Masjid Al Bidya, Masjid Tertua di UEA Berarsitektur Unik

Masjid Al Bidya memang tampak unik, dengan empat kubah yang tidak beraturan.

Gulf News/Ahmed Ramzan
Masjid Al Bidya, Masjid Tertua di UEA Berarsitektur Unik. Masjid tertua di Uni Emirat Arab yang masih digunakan hingga kini. Masjid empat kubah ini diperkirakan dibangun 600 tahun lalu.
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

IHRAM.CO.ID, DUBAI -- Sebuah masjid dengan bentuk yang tidak biasa dan struktur yang unik masih berdiri kukuh hingga saat ini di Uni Emirat Arab (UEA). Masjid Al Bidya namanya, masjid yang disebut tertua di negara itu.

Baca Juga

Al Bidya bukan masjid pertama yang pernah dibangun di UEA, sebab Islam diadopsi oleh kawasan itu lebih dari 1.400 tahun yang lalu. Banyak masjid yang dibangun sebelumnya terbuat dari material yang lemah dan mungkin telah hancur. Sementara Al Bidya masih berdiri kukuh dan tetap digunakan untuk sholat hingga saat ini.

Masjid Al Bidya memang tampak unik, dengan empat kubah yang tidak beraturan. Bangunan masjid terbuat dari lumpur dan batu. Sementara itu, bangunan masjid ini dikelilingi oleh tembok tua dan benteng dengan menara pengawas.

Sejarawan Emirat, Rashad Bukhash, yang terlibat dalam restorasi bangunan kecil itu pada 2008, berpendapat masjid itu adalah struktur sejarah yang unik di UEA. "Setelah ratusan tahun berdiri, ketika kami mengevaluasinya pada 2008, kami menyadari kondisinya cukup baik. Sungguh luar biasa bisa tetap utuh untuk waktu yang lama," kata Bukhash kepada Gulf News, dilansir Kamis (25/2).

Masjid Al Bidya terletak di pantai Fujairah di desa Al Bidya. Dari nama desanya itulah masjid tersebut mendapatkan namanya. Meskipun sebagian besar masjid di dunia memiliki ciri satu kubah melingkar besar, Al Bidya memiliki empat kubah.

r">

Masing-masing memiliki ukuran yang berbeda dan terdiri dari beberapa kubah yang dipasang di atas satu sama lain. Kubah tersebut tidak persis bulat tetapi membentuk undakan dalam lapisan melingkar yang diameternya menyusut dalam bentuk tumpukan.

Menurut Bukhash, tidak ada yang bisa memastikan sampai hari ini siapa yang membangun masjid tersebut. Namun, menurut legenda, orang yang membangun Masjid Al Bidya mengatakan kepada warga kota dia mampu membangun masjid yang memiliki empat kubah dan hanya satu tiang.

"Mereka meragukannya, jadi dia menerima tantangan itu dan mencapai apa yang dia ingin lakukan," ujarnya.

Sementara itu, kapan waktu pembangunan masjid itu tidak diketahui pasti. Namun, Departemen Arkeologi dan Warisan Fujairah bekerja sama dengan Universitas Sydney menyimpulkan masjid itu diyakini dibangun pada 1446 M.

Akan tetapi, tanggal permulaan baru diberikan untuk Masjid Al Bidya pada 2017, ketika Putra Mahkota Fujairah Sheikh Mohammad Bin Hamad Bin Mohammad Al Sharqi, menugaskan penelitian untuk menyelidiki masjid ini lebih lanjut. Penelitian yang dilakukan mengklaim masjid tersebut memiliki kerangka waktu yang lebih mungkin dari tahun 1599, 150 tahun lebih muda dari tanggal awal yang diberikan.

 

Masjid Al Bidya dianggap sebagai ikon dengan makna arkeologi yang unik. Sebab, masjid itu memberikan gambaran sekilas tentang kehidupan orang-orang yang tinggal di tanah itu lebih dari 500 hingga 600 tahun yang lalu.

Menurut catatan pemerintah kota Fujairah, ukuran masjid berukuran 6,8 x 6,8 meter dan memiliki halaman depan untuk beribadah. Tidak seperti bangunan bersejarah lainnya di UEA, khususnya di pantai barat, masjid ini dibangun dengan menggunakan bahan asli desa, termasuk plester, batu, lumpur, dan jerami.

Bagian dalam bangunan masjid memiliki arsitektur yang unik. Keempat kubah masjid ditopang oleh satu tiang tengah yang merupakan tiang utama yang menjadi dasar pondasi konstruksi.

Sementara itu, atapnya tidak terbuat dari kayu dan tidak memiliki menara. Ciri religiusnya bisa dikenali dari empat kubahnya, yang sangat menentukan tempat ini sebagai rumah peribadahan umat Islam adalah keberadaan mimbar dan mihrab (ceruk setengah lingkaran di dinding paling depan masjid). Keduanya menghadap ke arah kiblat di Makkah.

