Pemakaman Cara Islam yang Menginspirasi Non-Muslim Kenya 

Pemakaman cara Islam menginsprasi non-Muslim Kenya kerena kemudahannya

ANTARA
Pemakaman cara Islam menginsprasi non-Muslim Kenya kerena kemudahannya. Pemakaman (ilustrasi)
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Seorang mahasiswa komunikasi di Multimedia University of Kenya menilai kemudahan umat Islam dalam pemakaman mereka. Pemakaman sesuai syariat Islam ini dapat menjadi contoh bagi umat lain untuk ditiru.  

Baca Juga

Misalnya ketika memakamkan Senator Garissa Yusuf Haji. Dia dikuburkan secara Islam dan dalam waktu kurang dari 24 jam.  Hal ini membuatnya mempertanyakan esensi dari pemakaman dengan biaya mahal yang biasanya dilakukan ketika umat lain melakukan pemakaman.  

Mengubur sesuai hukum Islam termasuk tata cara yang paling sederhana karena hanya beberala ritual saja, seperti memandikan, mengkafani dan menshalatkan.  

Setelah itu biasanya jenazah akan dimakamkan jurang dari 24 jam setelah dinyatakan meninggal dunia. Hal ini untuk mencegah jenazah membusuk dan menyebarkan bau tak sedap serta sumber penyakit. Kecuali jika ada masalah dengan penyebab kematiannya dan harus diselidiki terlebih dahulu.  

Dengan waktu yang pendek sejak meninggal hingga dimakamkan tentu ini akan menekan biaya sewa kamar jenazah. Berbeda dengan umat lain yang membutuhkan waktu hingga dua pekan bahkan lebih. Waktu lebih lama dibutuhkan karena keluarga harus mengumpulkan uang untuk melaksanakan upacara sebagai wujud menghormati jenazah. 

Setelah dimakamkan pun, umat Islam membuat kuburan sederhana terlepas dari status sosial orang yang meninggal. Hal ini karena bagi Muslim dilarang mengubur jenazah di peti mati kecuali ada persyaratan yang harus diikuti di area tertentu. Ini tidak terjadi pada umat lain yang sebagian besar menuruti keinginan almarhum.  

Pemakaman secara islami ini menggambarkan keimanan Islam sebagai agama yang benar-benar menghormati orang mati, tidak seperti umat lain yang hanya menghormati mereka secara teori. 

Proses pemakaman umat lain dengan menggunakan biaya mahal sebensrnya tidak diperlukan. Di Kenya dikenal budaya “pesa ya matanga”, namun terlalu disalahgunakan untuk menimbulkan emosi simpati dan secara eksploitatif meminta dana yang terkadang tidak digunakan untuk tujuan semula. 

Mereka dinilai melakukan eksploitasi yang meluas ke grup WhatsApp, bahkan ketika tidak ada tagihan rumah sakit yang harus diselesaikan. 

Prosedur panjang yang digunakan oleh umat lain menjadi alat bagi para pemimpin untuk berpolitik atau bagi orang-orang untuk menangani agenda yang tidak perlu dalam pengaturan penguburan. Salah satunya, anggota parlemen Simba Arati dan Sylvanus Osoro bertarung di pemakaman ayah Wakil Gubernur Kisii Joash Maangi.

Sumber: the-star

 

 
Berita Terpopuler