Peran Penting Baitul Hikmah dalam Peradaban Islam

Pengembangan Baitul Hikmah dilakukan di masa Khalifah al-Ma'mum.

Muslim heritage
Baitul Hikmah di Badhad.
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di masa Abbasiyah, upaya menerjemahkan pemikiran Yunani dilakukan secara masif. Upaya tersebut diwujudkan melalui pendirian lembaga Baitul Hikmah. 

Baca Juga

Pengembangan Baitul Hikmah dilakukan di masa Khalifah al-Ma'mum. Dia seorang rasionalis yang berusaha menanamkan pandangan keagamaannya melalui mekanisme otoritas negara. Dari Baitul Hikmah, al-Ma'mum memerintahkan penerjemahan karya-karya pemikiran filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab.

Baitul Hikmah didesain menyerupai sekolah Jundishapur,  yang terdiri dari perpustakaan, observatorium, dan departemen penerjemahan. Sosok terpenting di Baitul Hikmah adalah Abu Zaih Hunain bin Ishq al-Ibadi.

Abu Zaid Hunain merupakan murid Yuhanna bin Masawih yang berjasa dalam menerjemahkan buku Euclid, Galen, Hippocrates, dan Archimedes. Hunain juga menerjemahkan karta Plato seperti Republic, Laws, dan Timaesus. Juga karya Aristoteles seperti Categories, Physics, dan Magna Moralia. 

Selanjutnya, di Baitul Hikmah, setiap buku yang diterjemahkan kemudian didiskusikan dan dikaji. Hasil dari diskusi dan kajian itu oleh para ilmuwan Muslim dikembangkan dalam berbagai disiplin ilmu seperti matematika, filsafat, astronomi, kedokteran, fisika bahkan juga metafisika.

 

Dari Baitul Hikmah, lahirlah tokoh-tokoh besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, seperti; Al-Kindi, Al-Khwarizmi, Muhammad Jakfar bin Musa, Ahmad bin Musa, Abu Tammam, Al-Jahiz, Ibnu Malik At-Thai, Abul Faraj, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Misykawaih, hingga sejarawan besar Ibnu Khaldun.

 

Hasil-hasil karya para ilmuwan Muslim tersebut, yang kemudian menginspirasi para ilmuwan Barat modern. Namun begitu, kejayaan Baitul Hikmah memang hanya bertahan hingga lima abad saja.  Terhitung pada 1257, bangsa Mongol dalam pimpinan Hulagu Khan menyerbu dan memporak-porandakkan Baghdad.

 
Berita Terpopuler