China Bantah Genosida Muslim Uighur, Riset AS Berkata Lain

Lembaga Amerika Serikat ungkap temuannya soal genosida Muslim Uighur

AP Photo
Lembaga Amerika Serikat ungkap temuannya soal genosida Musli Uighur. Suasana Xinjiang (Ilustrasi)
Rep: Meiliza Laveda/ Rizky Suryarandika/ Kamran Dikarma Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Puluhan pakar internasional pada Selasa (9/3) melaporkan perlakuan China terhadap orang-orang Uighur telah melanggar “setiap tindakan” yang dilarang Konvensi Genosida PBB. 

Baca Juga

Laporan dari lembaga Newlines Institute for Strategy and Policy yang berbasis di Washington, Amerika Serikat menawarkan analisis independen tentang tanggung jawab hukum apa yang dapat ditanggung Beijing atas tindakannya di wilayah Xinjiang barat laut.

Dalam laporan yang bertajuk The Uyghur Genocide: An Examination of China Breaches of the 1948 Genocide Convention pada Selasa (9/3). Dalam laporannya mereka menyebut Cina melakukan genosida terhadap etnis Uighur di wilayah Xinjiang.

Newlines Institute mengungkapkan laporan itu dibuat berdasarkan tinjauan ekstensif atas bukti yang tersedia dan penerapan hukum internasional terhadap bukti fakta di lapangan. Para ahli mengkaji apakah Cina memikul tanggung jawab negara atas pelanggaran Pasal II Konvensi Genosida.

“Setelah penerapan ketentuan Konvensi Genosida tersebut pada kumpulan bukti yang disajikan di sini, laporan ini menyimpulkan, berdasarkan standar bukti yang jelas dan meyakinkan, bahwa Cina bertanggung jawab atas pelanggaran setiap ketentuan Pasal II [Genosida] Konvensi," kata Newlines Institute dalam laporannya, dikutip laman Anadolu Agency.

Baca juga : Ratu Elizabeth Tanggapi Wawancara Pangeran Harry dan Meghan

Pasal konvensi itu mendefinisikan genosida sebagai "Ketika salah satu tindakan yang disebutkan dilakukan dengan maksud yang diperlukan untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, (kelompok yang dilindungi) seperti itu". Maksud ini diukur dengan standar objektif, termasuk pernyataan resmi, kebijakan, rencana umum, pola perilaku, dan tindakan merusak berulang yang memiliki urutan logis.

Laporan Newlines Institute menyebut Presiden Cina Xi Jinping melancarkan "Perang Rakyat Melawan Teror" di Xinjiang. Beijing menjadikan daerah-daerah yang terkonsentrasi Uighur sebagai garis depan. Hal itu dilakukan karena mereka berpendapat ekstremisme telah mengakar di masyarakat Uighur.

“Pejabat tingkat tinggi memberi perintah untuk 'mengumpulkan semua orang yang harus ditangkap', 'musnahkan mereka sepenuhnya, hancurkan akar dan cabang mereka', dan 'hancurkan garis keturunan mereka, hancurkan akar mereka, putus koneksi mereka dan putus asal mereka'," kata Newlines Institute dalam laporannya.

Aktivis hak asasi manusia mengatakan Xinjiang adalah setidaknya satu juta orang yang dipenjara di kamp. China menyebut mereka tinggal di pusat pelatihan guna melawan ekstermis.

“Orang Uighur menderita luka fisik dan mental serius akibat penyiksaan dan perlakuan kejam termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi, serta penghinaan publik di tangan petugas kamp,” kata laporan itu.

Pemerintahan presiden Donald Trump pada bulan Januari lalu menyatakan China melakukan genosida terhadap Uighur dan sebagian besar Muslim.

Baca juga : Hore! Program Diskon Tarif Listrik Diperpanjang

Sementara itu, anggota parlemen Kanada pada Februari memberi label perlakuan Beijing terhadap Uighur di Xinjiang sebagai genosida. Para menteri meminta Perdana Menteri Justin Trudeau secara resmi melabeli perlakuan tersebut.

 

Dilansir Arab News, Rabu (10/3), lebih dari 30 ahli mulai dari hukum internasional sampai kebijakan etnis China, telah memeriksa bukti mengenai perlakuan Beijing terhadap orang-orang Uighur dan mengadakan Konvensi Genosida. Sebelumnya, konvesi tersebut disetujui oleh Sidang Umum PBB pada Desember 1948 lalu, China termasuk dari 151 yang menandatangani.

Ini menawarkan beberapa definisi spesifik tentang genosida seperti kondisi yang sengaja diberlakukan untuk menyebabkan kehancuran fisik suatu kelompok secara keseluruhan atau sebagian. 

Meskipun hanya melanggar sebagian dari konvensi, tindakan tersebut telah dikualifikasi sebagai genosida. Berdasarkan laporan, pihak berwenang China melanggar “setiap tindakan” yang dilarang.

“Orang dan entitas yang melakukan tindakan genosida adalah negara yang mewujudkan niat untuk menghancurkan Uighur sebagai sebuah kelompok,” ujar laporan itu.

Newlines merilis sebuah laporan pada Desember yang menuduh buruh etnis minoritas di Xinjiang dipaksa memetik kapas melalui program paksa yang dijalankan negara. 

Laporan tersebut merujuk pada dokumen pemerintah daring yang mengatakan jumlah total di tiga wilayah mayoritas Uighur sebanyak 517 ribu orang dipaksa memetik kapas.

China membantah keras tuduhan kerja paksa yang melibatkan orang Uighur di Xinjiang. Mereka mengatakan tindakan itu sebagai program pelatihan, skema kerja, dan pendidikan guna memberantas ekstremisme di wilayah tersebut.  

Menteri luar negeri China Wang Yi membantah tuduhan bahwa negaranya melakukan genosida terhadap etnis Muslim Uighur. Ia menganggap tuduhan itu sangat tidak masuk akal. Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers pada Ahad (7/3). 

Wang Yi mengatakan politisi Barat memilih untuk percaya kebohongan tentang apa yang terjadi di Xinjiang. Wang menyatakan negaranya membuka diri bagi siapa saja yang ingin menyaksikan kamp Uighur.

"Apa yang disebut 'genosida' di Xinjiang sangat tidak masuk akal. Itu adalah rumor dengan motif tersembunyi dan kebohongan total," kata dia seperti dikutip kantor berita Reuters pada Ahad (7/3).

Wang justru merujuk catatan hak asasi manusia ketika disindir soal genosida terhadap Uighur. Ia mengungkapkan kasus-kasus genosida yang pernah terjadi bukanlah di negaranya.

"Ketika berbicara tentang 'genosida', kebanyakan orang berpikir tentang penduduk asli Amerika Utara di abad ke-16, budak Afrika di abad ke-19, Yahudi di abad ke-20, dan penduduk asli Australia yang masih bertempur hingga hari ini," ujar Wang Yi. 

Di sisi lain, Wang meminta Amerika untuk menghapus pembatasan yang tidak masuk akal bagi China. Tujuannya untuk meningkatkan kerja sama antar negara.

 

Sumber: Arabnews 

 
Berita Terpopuler