia menyebut pihak berwenang sadar bahwa meski kasus pembekuan darah  adalah peristiwa yang sangat langka, hal ini tetap dapat memengaruhi kepercayaan terhadap vaksin.

“Tampaknya ada tren pada orang yang lebih muda dan setidaknya dalam data Eropa pada wanita menjadi lebih umum, tetapi saya benar-benar akan menekankan bahwa ini adalah peristiwa yang sangat jarang terjadi. Tapi, seperti pengobatan apa pun, kami harus melihat risiko dan manfaat,” ujar Kelly menjelaskan.





Sementara itu, Indonesia masih tetap akan menggunakan vaksin AstraZeneca. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan tetap menggunakan dan mendistribusikan vaksin ini karena otoritas terkait yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI), hingga Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) masih menyatakan vaksin ini aman.

"Sampai saat ini belum ada KIPI atau efek samping dari Vaksin AstraZeneca ya. Nanti yang akan mengkaji tentunya BPOM, ITAGI, hingga Komnas KIPI dan selama ini dikatakan masih aman," kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi Republika, Ahad (4/4).

Tak hanya itu, dia menambahkan, keputusan organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) dan Kelompok Penasehat Strategis Ahli Imunisasi (SAGE) WHO yang menyatakan Vaksin AstraZeneca masih bisa digunakan juga menjadi pertimbangan. Jadi, dia melanjutkan, vaksin AstraZeneca tetap digunakan untuk usia 18-59 tahun, bahkan untuk kelompok lanjut usia (lansia) di Tanah Air.

"Iya (masih digunakan)," ujarnya.

Isu terkait vaksin AstraZeneca memang lebih berkutat pada faktor kehalalannya setelah sebelumnya sempat disebut vaksin ini mengandung tripsin babi. Tak cukup dengan mengeluarkan fatwa halal vaksin AstraZeneca, tapi vaksinasi AstraZeneca banyak digunakan di kalangan ulama termasuk ke pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Tujuannya untuk memperkuat keyakinan masyarakat, khususnya umat Islam terhadap kebolehan vaksin tersebut. Vaksin AstraZeneca sempat dipersoalkan lantaran kajian Komisi Fatwa MUI menemukan unsur tripsin dari pankreas babi dalam vaksin, meskipun kemudian MUI menyatakan kebolehan dengan alasan kedaruratan.

"Saya percaya mudah-mudahan sesudah adanya penyuntikan AstraZeneca di MUI ini, penyuntikan AstraZeneca di seluruh Indonesia, di seluruh pelosok nusantara ini dan di seluruh orang-orang beragama muslim di Indonesia bisa berjalan dengan lancar," ujar Menkes Budi Gunadi, saat mendampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin meninjau vaksinasi pengurus MUI Pusat, Rabu (7/4).

Budi mengatakan, vaksinasi terhadap pengurus MUI dengan vaksin AstraZeneca  memberi pemahaman masyarakat tentang kebolehan penggunaan vaksin asal Inggris tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak lagi ragu untuk divaksin menggunakan vaksin tersebut.

Karena itu, ia mengapresiasi pelaksanaan vaksinasi di MUI Pusat dengan menggunakan AstraZeneca disertai dukungan Wapres Ma'ruf Amin. "Bapak Wapres sebagai senior dari umat muslim di seluruh Indonesia sudah memberikan contoh vaksin AstraZeneca ini aman, boleh dan wajib hukumnya untuk disuntikkan ke seluruh umat muslim di Indonesia untuk mencapai kekebalan komunal dalam rangka mengendalikan pandemi Covid-19 ini," ungkapnya.

Kemarin pengurus pusat MUI melakukan vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin AstraZeneca. Vaksinasi kali ini disaksikan oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Wapres menyebut vaksinasi di MUI Pusat hari ini memiliki kekhususan lantaran vaksin yang digunakan untuk menyuntik pengurus MUI Pusat adalah vaksin AstraZeneca. Wapres menyampaikan, vaksinasi pengurus MUI menggunakan Astrazeneca ingin membuktikan vaksin itu boleh dan aman digunakan meskipun ia menyebut terdapat unsur haram dalam bahan baku vaksin buatan Inggris itu.

"Vaksinasi di MUI Pusat ini istimewa karena menggunakan vaksin AstraZeneca, masalah ini kan jadi persoalan yang cukup hangat tapi MUI sesuai dengan pandangan dan keputusannya, Astrazeneca walaupun bahannya ada satu yang haram tapi dinyatakan boleh digunakan," ujar Wapres dalam keterangan persnya secara daring dari Kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (7/4).

Ma'ruf pun mengimbau penggunakan vaksin AstraZeneca untuk vaksinasi para ulama dan pengurus MUI dilanjut ke tingkat daerah. "Karena itu mungkin ini (vaksin dengan AstraZeneca) yang akan terus dianjurkan ke MUI-MUI daerah provinsi kabupaten kota agar tidak ada keraguan, jadi masyarakat tdk perlu ragu menggunakannya dari segi kebolehannya, menurut pandangan keagamaan oleh MUI," kata Ma'ruf.

Vaksin AstraZeneca - (Republika)



 
Berita Terpopuler