Harga Cabai Rawit di Jatim Tembus Rp 100 Ribu per Kg

Harga cabai terus merangkak naik sejak awal 2021.

ASEP FATHULRAHMAN/ANTARA
Pedagang cabai melayani pembeli (ilustrasi). Harga cabai rawit di Jawa Timur mulai merangkak naik.
Rep: Dadang Kurnia Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Harga cabai rawit di Jawa Timur mulai merangkak naik. Harga di beberapa pasar di Surabaya bahkan menembus Rp 80-90 ribu per kilogramnya. Jauh dari harga normal yang berkisar Rp 40-50 ribu per kilogramnya.

Baca Juga

Salah satu pedagang cabai rawit di Pasar Pagesangan Surabaya mengatakan, kondisinya tidak juah beda dengan pertengahan Januari 2021 yang ada di kisaran Rp 70 ribu per kilogram. 

Alimin  mengatakan, harga cabai terus merangkak naik sejak awal 2021. "Sekarang harganya Rp 90.000 per kilogram. sebelumnya itu lebih murah sedikit, Rp 80.000," ujar Alimin, Senin (22/2).

Bahkan, salah seorang pedagang di Pasar Genteng, Surabaya, Muhammad Imron  mengaku, harga cabai rawit tembus Rp100 hingga Rp. 110 ribu. Kenaikan harga cabai rawit diakuinya terjadi sejak pekan lalu. 

"Sejak minggu lalu dari Rp 80.000, sekarang Rp. 100.000. Kalau normal waktu musim panen baik, bisa murah Rp 30.000, umum-umumnya aja," kata Imron.

Imron mengaku tidak tahu persis faktor yang menjadi penyebab cabai rawit mahal. "Bisa jadi karena cuaca atau cabainya nggak sebanyak dulu, karena banyak daerah banjir," ujarnya.

Berdasarkan pantauan di Sistem Informasi Ketersediaan Perkembangan Bahan Pokok (Siskaperbapo) milik Pemprov Jatim, harga cabai rawit masih ada di kisaran Rp 72.104 per kilogram. Sedangkan cabai merah besar keriting Rp 48.528 per kilogram, dan cabai merah besar biasa Rp 32.953 per kilogram.

 

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur Hadi Sulistyo mengatakan, kenaikan ini karena adanya kecenderungan mundurnya musim tanam. Kondisi La Nina dan curah hujan cukup tinggi juga turut mempengaruhi musim tanam. 

"Secara periodik memang luas tanaman cabai di Bulan Januari relatif rendah, dan baru akan mengalami musim puncak panen di April hingga Mei," kata Hadi. 

Hadi menyebut, produksi cabai rawit tahun 2020 mencapai 612.978 ton dari luas panen 58.563 hektar. Sebenarnya menurut kebutuhan konsumsi yang hanya 67.008 ton per tahun. Artinya masih surplus 545.970 ton yang biasanya dipakai untuk mencukupi kebutuhan daerah lain. 

Adapun, produksi cabai rawit tahun 2021, hitungan Hadi asumsinya sebanyak 326.470 ton. "Potensi luas panen komoditi cabai rawit pada semester I (Januari-Juni) sebesar 22.853 hektar dengan produksi sebesar 286.923 ton. Kemudian potensi luas panen komoditi cabai rawit pada semester II (Juli-Desember) sebesar 39.547 hektar," kata dia.

Hadi mengatakan, ada beberapa penyebab kemungkinan terganggunya produksi cabai. Di antaranya dampak La Nina berupa bencana hidrometeorologi banjir yang berpotensi mengancam sektor pertanian. 

Selain itu juga kewaspadaan terjadinya peningkatan serangan Organisme Penganggu Tumbuhan (OPT). Mengingat musim hujan memiliki kelembaban tinggi yang optimal untuk pertumbuhan OPT. Lalu juga peningkatan monitoring perkembangan cuaca/ iklim melalui koordinasi dengan BMKG.

 
Berita Terpopuler