Eks Pansus RUU ITE: Pasal Pencemaran Nama Sebaiknya Dihapus

Masih ada pihak yang menggunakan pasal tersebut untuk membungkam pendapat seseorang.

Republika
Revisi pasal di UU ITE
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPR pembahasan Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( RUU ITE) pada 2008 M Yasin Kara berpendapat bahwa Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik sebaiknya dihapus dari UU ITE. Sebab, masih adanya pihak yang menggunakan pasal tersebut untuk membungkam pendapat seseorang. 

Baca Juga

"Yang terbaik dihapuskan," ujar Yasin kepada Republika, Senin (22/2). 

Jika tak dihapus dan tetap berada dalam UU ITE, ia mengusulkan agar Pasal 27 ayat 3 merujuk pada undang-undang organiknya. Hal ini agar pasal tersebut tak memerangkap lawan politik yang berbeda pandangan. 

"UU merujuk pada UU organiknya masing-masing. Kemudian, agar tidak dijadikan cara atau alat memerangkap lawan baik politik maupun sentimen sosial, maka ancamannya hukumannya perlu lebih rendah dari lima tahun, mungkin cukup tiga atau empat tahun," ujar Yasin. 

Usulan tersebut disampaikannya, karena ia tetap melihat bahwa pasal terkait pencemaran nama baik, pornografi, dan SARA tetap memiliki manfaat. Khususnya dalam membangun karakter masyarakat dalam berpendapat. 

"Agar kesantunan berkomunikasi terutama di wilayah publik penting dijaga, mengingat spektrum sebaran informasi dengan sistem elektronik yang sangat luas," ujar Yasin.

Ia menceritakan, pembahasan RUU ITE dimulai pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pansus saat itu membahasnya bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh dan diselesaikan di era Sofyan Djalil. 

Pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebut, melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. 

Kala itu, Pansus RUU ITE dan pemerintah tetap menyepakati masuknya pasal tersebut. Namun, ia menegaskan, UU ITE bukanlah undang-undang organik terkait pencemaran nama baik, pornografi, dan SARA, tetapi memberikan payung hukum terhadap transaksi elektronik. 

Sebab, penipuan terkait transaksi elektronik saat itu belum memiliki regulasi yang memadai, di tengah perkembangannya yang semakin pesat. "Sehingga penerapan UU ITE atas kasus-kasus tersebut adalah setelah pokok perkara terbukti, di mana landasannya adalah UU Pidana dan UU yang spesifik mengatur tentang pencemaran nama baik, pornografi, dan Sara," ujar Yasin.

 
Berita Terpopuler