Petinggi Militer AS Hingga Asia Kutuk Kekerasan Myanmar

Aparat keamanan Myanmar telah menewaskan 114 orang pada Sabtu (27/3)

Anadolu Agency
Suasana demonstrasi antijunta militer di Myanmar.
Rep: Fergi Nadira Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perwira tinggi militer dari Amerika Serikat (AS) dan beberapa rekan dari negara-negara lain mengutuk penggunaan kekuatan mematikan oleh aparat keamanan Myanmar terhadap pengunjuk rasa damai penentang kudeta, Sabtu (27/3) waktu setempat. Pernyataan bersama mengatakan, militer negara Myanmar telah kehilangan kredibilitas dengan rakyatnya.

Baca Juga

Pernyatan bersama tersebut diperoleh Reuters menjelang rilis yang direncanankan akhir pekan ini. Itu merupakan deklarasi yang sangat jarang oleh komandan militer paling senior dari negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Asia dan Eropa.

Kecaman itu terjadi setelah laporan berita lokal dan saksi mata yang mengatakan, bahwa aparat keamanan Myanmar telah menewaskan 114 orang pada Sabtu (27/3) saja, termasuk beberapa anak. Pembunuhan oleh aparat ini terjadi pada Hari Angkatan Bersenjata, dan merupakan hari paling berdarah dari tindakan keras junta terhadap pengunjuk rasa damai sejak kudeta 1 Februari.

"Sebagai Kepala Pertahanan, kami mengutuk penggunaan kekuatan mematikan terjadap orang-orang tak bersenjata oleh Angkatan Bersenjata Myanmar dan dinas keamanan terkait," tulis draft pernyataan dari perwira tinggi militer AS dan beberapa rekan.

Surat pernyatan itu ditandatangani oleh 12 kepala pertahanan dari Australia, Kanada, Denmark, Jerman, Yunani, Italia, Jepang, Belanda, Selandia Baru, Korea Selatan, Inggris dan Amerika Serikat. Para diplomat dari negara-negara ini sebelumnya telah mengutuk pertumpahan darah oleh militer Myanmar, membuat pernyataan itu sebagian besar bersifat simbolis. Militer Myanmar sejauh ini mengabaikan kritik atas tindakan kerasnya terhadap perbedaan pendapat.

 

Draf pernyataan tidak secara eksplisit mengutuk kudeta 1 Februari, yang menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi. Namun dikatakan bahwa militer profesional harus mengikuti standar internasional untuk berperilaku dan bertanggung jawab untuk melindungi bukan merugikan orang-orang yang dilayaninya.

"Militer negara harus menghentikan kekerasan dan bekerja untuk memulihkan rasa hormat dan kredibilitas dengan rakyat Myanmar yang telah hilang melalui tindakannya," kata mereka dalam draft.

Kematian pendemo pada Hari Angkatan Bersenjata tahunan Myanmar membuat jumlah warga sipil yang dilaporkan tewas sejak kudeta menjadi lebih dari 440. Sanksi baru AS dan Eropa pekan ini pun meningkatkan tekanan eksternal pada junta. Tetapi para jenderal Myanmar telah menikmati beberapa dukungan dari Rusia dan Cina, yang keduanya adalah anggota pemegang veto Dewan Keamanan PBB yang dapat memblokir potensi tindakan PBB.

Militer Myanmar melakukan kudeta pada 1 Februari dengan alasan telah terjadi kecurangan dalam pemilihan umum (pemilu) pada 8 November lalu. Militer menahan pemimpin sipil Myanmar sekaligus pemimpin partai pemenang pemilu, National League for Democracy (NLD) Aung San Suu Kyi. Militer juga menahan Presiden Myanmar Win Myint dan sejumlah petinggi lain.

 
Berita Terpopuler