Bulog Sebut Cadangan Beras Sudah Tembus 1 Juta Ton

Serapan harian Bulog tahun ini rata-rata sudah mencapai 10 ribu ton per hari.

Antara/Syifa Yulinnas
Pekerja memanggul karung berisi beras saat proses pembongkaran di gudang Perum Bulog Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Jumat (26/3/2021). Kepala Perum Bulog Cabang Meulaboh Hafizsyah mengatakan stok cadangan beras Pemerintah di gudang Bulog mencapai 2.115 ton yang akan digunakan untuk kegiatan KPSH (ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga), untuk menghindari terjadinya lonjakan harga serta untuk stok jika terjadi bencana alam dan penyaluran golongan anggaran hingga 6 bulan kedepan.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog menyatakan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang tersimpan di seluruh gudang mencapai batas aman 1 juta ton. Peningkatan cadangan terjadi dalam sebulan terakhir setelah dilakukan pemantauan pelaksanaan penyerapan gabah di seluruh wilayah. 

“Setelah berminggu-minggu semua Direksi Bulog turun ke sawah untuk memantau dan memastikan penyerapan produksi petani dalam negeri, pervhari ini stok beras Bulog sudah tembus satu juta ton," kata Direktur Utama Bulog, Budi Waseso, dalam pernyataan resminya, Ahad (28/3). 

Ia mengatakan, realisasi penyerapan yang dilakukan Bulog hingga akhir Maret 2021 lebih tinggi dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Sampai dengan tanggal 26 Maret ini Bulog sudah menyerap sebanyak lebih dari 180 ribu ton setara beras produksi dalam negeri dari seluruh Indonesia.

Budi mengatakan, serapan harian Bulog tahun ini rata-rata sudah mencapai 10 ribu ton per hari. Volume penyerapan itu diyakini akan terus meningkat hingga beberapa pekan ke depan. 

Menurut dia, dengan kemampuan penyerapan itu, ia membantah berbagai komentar miring terhadap Bulog yang menilai tidak mampu melakukan penyerapan beras dengan baik. 

“Yang menganggap Bulog tidak mampu melakukan penyerapan itu apa indikatornya? Mari bicara pakai data dan menggunakan pola berpikir system thinking bukan fatalistis. Jadi, melihat suatu persoalan itu harus secara menyeluruh dan saling terkait. Jangan jumping conclusion,” ujar Budi Waseso.

Mengenai polemik impor beras, Buwas menegaskan, Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa tidak ada impor beras hingga Juni 2021. Ia mengatakan, Bulog siap melaksanakan tugas yang diamanahkan pemerintah kepada institusinya. 

 

Presiden Joko Widodo dalam keterangan pers Jumat (26/3) malam, menegaskan bahwa beras hasil panen petani akan diserap oleh Bulog. Presiden memastikan bahwa tidak akan ada beras impor yang masuk ke Indonesia sampai pertengahan tahun ini dan Indonesia sudah tidak mengimpor beras sejak hampir tiga tahun lalu.

Presiden mengatakan, pemerintah memang telah menjalin memorandum of understanding (MoU) dengan Thailan dan Vietnam terkait rencana impor beras tersebut. Namun, MoU yang dijalin itu hanya untuk berjaga-jaga apabila dibutuhkan dalam situasi mendesak lantaran adanya ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. 

Bangkok Post pada awal bulan ini melaporkan, pemerintah Thailand akan menandatangani MoU dengan pemerintah Indonesia untuk ekspor beras dengan jumlah tidak lebih dari 1 juta ton per tahun selama empat tahun ke depan. 

Menteri Perdagangan Thailand, Jurin Laksanawisit, mengatakan, penandatanganan MoU itu kemungkinan dilakukan pada pekan terakhir bulan ini. Namun, ekspor beras Thailand ke Indonesia tetap harus memperharikan sejumlah syarat, salah satunya situasi produksi beras di kedua negara sekaligus harga beras dunia. 

Kurun waktu 2012-2016, Thailand setidaknya mengekspor beras ke Indonesia sebanyak 925 ribu ton dalam kontrak antar pemerintah (Government to Government/G2G). Namun selama kurun lima tahun terakhir, tidak terdapat kesepakatan G2G antara Thailand dan Indonesia karena pemerintah Indonesia membuat program swasembada beras dan mempromosikan beras dalam negeri. 

Jurin mengatakan, Thailand saat ini juga tengah dalam kesepakatan beras secara G2G dengan Bangladesh untuk penjualan satu juta ton beras. 

Presiden Asosiasi Eksportir Beras Thailand, Charoen Laothammatas, mengatakan MoU dengan Indonesia tidak akan berpengaruh pada pasar beras Thailand karena kontrak belum ditandatangani secara resmi.

 

Saat ini, menurutnya sangat sulit untuk mengekspor beras Thailand ke pasar dunia karena nilai mata uang Baht yang kuat membuat beras Thailand lebih mahal daripada produk beras negara pesaing lain.

 
Berita Terpopuler