Peran Keagamaan Serba Maskulin, Islam Diskriminatif?

Islam memberikan porsi peran lebih besar kepada kaum laki-laki

AP
Islam memberikan porsi peran lebih besar kepada kaum laki-laki. Ilustrasi imam sholat.
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Islam kerap dipandang memiliki formulasi hukum yang cenderung menguntungkan kaum pria.

Baca Juga

Aturan seperti larangan wanita mengimami laki-laki dalam sholat, aturan shaf sholat yang mengharuskan wanita berada di belakang laki-laki serta kewajiban seorang istri pada suaminya, sering dipandang sebagai partiarkal yang menggiring perempuan menjadi golongan submisif yang dikesampingkan perannya. Karena alasan ini pula, berbagai gerakan feminisme bermunculan, dan bertujuan menghilangkan subordinasi dan budaya patriarki. 

Meski begitu, Aini Aryani, Lc, peneliti di Rumah Fiqih Indonesia menganggap bahwa aturan tersebut tidak membuat lelaki menjadi lebih mulia di hadapan Allah SWT, hanya karena menjadi imam sholat atau menjadi kepala rumah tangga.“Karena masing-masing, baik lelaki maupun perempuan, diberi ganjaran yang sama dalam melaksanakan tugas yang telah dibagi oleh Allah SWT,” kata dia.

“Bukan sebuah diskriminasi ketika wanita tidak boleh menjadi imam sholat bagi laki-laki, atau ketika Dia harus berdiri di shaf sholat yang berada di belakang laki-laki. Karena itu semata-mata bertujuan agar prosesi penyerahan diri dihadapan Allah berjalan dengan lebih tunduk, khusyu’ dan sakral. Bukan untuk ditafsirkan sebagai penempatan derajat wanita sebagai kelas kedua dalam kehidupan sosial,” jelasnya yang dikutip di Rumah Fiqih Indonesia, Rabu (24/2).

“Demikian pula ketika istri harus mematuhi suami yang menjadi kepala keluarganya, bukan untuk diartikan bahwa dia mengabdi dan tunduk pada pria, akan tetapi melaksanakan kewajibannya yang telah ditentukan Penciptanya,” sambungnya.

Dia menegaskan bahwa patokan utama dari penentuan derajat manusia di hadapan Allah SWT adalah tingkat ketakwaannya. Maka gender equality tidaklah selalu bermakna persamaan hak dan kewajiban dalam setiap bidang, karena yang menjadi substansi dari persamaan itu adalah nilainya, kata dia. 

“Laki-laki yang ingin mendapatkan manisnya berjihad diberikan-Nya jalan dengan cara mempertaruhkan nyawa di medan perang atas nama agama Allah. Begitu pula wanita yang ingin mendapatkan manisnya berjihad diberikan-Nya jalan dengan cara mempertaruhkan nyawa ketika melahirkan bayi dari rahimnya,” ujarnya.

“Kadangkala laki-laki dan wanita ditempatkan di bidang atau porsi yang berbeda, namun tetap memiliki ‘nilai’ yang sama. Inilah sesungguhnya makna dari Gender Equality,” tambah dia.

Pengurus Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU...

 

 

 

Pengurus Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU, Maria Ulfah, menegaskan bahwa Islam tidak partiarkis, walau dia tidak menampik ada sejumlah hal dalam Islam yang mengarah kesana. 

“Sesungguhnya yang patriarki bukan Islamnya, tapi budaya di hampir semua agama dan masyarakatlah yang patriarki,” ujarnya.

Terkait dengan ayat atau hadits yang tampak menyudutkan perempuan, ada yang harus dilihat dengan menggunakan pendekatan mubadalah, yaitu bisa dilihat dari dua sisi. Artinya, hadist tersebut berlaku juga untuk laki-laki, tidak hanya untuk perempuan.

“Misalkan ada ayat yang mengatakan bahwa istri yang membangkang pada suami harus dipukul. Ada tahapan-tahapan sebelum itu. Jika istri membangkang, maka yang pertama dilakukan adalah diberi nasihat. Kedua, dipisahkan tempat tidurnya tapi masih dalam satu rumah. Ketiga, dipukul. Inilah yang digunakan oleh kelompok-kelompok yang memahami ayat secara tekstual, tidak konstekstual,” ujarnya menjelaskan. 

“Ayat ini juga harus dirujuk dengan ayat universal lainnya. Seperti ayat yang mengatakan bahwa suami harus berbuat makruf atau berbuat baik pada istri. Bahkan ada ayat yang mengatakan bahwa seburuk-buruk suami adalah yang memukul istrinya,” sambungnya.

 

Sumber: rumahfiqih 

 
Berita Terpopuler