Prinsip Islam Moderat dalam Perspektif Kajian Fiqih   

Terdapat sejumlah prinsip Islam moderat menurut perspektif fiqih

Republika/Putra M. Akbar
Terdapat sejumlah prinsip Islam moderat menurut perspektif fiqih. Ilustrasi Islam moderat
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Terdapat sejumlah prinsip-prinsip Islam moderat dalam perspektif kajian fiqih. Apa saja prinsip Islam moderat/ Islam wasathy tersebut?

Baca Juga

Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Ishomuddin, menjelaskan terdapat dua makna wasathiyah.    

"Pertama, wasathiyyat al-ummah (moderasi bagi umat) yang mengandung arti keadilan, kebaikan dan integritas. Ketiganya adalah hal yang pantas bagi umat Islam dan menjadikannya layak menjadi saksi bagi alam semesta," kata dia saat menyampaikan materi “Wasathiyah dalam Perspektif Fikih dan Ushul Fikih” dalam Workshop Pengembangan Kompetensi Guru Fikih Madrasah Aliyah/Madrasah Aliyah Kegamaan (MA/MAK), akhir pekan ini. 

Dalam kegiatan yang dihelat Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Kementerian Agama (Kemenag) ini, Kiai Ishom, mengatakan kedua, wasathiyyat al-fardi (moderasi bagi individu) yang mengandung makna bersikap sedang dalam setiap urusan dengan cara memilih yang paling utama, terbaik, dan yang lebih adil. 

Dari dua pengertian ini, wasathiyah berarti sifat baik dan sifat utama. Ia menyebut, setiap sifat “tengah-tengah” selalu dibersamai kebaikan sehingga menjadi sesuatu yang utama.  Penjelasan tentang washatiyah terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat 143:  

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”  

Dalam Tafsir al-Mawardi karya al-Imam Abu al-Hasan al-Mawardi (364 H-450 H), diterangkan ayat tersebut menjelaskan tentang ummatan wasathan.  

Di dalamnya, ummatan washatan ini terdapat tiga penafsiran...

 

Di dalamnya, ummatan washatan ini terdapat tiga penafsiran. Pertama, umat pilihan. Kedua, dari al-tawassuth (bersikap sedang) dalam semua urusan. Sebab, kaum muslim bersikap menengah dalam agama, sehingga mereka tidak berlebihan dalam beragama dan tidak pula kurang.  

Ketiga, yang dimaksud dengan al-tawassuth adalah bersikap adil, karena adil berada di tengah antara lebih dan kurang.    

Rois Syuriah PBNU ini lalu menjelaskan wasathiyah dalam ushul fiqih. Mengutip pendapat ulama kontemporer, Abdullah Bin Bayyah, dalam kitab Khithab al-Amni fi al-Islam wa Tsaqafah al-Tasamuh wa al-Wi'am ia menerangkan wasathiyah berarti berada dalam posisi moderat (tengah), tidak ekstrem kanan (radikal) atau kiri (liberal). Hal ini seperti yang pernah disampaikan seorang generasi tabiin, al-Hasan al-Bashri. 

Hal senada juga dijelaskan Ibnu ‘Ibad al-Nafzi. Beliau berkata, “Berada di jalan syariat adalah hal terberat untuk dilakukan, karena berarti harus selalu bersikap adil dan berada di tengah-tengah (moderat) dalam segala hal. Padahal secara naluri, nafsu seseorang condong kepada salah satu sisi". 

Menurut Kiai Ishom, Islam sebagai agama yang memiliki misi untuk menegakkan keadilan, juga membawa misi untuk mewujudkan keselamatan. Tidak diragukan, Islam menjadikan relasi seluruh manusia ditegakkan atas dasar cinta dan kasih sayang, baik hubungan antarindividu, kerabat, keluarga, antar komunitas, maupun antarbangsa/negara. 

Relasi demikian ini menjadi fondasi bagi persaudaraan yang bersifat kemanusiaan (al-ukhuwwah al-insaniyyah) yang menjadi sifat utama dari orang-orang yang beriman. Rasulullah SAW bersabda: 

 

 لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ "Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu semua hingga kamu mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri." (HR al-Bukhari) 

 
Berita Terpopuler