Ketika Seorang Muslim Terlalu Mencintai Dunia

Muslim seharusnya mengingat dunia bukanlah tujuan akhir.

Antara/Jojon
Ketika Seorang Muslim Terlalu Mencintai Dunia
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap Muslim percaya tujuan penciptaan dirinya dan keberadaannya di dunia ini tidak lain adalah beribadah kepada Allah Ta'ala. Hanya saja, tidak sedikit yang akhirnya melupakan hal tersebut sehingga terjerumus dalam kecintaan yang dalam pada nikmat dunia.

Baca Juga

Seorang mualaf dan pengarang buku The Islamic yang juga seniman grafis yang berfokus pada tema-tema konversi ke Islam, Theresa Corbin, mengatakan, tidak ada masalah dalam mencintai dunia.  Bagaimanapun, itu adalah sarana untuk menopang hidup kita dan melanjutkan ibadah.

Bagaimanapun, itu adalah berkat bagi kita dan sarana bagi kita untuk bersyukur kepada Pencipta. Masalah datang ketika kita membuat dunia menjadi tujuan dan bukan alat untuk tujuan akhir. Dunia adalah tempat sementara waktu dan semua yang ada di dunia harus digunakan atau dihindari dengan tujuan akhir mencapai ridha Allah.

"Tujuan kita bukanlah menjadi sekaya, atau sekuat, atau senyaman mungkin dalam hidup ini. Hidup ini hanyalah sarana menuju akhirat di mana apa yang kita lakukan di dunia akan menentukan posisi kita di hadapan Allah," katanya dilansir dari About Islam, Rabu (25/11).

Allah juga sebenarnya sudah tahu kalau kita akan melakukan kesalahan dalam perjalanan kita menuju akhirat. Allah berfirman:

بَلْ تُؤْثِرُونَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا 

Artinya: "Sesungguhnya kalian (wahai manusia), mementingkan perhiasan dunia atas kenikmatan akhirat," (QS al-A’la Ayat 16).

Baca juga : Gibran, Kaesang, dan Calon Investor Bahas Masa Depan Persis

 

Ketika kita mulai mengejar dunia alih-alih menggunakannya sebagai alat untuk tujuan kita yang sebenarnya (ridha Allah), saat itulah prioritas kita bercampur aduk. Dan, kita mulai menderita penyakit spiritual yang serius.

Nabi Muhammad pernah berdiri di depan para sahabat dan berkata: “Bukan kemiskinan yang aku takuti untukmu, tapi apa yang aku takuti untukmu adalah dunia akan dihadirkan untukmu seperti yang telah disajikan untuk mereka yang sebelum kamu, lalu kau akan bersaing untuk itu, dan itu akan terjadi, menghancurkanmu, sama seperti itu menghancurkan mereka." (Ibn Majah)

Sebagaimana penyakit fisik menghancurkan tubuh, penyakit spiritual menghancurkan jiwa. Ketika kita menempatkan cinta dunia di atas cinta Allah, penyakit seperti keserakahan, kesombongan, tidak tahu berterima kasih, cemburu, dan kesia-siaan semuanya mulai mengambil alih hati kita dan menghancurkan hidup kita.

Menurutnya, hal ini bisa dikiaskan dengan kondisi anak-anak yang saat itu memiliki cinta alami kepada Allah. Dan, mudah untuk memelihara cinta ini di dalam diri mereka. Namun, begitu mereka cukup dewasa untuk memproses rangsangan visual dan menyuarakan keinginan mereka, mereka dibombardir dengan iklan yang ditujukan kepada mereka, meyakinkan mereka bahwa mereka membutuhkan mainan, pakaian, atau makanan ringan terbaru dan terhebat di pasaran. Dan, di sinilah medan pertempuran untuk hati dimulai.

 

Begitu juga sebagai orang dewasa, kita masih terjebak dalam perangkap yang sama seperti yang kita lakukan sebagai anak-anak.  Iklannya mungkin lebih canggih dan teman-teman kita mungkin memiliki mainan yang lebih besar untuk menggoda kita bersaing, tetapi semuanya sama.

Demikian pula, obat untuk penyakit ini karena terlalu mencintai dunia adalah sama. Ketika kita menginginkan "mainan" terbaru dan terhebat dan menjadi terobsesi dengannya dan merasa seperti kita tidak dapat hidup tanpanya, kita dapat mencari mereka yang memiliki lebih lemah ekonominya dari kita. Nabi SAW bersabda:

"Lihatlah orang-orang yang berada pada tingkat (keuangan) yang lebih rendah. Jangan melihat mereka yang berdiri pada tingkat yang lebih tinggi dari Anda, karena ini akan membuat nikmat (yang dianugerahkan kepada Anda oleh Allah) tidak berarti (di mata Anda)." (HR Muslim).

Ketika kita merasakan dorongan bersaing dengan orang lain dalam kekayaan materi atau harta benda, gantikan persaingan itu dengan persaingan dalam perbuatan baik dan mendapatkan ilmu agama. Hanya hal-hal ini yang akan membangun rumah mewah dan taman untuk kita di akhirat.

 

Ketika Nabi Muhammad (SAW) ditanya apakah ayat dalam Alquran:

وَٱلَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآ ءَاتَوا۟ وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَٰجِعُونَ 

Artinya: "Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka." (QS al-Mu’minun: 60).

Kuncinya adalah memahami Allah tidak menyangkal dorongan kita. Dia mendorong kita ke sesuatu yang lebih baik. Ingatkan diri Anda bahwa semua yang Anda lakukan di dunia ini bisa dilakukan untuk cinta Allah, jika Anda memiliki niat yang benar.

Allah berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ 

Artinya: "Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (QS al-An’am:162).

 
Berita Terpopuler