Ada 'Paus' dan 'Daun untuk Si Kuning' pada Kasus Suap Edhy P

Dua kode digunakan ketika Andhika dan Amiril bahas pembelian jam mewah merek Rolex.

ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tiba untuk bersaksi dalam sidang lanjutan kasus suap ekspor benih lobster di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/3/21). Edhy menjadi saksi dalam sidang terdakwa, Pemilik sekaligus Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Andika Anjaresta membongkar sandi komunikasi korupsi dirinya dengan sekertaris pribadi (sespri) Edhy Prabowo, Amiril Mukminin. Penggunaan kode itu disampaikan Andika saat bersaksi dalam sidang perkara suap izin ekspor benih lobster atau benur dengan terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP), Suharjito di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/3). 

Kode itu adalah 'Paus' dan 'Daun Untuk Si Kuning'. Dua kode itu digunakan ketika Andhika dan Amiril membahas pembelian jam mewah merek Rolex.

Awalnya, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan perihal adanya kode yang digunakan Andhika dan Amiril. Andika langsung menjelaskan penggunaan dua kode dimulai saat sespri Edhy Prabowo itu mengirimkan pesan suara kepadanya.

"Saya dapat voice note dari Amiril pas dibuka isinya 'bang tolong carikan Rolex'. Terus saya tanya rolex itu apa, (dijawab) jam katanya," kata Andika. 

Tak hanya mengirimkan pesan suara, Amiril juga mengirimkan beberapa foto jam yang dinginkan. Sehingga, Andika yang belum mengerti sepenuhnya maksud dari pesan itu mempertanyakan perihal peruntukan jam tersebut.

"Kemudian dikirimkan gambar-gambarnya. Saya tanya buat siapa," ujar Andika.

"Terus (dijawab) buat paus," sambung Andika menirukan jawaban Amiril.

Andika lantas mempertanyakan arti dari kode 'Paus' tersebut. Dia memastikan jika paus yang dimaksud itu merupakam Edhy Prabowo yang saat itu menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Paus (itu) pak menteri?" tanya Andika saat itu ke Amiril. 

"Iya buat pak menteri," sambung Andika yang kembali menirukan jawaban Amiril.

Mendengar jawaban itu, jaksa Siswhandono pun memastikan kembali sosok paus yang dimaksud. 

"Paus ini pak menteri ya?" tanya jaksa.

"Pak menteri pak," jawab Andika.

Memastikan kode tersebut, Ketua Majelis Hakim Albertus Usada kembali menanyakan ke Andika siapa Paus tersebut. "Ini paus ikan atau paus....?, " tanya Hakim. 

"Kodenya paus pak," jawab Andika.

Lebih lanjut Andika mengungkapkan penggunaan kode 'daun si kuning'. Kejadian tersebut berawal ketika Andika telah mendapatkan jam Rolex yang diminta. 

 

 

 

Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan barang mewah berupa jam Rolex. (Republika)

Andika yang sudah mendapatkan jam Rolex langsung menghubungi Amiril untuk segera mengirimkan uang pembayaran jam tersebut. Nominalnya sekitar Rp 700 juta. Beberapa hari kemudian Amiril menghubungi Andika. Dalam komunikasi itulah kode tersebut digunakan.

"Beberapa hari kemudian Amiril bilang 'daun sudah ada untuk si kuning'," kata Andika.

Jaksa kembali memastikan arti dari kode tersebur. Sehingga, Andika menyebut jika persepsi dari kode daun itu adalah uang.

"Tadi daun untuk si kuning sudah ada, artinya apa?" tanya jaksa.

"Kami artikan uang untuk bayar Rolex sudah ada," kata Andika.

Untuk diketahui, jam Rolex ini merupakan salah satu bukti dalam perkara dugaan menerima suap izin ekspor benur. Tak hanya itu, beberapa barang bukti lainnya antara lain, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.

Duduk sebagai terdakwa, Pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito didakwa menyuap Menteri Keluatan dan Perikanan Edhy Prabowo. Jaksa meyakini Suharjito menyuap Edhy sebesar USD 103 ribu dan Rp 706 juta.

Suharjito menyuap Edhy Prabowo melalui Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi sebagai anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo, dan Siswandi Pranoto Loe selaku Komisaris PT. Perishable Logistics Indonesia (PT. PLI) sekaligus Pendiri PT. Aero Citra Kargo (PT. ACK).

 

Jaksa menyebut, pemberian suap yang diberikan Suharjito kepada Edhy melalui lima orang itu dengan tujuan agar Edhy Prabowo mempercepat persetujuan perizinan ekspor benih lobster atau benur di KKP tahun anggaran 2020. Menurut Jaksa, uang tersebut diperuntukkan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosita Dewi.

 
Berita Terpopuler