Manuver Politik dan Tuduhan Presiden Tiga Periode

MPR pastikan tak ada agenda amendemen UUD 1945 untuk jabatan tiga periode.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Presiden Joko Widodo disebut-sebut oleh sejumlah pihak melakukan upaya untuk bisa menduduki jabatan presiden ketiga kalinya.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Zainur Mahsir Ramadhan, Antara

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dituding menginginkan bisa menjabat sebagai kepala negara selama tiga periode. Politikus PDI Perjuangan sekaligus Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo, membantah tuduhan tersebut.

Ia menegaskan, pemerintah dan Presiden Jokowi saat ini sedang berkonsentrasi dalan penanganan Covid-19 beserta pemulihan ekonomi nasional. "Memotong Covid-19 dan konsolidasi pemulihan ekonomi yang sekarang menjadi konsentrasi Presiden Joko Widodo," kata Tjahjo melalui pesan singkatnya, Senin (15/3).

Karena itu, Tjahjo berharap tokoh tokoh politik tidak asal dalam membuat tudingan tersebut. Alih-alih menuding, Tjahjo berharap tokoh politik menjaga stabilitas politik di tengah upaya penanganan pandemi Covid.

Selain itu, ia berharap tokoh politik sebaiknya melakukan konsolidasi internal partainya masing-masing. "Kan tahun depan sudah memasuki tahapan-tahapan pemilihan umum, janganlah jumpalitan politik sendiri yang menuduh ke mana-mana," kata Tjahjo.

Tjahjo justru menduga adanya upaya gerakan atau pola politik menjebak di balik wacana jabatan presiden tiga periode yang dikemukakan sejumlah tokoh politik. Menurutnya, keinginan jabatan presiden tiga periode sebenarnya diinginkan pihak-pihak tertentu, alih-alih menyasar tudingan ke Presiden Joko Widodo.

"Bisa diartikan pihak-pihak yang sebenarnya ingin (jabatan presiden tiga periode), tapi menukikkan kepada orang lain, apalagi Bapak Presiden Jokowi," kata Tjahjo.

Tjahjo berharap gerakan-gerakan semacam itu ditinggalkan dalam manuver politik. Ia meyakini, Presiden Jokowi sangat konstitusional dan tidak akan terjebak dalam manuver politik seperti itu. Selain itu, kata Tjahjo, masyarakat Indonesia saat ini paham dengan politik dan demokrasi.

"Gerakan pola menjebak sebaiknya ditinggalkan dalam manuver politik. Bapak Jokowi saya yakin beliau tidak akan terjebak dengan manuver-manuver murahan tersebut," ujar Tjahjo.

Tjahjo juga meminta tokoh-tokoh yang menggulirkan isu jabatan presiden tiga periode sebaiknya fokus untuk konsolidasi internal partainya masing-masing, bukan justru membuat tudingan kepada pemerintah.

Tjahjo juga meyakini Presiden Jokowi orang yang taat konstitusional. Untuk itu, ia meminta agar tokoh-tokoh nasional untuk menjadi stabilitas politik di tengah upaya mengatasi pandemi dan  pemulihan ekonomi nasional. Apalagi, tahap saat ini sedang dikonsolidasikan demokrasi lima tahunan antara pilkada, pileg, pilpres yang demokratis.

"Sudah tidak pada tempatnya tembakan tembakan politik tanpa arah yang justru mengacaukan stabilitas politik," kata Tjahjo.

Sebelumnya, mantan ketua MPR RI Amien Rais menyampaikan adanya rencana pemerintah untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Hal ini pun telah dibantah oleh Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman yang menegaskan Jokowi tetap patuh terhadap konstitusi dengan masa jabatan dua periode.

Isu penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode memang pernah muncul setahun silam. Saat itu, Jokowi menyebut wacana itu dimunculkan karena ada pihak yang ingin menjerumuskannya hingga mencari muka kepadanya. Jokowi pun menegaskan, amendemen hanya diperlukan untuk urusan haluan negara.

“Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga menurut saya. Satu, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, menjerumuskan. Itu saja,” ujar Jokowi saat itu.

Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP, Arsul Sani, mengatakan, pihaknya di internal partai memandang jika masa jabatan presiden tidak usah diubah. Namun, menurutnya, sebagai negara demokrasi jika ada usulan dari elemen tertentu, usulan tiga periode tak bisa dilarang.

‘’Soal masa jabatan presiden ini tidak usah diubah. Tapi, tidak bisa dilarang,’’ ujar dia kepada Republika.co.id, Senin (15/3).