Mihrab adalah tempat Imam duduk dan melakukan sholat. Sedangkan mimbar tepat di sebelahnya, terdiri dari beberapa langkah, tempat Imam duduk untuk menyampaikan khutbah.

 

Dinding masjid dihiasi dengan ukiran bergigi. Masjid Al Bidya juga memiliki jendela kecil yang memungkinkan cahaya dan udara masuk ke dalam ruangan masjid. Di dalam masjid, terdapat sajadah, beberapa kitab Alquran yang berbeda, dan karpet berwarna cokelat muda sebagai alas lantai.

Masjid ini berdiri di halaman persegi panjang yang luas yang dikelilingi oleh dinding yang terbuat dari batu, lumpur dan jerami. Baik Muslim maupun non-Muslim diizinkan masuk ke masjid tersebut dan melihat keajaiban Islam ini.

Masjid ini menjadi referensi tujuan wisata yang patut dikunjungi. Masjid tersebut mewakili jenis arsitektur yang unik dan istimewa yang memiliki pengaruh Ottoman dan dibuat oleh manusia sekitar 600 tahun yang lalu.

Masjid Al Bidya terletak di desa Al Bidya di Fujairah. Desa tersebut merupakan desa pesisir, yang terletak di Teluk Oman.

Penduduknya mengandalkan pada pekerjaan memancing dan bertani untuk mencari nafkah. Desa tersebut menjadi terkenal di UEA melalui keberadaan masjid tersebut, yang terletak di luar jalan raya yang dibangun setelah federasi didirikan pada 1971. Jalan raya tersebut menghubungkan desa tersebut dengan seluruh UEA.

 

"Pantai timur UEA adalah tujuan yang sangat penting bagi para pelancong saat itu. Ketika Ibn Batutta menjelajahi dunia pada 1140, ada bukti dia mengunjungi kota-kota di pantai timur. Dia cukup banyak menulis tentang wilayah UEA ini, tetapi dia tidak pernah menyebut Dubai, Sharjah atau Abu Dhabi," kata Bukhash.

Selain masjid tersebut, temuan arkeologi lainnya telah menambah keunggulan dari desa Al Bidya. Temuan yang dimaksud ialah sebuah kuburan setinggi 30 meter yang berasal dari tahun 2000 SM serta temuan lain yang berasal dari 200 SM, pada periode Helenistik.

Pantai barat laut Oman dan pantai timur UEA juga merupakan rumah bagi 11 kastil dari zaman Portugis. Menurut Bukhash, benteng tersebut dibangun oleh penjajah Portugis. Mereka datang pada 1508 dan membangun dua benteng di dekat Masjid Al Bidya. Menurut Bukash, penjajah Portugis membangun benteng ke manapun mereka pergi.

"Secara historis ini didirikan setiap kali seseorang ingin menempati suatu tempat. Itu salah satu bentuk perlindungan," ujarnya.

Masjid Al Bidya sempat mengalami proses pemulihan (restorasi). Pada 2008, pemerintah Fujairah membuat permintaan kepada pemerintah Kota Dubai untuk mengambil proyek restorasi. Bukhash mengatakan, mereka lantas melakukan pemugaran pada 2008 untuk masjid Fujairah tersebut.

 

Ia mengatakan, mereka membutuhkan waktu empat hingga enam bulan untuk memulihkannya dengan benar. Mereka harus melakukan restorasi sesuai dengan hukum internasional, yang berarti menggunakan lumpur, batu, dan material yang sama dengan yang digunakan untuk membangun masjid.

"Sejujurnya, kondisi masjid tidak terlalu buruk, jadi prosesnya tidak memakan banyak waktu. Kami menjaga strukturnya tetap sama, baru mengerjakan apa yang sudah ada," lanjutnya.

Pemerintah Kota Dubai kemudian menambahkan rumah Imam serta area wudhu yang semuanya dibangun dengan batu alam dari pegunungan. Mereka juga menambahkan jalan setapak dan membuat perubahan kecil pada ruang masjid, agar lebih mudah bagi orang untuk berkeliling. Masjid tertua di UEA ini pun masih digunakan sebagai tempat sholat bagi umat Islam saat ini.

"Saat ini masjid tersebut memenuhi syarat sebagai Situs Warisan UNESCO, karena dianggap sebagai landmark dengan makna arkeologi yang unik untuk konteks dan lokasinya, karena ini adalah masjid tertua di UEA yang masih digunakan hingga saat ini," tambahnya. 

https://gulfnews.com/going-out/al-bidya-the-oldest-mosque-in-the-uae-keeps-traditions-alive-for-600-years-1.1601540290443

 
Berita Terpopuler