Muslim India Dihantui Ketakutan Usai Kerusuhan di Delhi

Ketakutan itu setelah 25 Februari 2020 terjadi penyerangan terhadap umat Muslim

AP Photo/Altaf Qadri
Muslim India
Rep: Meiliza Laveda Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, NEW DELHI – Nisa Mewati (22 tahun) dan keluarganya telah hidup damai di daerah Shiv Vihar, timur laut Delhi. Shiv Vihar merupakan tempat umat Hindu dan Muslim hidup berdampingan selama lebih dari satu dekade.

Namun, keadaan itu berubah sejak Februari tahun lalu. Tepatnya, pada 25 Februari 2020 terjadi penyerangan terhadap umat Muslim. Nisha mendengar teriakan Jai Shri Ram (Salam Tuhan Ram), nyanyian Hindu yang akhir-akhir menjadi seruan untuk membunuh.

“Sebuah keluarga Muslim diseret dari rumah mereka dan dipukuli oleh gerombolan orang Hindu," kata Nisha kepada Aljazirah.

Lingkungan itu tegang selama beberapa hari karena massa Hindu yang kejam mulai menargetkan Muslim. Aksi massa Hindu merupakan tanggapan dari protes yang dilakukan umat Muslim terhadap undang-undang kewarganegaraan baru yang disahkan oleh pemerintah nasionalis Hindu dipimpin Partai Bharatiya Janata (BJP).

Lingkungan Nisha bersama dengan beberapa daerah lainnya dilanda kekerasan anti-Muslim yang menyebabkan pembunuhan lebih dari 50 orang. Khawatir nyawa mereka terancam, Nisha dan keluarga segera meninggalkan rumah dan berlindung di tempat kerabat di daerah lain.

“Sebelum kerusuhan, Muslim dan Hindu hidup bersama tanpa masalah. Tapi begitu kami kembali, jelas banyak hal telah berubah. Teman-teman kita bukan lagi teman. Mereka telah berubah menjadi orang asing. Mereka meneriakkan ‘pemberontak’ saat melihat kami,” ujar dia.

Kisah Mohammad Hanif (50 tahun) tak jauh berbeda dengan Nisha. Dia menjual rumah dua lantai di Karawal Nagar yang dilanda kekerasan, 1,2 mil dari Shiv Vihar. Sekarang Mohammad tinggal di akomodasi sewaan di Mustafabad, daerah pinggiran kota yang mayoritasnya Muslim. Selama kekerasan, rumah Mohammad digeledah dan dijarah.

“Saya punya empat tempat tidur, satu sepeda dan dua lemari es. Tidak ada yang tertinggal. Sekarang tidak ada gunanya tinggal di sana. Lebih baik dikosongkan,” kata Mohammad.

Dia menjual rumahnya dan menyesal saat mengetahui harga rumah di daerah yang dilanda kekerasan anjlok. “Saya menjual rumah kepada seorang non-Muslim seharga 16.500 dolar Amerika. Sebelum kerusuhan, rumah saya bisa mencapai harga sekitar 24.800 dolar Amerika,” ujar dia.

Pihak polisi di Delhi enggan menanggapi masalah Muslim lebih lanjut. Mereka beralasan sedang menanggapi protes dari para petani terhadap undang-undang pertanian baru.


Dilansir Aljazirah, Kamis (25/2), kelompok hak asasi manusia dan beberapa korban menuduh Kepolisian Delhi terlibat dalam kerusuhan tahun lalu. Menurut mereka, polisi India tidak berbuat banyak ketika massa Hindu mengamuk selama beberapa hari. Bahkan, personel polisi terlihat melempar batu kea rah Muslim bersama dengan massa Hindu.

Aktivis Sosial, Aasif Mujtaba mengatakan aksi unjuk rasa diselenggarakan oleh kelompok sayap kanan Hindu di bylanes Shiv Vihar bertepatan dengan peresmian kuil Ram di Ayodhya di wilayah utara Uttar Pradesh.

“Komunitas Muslim ketakutan ketika mereka melihat kerumunan berkeliaran di jalan seraya meneriakkan slogan yang tidak pantas. Namun, sangat sedikit tindakan dari polisi dan administrasi untuk mengatasi masalah komunitas Muslim,” kata Aasif.

Penduduk Muslim di daerah itu menyebut kebencian antar agama semakin meluas setelah kerusuhan. Tercatat, kekerasan agama terburuk pada tahun 1984.

 
Berita Terpopuler