Islam Menuntun Tammy Keluar dari Depresi Berat

Tammy menyadari kekeliruannya tentang Islam dan Muslim.

Republika/Mardiah
Mualaf/Ilustrasi
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam akhirnya menuntun Tammy Perkins keluar dari kehidupan gelapnya. Kehidupan yang berat akibat kemiskinan dan masa remaja yang salah melangkah membuat wanita asal Amerika Serikat itu sempat melalui masa-masa depresi berat.

Baca Juga

Tammy yang juga berpikiran konservatif secara politik sempat memiliki pertentangan terhadap Islam. Namun kehidupan kelamnyalah yang justru membawanya menuju perkenalan dengan seorang Muslim, yang kemudian membukakan matanya tentang Islam.

Ajaran kebaikan dalam Islam membuat hatinya tergugah. Terlebih, ajaran Islam melarang alkohol dan pergaulan bebas, dua hal yang membuat kehidupan Tammy berantakan.

Seperti diterbitkan dalam arsip Discovering Islam, Tammy menceritakan kisah hidupnya hingga akhirnya ia memutuskan memeluk Islam. Tammy lahir dan besar di Amerika Serikat, tepatnya di kota yang sangat kecil di negara bagian yang sangat kecil di Timur Laut negara itu, New Hampshire.

Dia tumbuh di kota Kristen kulit putih yang sangat kecil, yang tidak beragam sama sekali. Sejak usia sangat kecil, 5 atau 6 tahun, ia terbiasa berjalan ke gereja setempat sendirian.

Tammy benar-benar tumbuh di bawah naungan gereja dan di sanalah ia diajari tentang Tuhan. Keluarganya sangat miskin, sehingga ibunya kerap kali mengirim anak-anaknya, termasuk Tammy ke gereja untuk makan.

Sebab, gereja biasanya memasak makanan untuk orang miskin. Karena itulah, ia merasa gereja selalu menjadi bagian dari hidupnya.

 

Tinggal di kota kecil dengan pengawasan orang tua yang minim, memasuki masa puber adalah waktu yang sulit. Ia mengalami masa hidup yang membosankan sebagai remaja, hingga akhirnya ia terjerembab pada pilihan yang buruk.

Pada usia 15 tahun, Tammy hamil dalam keadaan belum menikah. Di usia 19 tahun, ia sudah memiliki dua anak perempuan.

Di usia masih muda, Tammy sudah dianugerahi gadis-gadis cantik. Ia harus dihadapkan pada kenyataan putrinya membutuhkannya untuk tetap kuat menjalani hidup. Karena itu, Tammy melangkah maju dan mencoba yang terbaik untuk melakukan yang benar.

"Saya adalah seorang ibu tunggal. Saya bekerja sangat keras, terkadang dua atau tiga pekerjaan sekaligus. Saya ingin membesarkan anak perempuan saya dengan cara yang berbeda dari saya dibesarkan," ungkap Tammy, dilansir di About Islam.

Meskipun ia bekerja keras, sebagian besar waktu mereka tidak memiliki uang lebih untuk apa pun selain untuk kebutuhan dasar. Kehidupan Tammy tetap sulit dengan beban anak-anaknya.

Setelah peristiwa 9/11, Tammy mengaku menjadi sangat konservatif secara politik. Ia menghabiskan banyak waktu menonton berita Fox dan mendengarkan radio. Kala itu, ia berpikir mengetahui segalanya tentang Islam.

Pada kenyataannya, ia belum pernah bertemu seorang Muslim dalam hidupnya. Namun entah bagaimana, dengan mendengarkan berita ia berpikir tahu segalanya.

 

"Siapa pun yang ingin membela Islam kepada saya, saya akan segera angkat suara. Saya bertindak seolah-olah saya tahu segalanya, dan saya sangat yakin pada diri saya sendiri, saya benar-benar berpikir saya tahu lebih baik daripada mereka. Tetapi sekarang, bertahun-tahun kemudian, saya menyadari saya tidak tahu apa-apa," ujarnya.

Sebelum mengenal Islam dengan baik, Tammy berasumsi seorang Muslim adalah seorang Arab. Satu-satunya gambaran dan opini yang ia miliki adalah apa yang dikatakan dan ditunjukkan Fox News kepadanya.

Dua puluh tahun kemudian, Tammy masih menjadi pemilih Partai Republik yang setia. Saat itu pula kedua putrinya baru saja lulus SMA. Tidak seperti di negara Muslim di mana anak tetap tinggal bersama orang tuanya hingga mereka menikah, putri Tammy justru pergi dan pindah dari rumah setelah lulus.

Seperti banyak anak Amerika, mereka sangat ingin memiliki kemerdekaan di luar aturan orang tua mereka. Pada saat mereka berusia 18 atau 19 tahun, mereka telah menemukan pekerjaan dan pindah ke apartemen mereka sendiri.

Di sanalah, Tammy berada di rumah besarnya sendiri dan semua yang telah ia kerjakan dan semua yang ia ketahui telah hilang. Yang ia tahu sebagai orang dewasa adalah bekerja keras, pulang ke rumah, membuat makan malam, membantu pekerjaan rumah, dengan banyak kebisingan. Namun kenyataannya, ia hanya tinggal di sebuah rumah yang kosong dan tenang.

"Ini adalah waktu yang sangat kelam bagiku. Saya kesulitan mengetahui siapa Tammy sebagai pribadi dan bukan hanya sebagai seorang ibu. Saya mengalami depresi berat," ujarnya.

