Hukum Meratapi Musibah Berlebihan dan Menyalahkan Allah?

Mempercayai akan takdir Allah adalah bagian dari rukun iman.

ANTARA/Hafidz Mubarak A
Hukum Meratapi Musibah Berlebihan dan Menyalahkan Allah? Seorang ibu menggendong anaknya melintasi pemukiman yang masih terendam banjir di Karangligar, Telukjambe Barat, Karawang, Jawa Barat, Kamis (25/2/2021).
Rep: Andrian Saputra Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bencana banjir melanda sejumlah daerah baru-baru ini. Bahkan di beberapa tempat banjir tidak hanya merendam pemukiman warga, namun juga menghanyutkan harta benda, kendaraan dan hewan ternak.

Baca Juga

Tak dapat dipungkiri ada warga yang merespons bencana banjir yang merendam rumah dan merusak harta bendanya dengan meratapinya berlebihan, bahkan hingga menyalahkan Allah. Berkaitan dengan itu bagaimana hukumnya meratapi musibah dengan berlebihan dan bahkan sampai menyalahkan Allah karena bencana yang terjadi? Dan seperti apa tuntunan Islam ketika seorang Muslim tertimpa bencana?

Sejatinya setiap manusia-sekalipun orang beriman-pasti akan mengalami ujian dalam hidupnya. Bahkan dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 155 Allah menguji manusia dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, dan kehilangan jiwa.

Begitupun dengan bencana alam seperti banjir, yang merupakan salah satu bentuk ujian Allah kepada hambanya. Pendakwah yang juga sekretaris jenderal Pengurus Besar Jam'iyatul Washliyah KH Masyhuril Khamis menjelaskan salah satu sifat yang wajib ada dalam diri seorang Muslim adalah memiliki sifat qanaah, yaitu sifat puas hati, syukur, dan ridha atas apa yang Allah takdirkan.

Orang yang qanaah menurut kiai Masyhuril tidak akan menyalahkan atau berprasangka buruk kepada siapa pun apalagi terhadap Allah dari segala hal yang menimpanya. Kiai Masyhuril yang juga penulis buku Jangan Putus Asa dari Rahmat Allah menjelaskan orang yang qanaah akan selalu mengiringi dengan sabar dan ikhlas ketika menghadapi ujian dan akan bersyukur ketika mendapatkan nikmat.

 

Ini karena adanya kesadaran tidak ada yang memberikan ujian dan menghilangkannya kecuali Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al Anam ayat 17. 

Orang-orang yang beriman dan memiliki sifat qanaah menyadari segala nikmat datangnya dari Allah, dan ketika datang kemudharatan atau ujian maka tidak ada yang dapat dimintai pertolongan kecuali Allah. Sementara orang yang tipis iman akan merespons setiap ujian yang menimpanya dengan mengeluh bahkan menyalahkan dan menghujat Allah.

Inilah tanda orang yang ingkar terhadap takdir Allah. Sebab itu Islam sangat melarang umatnya meratap berlebihan ketika tertimpa musibah.

Sebab itu membawa seseorang pada ketidakrelaan akan takdir yang telah digariskan. Sementara mempercayai akan takdir Allah adalah bagian dari rukun iman. 

"Jadi bila ada yang berprasangka buruk terhadap Allah atau malah menyalahkan-Nya, inilah pertanda tingkat keimanan yang lemah, batin yang sakit. Keimanan pada qadha dan qadarnya perlu diluruskan," kata kiai Mashuril kepada Republika.co.id beberapa hari lalu.

 

Dalam menghadapi musibah seperti bencana banjir akan lebih dibarengi untuk bermuhasabah diri. Sebab boleh jadi bencana banjir yang terjadi disebabkan perilaku manusia.

Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surat Ar rum ayat 41 menjelaskan kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar. Selain itu orang yang beriman akan bersabar dan melafazkan innalilahi wa inna ilaihi rajiun.

Sebagaimana dijelaskan dalam surat al Baqarah ayat 156. Selain dari itu, Alquran juga memberi petunjuk pada orang-orang yang beriman ketika menghadapi ujian yaitu dengan memperbanyak istighfar sebagaimana dalam surat an nuh ayat 10-12.

Istighfar akan menghapus dosa dan mendatangkan keberkahan. Karena boleh jadi musibah yang menimpa disebabkan karena kelalaian akan dosa.  

 

"Sucikan diri (tazkiyatun nafs) dengan metode takholly mengeluarkan sifat-sifat kotor dan menukarnya dengan tahally artinya memperbaikinya dengan zikir, alquran dan belajar pada ayat-ayat Allah yang terjadi disekitar kita. Kita harus menjadikan musibah ini sebagai itibar, pelajaran berharga, mengambil hikmah-hikmah penting di dalamnya. Sebab setiap musibah itu mesti ada nilai kebaikan di sana," jelasnya.

 
Berita Terpopuler