Bendera Setengah Tiang Tandai 10 Tahun Gempa Selandia Baru

Gempa Selandia Baru di Christchurch menewaskan 185 orang pada 10 tahun lalu

EPA-EFE/DAVID ROWLAND
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Selandia Baru menurunkan bendera setengah tiang pada Senin (22/2) untuk menandai 10 tahun gempa bumi di Christchurch yang menewaskan 185 orang. Ratusan orang menghadiri acara peringatan tersebut dan mengenang kembali gempa berkekuatan 6,3 skala richter yang menghancurkan sebagian besar pusat kota Christchurch. 

Baca Juga

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan, musibah gempa itu tidak hanya memberikan kesedihan bagi rakyat Selandia Baru namun juga keluarga korban lainnya dari luar negeri. Diketahui gempa itu telah memakan 87 korban warga negara asing. Sebagian besar dari mereka tidak bisa hadir dalam peringatan tersebut karena pandemi Covid-19.

"Bendera kami dikibarkan setengah tiang untuk mereka hari ini juga," ujar Ardern. 

Upacara peringatan diadakan di tepian Sungai Avon, dan orang-orang mengheningkan cipta sejenak pada pukul 12.51, tepat saat gempa melanda pada 2011. Petugas layanan darurat dan lainnya secara bergiliran membacakan nama masing-masing korban. Ardern mengatakan gempa telah mempengaruhi orang dalam banyak hal, dan pengingat harian termasuk gempa susulan dan lanskap yang retak membuat pemulihan lebih sulit.

“Sepuluh tahun lagi akan ada orang yang masih menjalani kehidupan sehari-hari dengan bayang-bayang panjang hari itu,” ujar Ardern. 

“Namun saat kita melihat dekade mendatang, saya melihat harapan, energi, dan optimisme. Dan saya melihat Christchurch mengambil tempat yang selayaknya di antara kota-kota terbaik dan paling cemerlang di Selandia Baru," kata Ardern menambahkan. 

 

Wali Kota Christchurch Lianne Dalziel mengatakan, sebanyak 28 warga negara Jepang menjadi korban tewas dalam gempa tersebut. Itu adalah jumlah korban terbesar dari negara mana pun di luar Selandia Baru.

Peringatan 10 tahun gempa di Christchurch juga digelar di Toyama, Jepang. Lebih dari 100 anggota keluarga, teman, dan pejabat sekolah mengheningkan cipta bagi para siswa yang menjadi korban gempa tersebut. Mereka menaburkan bunga di Sekolah Tinggi Bahasa Asing Toyama. 

“Sekarang, 10 tahun setelah gempa bumi, kesedihan karena kehilangan kalian semua dan penyesalan yang tak terlukiskan sekali lagi di hati kami,” ujar Kepala Sekolah Tinggi Bahasa Asing Toyama, Tamehisa Ueda. 

Sebanyak 12 siswa Jepang sedang makan siang di King's Education yakni sekolah bahasa Inggris untuk siswa internasional, ketika gempa melanda dan menghancurkan gedung tersebut. Salah satu orang tua siswa, Masatsugu Yokota kehilangan putrinya, Saki dalam gempa itu. Yokota mengatakan kepada televisi NHK bahwa dia masih sangat merindukan putrinya yang berusia 19 tahun ketika meninggal dunia. 

"Saya masih mencarinya ketika berjalan-jalan di kota atau kemanapun saya pergi," ujar Yokota. 

 
Berita Terpopuler