Menurutnya, segala usulan bisa memungkinkan mengingat Indonesia sebagai negara demokrasi. Karenanya, jika ada elemen masyarakat yang menginginkan lebih dari dua periode ataupun tetap dua periode, menurutnya bisa saja.

Kendati demikian, sebagai wakil ketua MPR dia ikut menanggapi wacana jabatan presiden tiga periode yang dilontarkan Amien Rais. Menurut dia, pernyataan dari Amien Rais yang menyebut ada wacana mengubah amendemen untuk masa jabatan presiden, hanya sebuah diskursus biasa.

‘’Apalagi, Pak AR kan biasa melemparkan dugaan atau prasangka di ruang publik,’’ ujar dia.

Dia menambahkan, sebagai pimpinan di MPR, dia juga tidak pernah menerima usulan tersebut, termasuk dari partai politik pendukung pemerintah, meski hanya bersifat informal sekalipun.

‘’Karena itu, saya dan kawan-kawan di koalisi parpol pendukung pemerintah melihat lontaran Pak AR itu hanya sebagai political joke,’’ tuturnya.

Dia menegaskan, fakta yang ada di MPR saat ini memang tidak ada agenda terkait sama sekali. Bahkan, pemikiran awal untuk mencapainya saja ia klaim tidak ada. ‘’Satu-satunya yang kami dalami dan kaji lebih lanjut hanyalah hal terkait pokok-pokok Haluan Negara (PPHN),’’ ujar dia.

Tak sampai di sana, menilik ke MPR periode lalu pun, tidak ada rekomendasi untuk memperpanjang masa jabatan presiden. Terlebih, dari lima materi rekomendasi yang ada, semuanya terkait dengan pendalaman PPHN.

Baca Juga

Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, juga mengatakan tidak ada agenda untuk mengamendemen kembali Undang-Undang Dasar 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode di MPR. "Sampai hari ini, belum ada satu pun usulan secara legal dan formal baik dari Istana, individu, maupun anggota MPR yang mengusulkan ke pimpinan MPR untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945 memperpanjang masa jabatan Presiden menjadi tiga periode," kata Hidayat melalui pesan tertulis yang diterima, Senin.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, justru sebagian besar pimpinan MPR dari berbagai fraksi sudah secara terbuka menyatakan tidak ada agenda amendemen Undang-Undang Dasar 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Menurut Hidayat, hal itu merupakan komitmen pimpinan MPR untuk menjaga amanat reformasi dengan melaksanakan Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

"Itu merupakan sikap kolektif pimpinan MPR untuk menjaga amanat reformasi agar tidak terulang kondisi politik yang tidak demokratis karena masa jabatan presiden yang berkepanjangan seperti pada masa Orde Baru," tuturnya.

Menurut Hidayat, wacana untuk menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode agar Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo bisa maju kembali dalam Pemilihan Presiden 2024 perlu dikritisi dan ditolak karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan amanat reformasi.

Presiden Jokowi sendiri telah menolak wacana itu dan menyebut usulan tersebut muncul dari pihak yang ingin mencari muka dan menjerumuskan dirinya untuk tidak menaati Undang-Undang Dasar 1945 dan amanat reformasi. Perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode hanya bisa dilakukan dengan mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945.

Amendemen konstitusi hanya bisa dilakukan atas usulan sekurang-kurangnya sepertiga anggota MPR yang diajukan secara formal dan tertulis. Presiden pun tidak memiliki hak konstitusional untuk meminta MPR menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945 guna memperpanjang masa jabatannya.

Sebelumnya, mantan ketua MPR RI Amien Rais curiga dengan adanya rencana membuat Joko Widodo menjadi presiden selama tiga periode. Hal ini terlihat dari adanya manuver politik untuk mengamankan DPR, DPD, MPR, dan lembaga negara lainnya.

Menurut Amien Rais, pengamanan sejumlah lembaga negara menjadi langkah pertama untuk Jokowi agar bisa menjabat selama tiga periode. Utamanya, melalui sidang istimewa MPR. Lewat sidang tersebut, ia mengatakan, bisa ada persetujuan amandemen satu atau dua pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Hal serupa juga diungkapkan oleh politikus Partai Gerindra Arief Poyuono. Menurutnya, ada wacana soal kemungkinan tiga periode masa jabatan presiden untuk Joko Widodo (Jokowi). Dia menambahkan, hal tersebut ditandai dengan dilibatkannya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution, pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 lalu.




 
Berita Terpopuler