Aung San Suu Kyi Didakwa Mengganggu Ketenangan Publik

Suu Kyi hadir dalam persidangan melalui konferensi video di ibu kota Naypyitaw.

AP/Markus Schreiber
Aung San Suu Kyi
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Pengadilan Myanmar mengajukan dakwaan tambahan terhadap pemimpin terpilih yang digulingkan Aung San Suu Kyi pada Senin (1/3). Pengacara Suu Kyi, Min Min Soe mengatakan, kliennya mendapatkan dakwaan tambahan di bawah hukum pidana era kolonial yang melarang publikasi informasi yang dapat "menyebabkan ketakutan atau alarm" atau mengganggu "ketenangan publik". 

Baca Juga

Suu Kyi hadir dalam persidangan melalui konferensi video di ibu kota Naypyitaw. Suu Kyi tampak mengalami penurunan berat badan dan meminta untuk bertemu dengan tim kuasa hukumnya. Pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) itu tidak terlihat di depan umum sejak pemerintahannya digulingkan dalam kudeta militer 1 Februari. Suu Kyi bersama dengan para pemimpin partai lainnya ditangkap dan ditahan dalam kudeta tersebut.

Sebelumnya, Suu Kyi dituduh mengimpor enam walkie-talkie secara ilegal. Belakangan, dakwaannya ditambah dengan tuduhan melanggar undang-undang bencana alam dan melanggar protokol virus corona. Sidang berikutnya dijadwalkan pada 15 Maret.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan. Militer menuduh ada kecurangan dalam pemilihan November yang dimenangkan oleh Suu Kyi secara telak. Saat Suu Kyi muncul dalam sidang pengadilan video, polisi di kota utama Yangon menggunakan granat kejut dan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa. Tidak ada laporan korban jiwa dalam bentrokan itu. 

Pada Senin (1/3), sekitar 10 kendaraan polisi dan militer dikerahkan di persimpangan Yangon, yang menjadi tempat pengunjuk rasa bentrok dengan pasukan keamanan. Beberapa pengunjuk rasa menyerukan penghancuran kamera pengintai yang digunakan oleh pihak berwenang. Sementara yang lain membagikan resep cara membuat semprotan merica di media sosial, yang digunakan jika demonstran diserang oleh petugas keamanan berpakaian preman. 

Para pengunjuk rasa bertekad untuk menggelar lebih banyak demonstrasi setelah terjadi bentrokan berdarah yang menewaskan sedikitnya 18 orang pada Ahad (28/2). Polisi menembakkan gas air mata dan tembakan peringatan ke udara untuk membubarkan kerumunan. Namun, para demonstran tak kunjung bubar, sehingga polisi melepaskan tembakan ke arah mereka. 

 

Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah memperingatkan "tindakan keras pasti akan diambil" terhadap "massa anarkis" yang tidak dapat diabaikan oleh militer. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan sedikitnya 270 orang ditahan pada Ahad (28/2). Beberapa saksi mata mengatakan, mereka melihat orang-orang itu dipukuli oleh polisi sebelum dibawa pergi.

Menteri-menteri Eropa telah menyetujui sanksi terhadap militer Myanmar atas kudeta tersebut, dan telah memutuskan untuk menahan beberapa bantuan pembangunan. Sanksi tersebut diharapkan akan diselesaikan dalam beberapa hari mendatang dan berlaku setelah pemberitahuan resmi diterbitkan oleh Uni Eropa.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh pasukan keamanan terhadap para demonstran. AS mengumumkan sanksi baru terhadap dua jenderal yang terlibat dalam kudeta militer pada 1 Februari di Myanmar.

"Kami berdiri teguh dengan orang-orang yang berani di Burma dan mendorong semua negara untuk berbicara dengan satu suara untuk mendukung keinginan mereka," ujar Blinken. 

 
Berita Terpopuler