Dewan Keamanan PBB Didesak Cegah Pertumpahan Darah Myanmar

Risiko perang saudara dan pertumpahan darah lebih tinggi di Myanmar

Anadolu Agency
Suasana demonstrasi antijunta militer di Myanmar.
Rep: Fergi Nadira Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Utusan PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener memohon kepada Dewan Keamanan PBB (DK PBB) mengambil tindakan lebih di tengah krisis politik di Myanmar. Dia mengingatkan risiko perang saudara dan pertumpahan darah lebih tinggi dalam gelombang protes menentang kudeta militer.

Baca Juga

Dalam sesi tertutup dari 15 anggota DK PBB, Burgener mengatakan, bahwa para jenderal yang mengambil alih kekuasaan tidak mampu mengelola negara. Dia mengingatkan bahwa situasi di negara Asia Tenggara tersebut bakal memburuk.

"Pertimbangkan semua alat yang tersedia untuk mengambil tindakan kolektif dan melakukan apa yang benar, apa yang layak diterima rakyat Myanmar, dan mencegah bencana multidimensi di jantung Asia," ujar dia seperti dikutip laman Aljazirah, Kamis (1/3).

Burgener menegaskan, bahwa DK PBB harus mempertimbangkan tindakan yang berpotensi signifikan untuk kembali berdemokrasi seperti sedia kalanya. "Sebab pertumpahan darah sudah dekat," ujarnya.

Sementara, Inggris meminta pertemuan DK PBB sebagai tanggapan atas kekerasan yang meningkat. "Tindakan kekerasan oleh militer ini sama sekali tidak dapat diterima dan membutuhkan pesan yang kuat dari komunitas internasional," kata Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward, dalam jumpa pers virtual setelah sesi dewan.

"Dewan Keamanan harus memainkan perannya dalam tanggapan internasional," ujarnya menambahkan.

Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB Linda Thomas-Greenfield, mencatat bahwa AS telah memberlakukan sanksi yang ditargetkan, memberikan perlindungan sementara kepada rakyat Myanmar di AS, dan meningkatkan bantuan kepada masyarakat sipi. AS juga akan berbuat lebih banyak.

"Kami membutuhkan sekutu dan mitra regional kami untuk berbuat lebih banyak," katanya. "Kami membutuhkan tekanan tambahan untuk menghentikan kekerasan dan menghormati keinginan rakyat, terutama dari tetangga Burma. Dan sudah waktunya bagi mitra ekonomi militer, termasuk mereka yang memfasilitasi para jenderal dan keluarganya untuk memperhatikan hubungan tersebut," ujar dia melanjutkan.

 

DK PBB sejauh ini mengeluarkan dua pernyataan yang mengungkapkan keprihatinan dan mengecam kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Namun dalam pernyataannya bahasa tidak sampai pada tindakan mengecam pengambilalihan tentara sebagai kudeta. Dewan mengancam kemungkinan tindakan lebih lanjut dalam menghadapi oposisi oleh China, Rusia, India, dan Vietnam.

Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mengatakan pada sesi tersebut bahwa China bekerja dengan semua pihak di Myanmar untuk mengurangi ketegangan, tetapi mengesampingkan sanksi. "Tekanan sepihak dan menyerukan sanksi atau tindakan koersif lainnya hanya akan memperburuk ketegangan dan konfrontasi dan semakin memperumit situasi, yang sama sekali tidak konstruktif," katanya menurut pernyataan yang diberikan oleh misi PBB di China.

Menurut kelompok pemantau lokal, the Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), sekurangnya 536 warga sipil telah tewas dalam gelombang protes anti kudeta sejak 1 Februari. Sekitar 141 orang tewas hanya pada Sabtu (27/3) saja dalam hari paling berdarah sejak aksi keras militer yang kian sewenang-wenang terhadap pengunjuk rasa.

Tidak hanya kepada pendemo, militer jga meningkatkan aktivitasnya di daerah etnis minoritas di sepanjang perbatasan negara. Militer memang memerangi kelompok bersenjata di wilayah tersebut selama beberapa dekade,

Pada Sabtu, militer melakukan serangan udara pertama di negara bagian Karen timur selama 20 tahun. Akibatnya, ribuan orang melarikan diri melintasi perbatasan ke Thailand.

 
Berita Terpopuler