Kondisi depresi membuatnya kehilangan pekerjaan. Saat itu pula, ia memutuskan ia harus membuat perubahan dalam hidupnya.

 

Ia lantas menjual semua yang ia miliki, mulai dari rumah, mobil, dan lainnya, dan kemudian membeli tiket kereta api untuk hidup dengan seorang temannya di Florida.

Saat itu, ia berpikir melangkah ke jalan yang tepat, namun justru sebaliknya. Setelah menghabiskan semua uangnya, ia mendapati dirinya terdampar di Florida tanpa keluarga dan pendukung.

Di sana, ia kemudian belajar tentang komputer dan internet. Di situlah, ia menemukan ruang obrolan.

Tammy mencari sesuatu untuk mengisi kekosongan spiritual di saat ia juga membutuhkan arahan. Karena itu, ia menghabiskan waktu di ruang obrolan Kristen dan berharap menemukan bimbingan.

Tammy kemudian menemukan ruang obrolan menari dengan nama 'Christian, Muslim Chat'. Orang kedua yang ia ajak ngobrol di chat room itu adalah seorang Muslim. Meskipun Tammy bersikap sombong dan marah, namun Muslim tersebut tetap mendengarkan.

Obrolan inilah yang kemudian membuka jalan keluar dari kesulitannya. Setelah mendengarkan kesulitan yang ia hadapi, orang Muslim tersebut menawarkan Tammy bantuan.

Meski tidak saling mengenal, dan tahu Tammy tidak dapat segera mengembalikannya, namun orang Muslim tersebut mengiriminya uang untuk kembali ke keluarganya. Hati Tammy merasa tersentuh. Bagaimanapun, ia telah mengeluarkan uneg-uneg jahat tentang Islam. Namun orang Muslim pulalah yang mengulurkan tangan di saat ia membutuhkan.

 

Ketika kembali ke New Hampshire, Tammy merasa lebih lega dan hatinya berubah. Ia juga mulai menonton video tentang Islam, khususnya cerita-cerita tentang mualaf. Ia kemudian menyadari kekeliruannya tentang Islam dan Muslim.

Sebulan kemudian, setelah berbicara dengan teman barunya dan menjelaskan kepadanya bahwa ia sedang belajar tentang Islam, temannya mengundangnya untuk datang mengunjungi Mesir, tempat asalnya. Tammy sempat ragu karena kondisi Mesir di tengah revolusi dan ketidakpastiannya tentang Timur Tengah secara keseluruhan. Namun, akhirnya ia sepakat melangkah ke negeri Mesir.

Setibanya di Negeri Piramida itu, Tammy merasa sangat kagum. Di waktu pagi ketika ia tiba, ia mendengar kumandang adzan untuk pertama kalinya. Tammy merasa terharu dan kemudian menangis.

Tammy menyaksikan orang-orang beribadah di jalan, di toko-toko, dan di manapun mereka berada. Mereka sholat berjamaah. Tangis Tammy tak terbendung melihat itu.

"Mereka tidak malu tentang cinta mereka kepada Tuhan. Saya menginginkan itu. Saya menginginkan itu dalam hidup saya. Rasa lapar saya akan pengetahuan tentang Islam meningkat sepuluh kali lipat. Saya membaca dan melihat semua yang saya bisa," lanjutnya.

Selama ini hidup Tammy tak beraturan. Karena itu, ia merasa membutuhkan perubahan dalam hidupnya, dan Islam memberikan aturan dengan adanya kewajiban sholat lima waktu. Tammy merasa membutuhkan aturan, seperti tidak ada alkohol dan tidak ada hubungan dengan pria sebelum menikah.

Pasalnya, alkohol yang selama ini menjadi temannya justru tidak sekali pun memberikan sesuatu yang baik bagi hidupnya. Selain itu, menjalin hubungan dengan pria sebelum menikah juga tidak pernah membuatnya bahagia, malah membuatnya kesepian dan merasa tidak cukup baik.

 

Mengenal Mesir turut membukakan mata hatinya tentang Islam. Tuntunan dalam Islam pula yang membuat hatinya merasa menemukan arah dan tujuan. Hingga kemudian, Tammy memantapkan hati memeluk Islam.

"Satu pekan setelah tiba di Mesir, saya mengucapkan syahadat. Saya perlu menjadi seorang Muslim," ujarnya.

Tammy mendapatkan dua pelajaran penting saat merenungkan perjalanannya menuju Islam. Ia mengungkapkan, bahkan di tempat tergelap yang ia pikir tidak bisa keluar darinya, Allah tidak pernah meninggalkannya.

Tammy tidak pernah menyangka ia akan berada di titik seperti sekarang. Dahulu ia berpikir tahu segalanya, namun ia keliru.

"Berpegang pada harapan, berpeganglah pada Allah, karena sungguh Dia luar biasa, dan Dia akan menarik Anda keluar dari situ," ujarnya.

Pelajaran lain yang ia dapatkan ialah memberi kebaikan, bahkan kepada orang yang jahat kepada kita. Tammy mengatakan, memberikan kebaikan itu bisa mengubah hati.

Jika saja seseorang tidak mengulurkan tangan kepadanya di waktu kelam hidupnya, siapa yang tahu di mana ia akan berada kini. Namun, seseorang melakukan sesuatu yang baik kepadanya, dan hal itulah yang kemudian mengubah seluruh pandangannya

"Berikan kebaikan di mana pun Anda bisa. Ketika Anda melihat seseorang mengalami hari yang berat, berikan kebaikan. Kebaikan yang Anda berikan bisa mengubah hidup seseorang," ujarnya.

 
Berita Terpopuler